Hasil Pemeriksaan Dewas, Jubir KPK Klaim Proses TWK Tidak Langgar Etik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( Dewas KPK ) memutuskan bahwa laporan pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak cukup bukti untuk menjerat Ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. Firli dilaporkan melakukan pelanggaran kode etik dengan menambahkan pasal terkait TWK.
Menanggapi itu, Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut bahwa Dewas sudah melakukan tugasnya dalam mengusut dugaan pelanggaran etik oleh Firli Bahuri. Dewas, kata Ali, sudah sangat terbuka selama proses penyelidikan.
"Dewas terbuka terhadap semua pihak yang mengetahui atau memiliki informasi adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan insan KPK untuk menyampaikan pengaduannya," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Nilai Firli Tak Terbukti Selundupkan Pasal, Dewas KPK: TWK Diusulkan oleh BKN
Menurut Ali, dewas telah berkomitmen melakukan pengawasan terhadap insan KPK secara profesional dan transparan. "Tentu dalam rangka memastikan agar pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi di lembaga ini taat azas dan peraturan, serta mengedepankan nilai-nilai etik dan pedoman perilaku insan KPK," katanya.
Ali mengungkapkan bahwa Dewas KPK telah memeriksa pihak-pihak yang diyakini mengetahui informasi dan keterangan fakta yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti terkait atas pengaduan tersebut.
"Para terperiksa yang terdiri dari 5 orang pimpinan KPK sebagai pihak terlapor, 3 orang dari pihak pelapor, 3 orang dari pihak internal KPK, dan 5 orang dari pihak eksternal telah menyampaikan informasi yang mereka ketahui secara lengkap kepada Dewas," katanya.
Selain itu, kata Ali, Dewas juga telah memeriksa dokumen dan rekaman yang memuat 42 bukti. Dari pemeriksaan tersebut Dewas menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran etik dalam pelaksanaan TWK.
Baca juga: Ombudsman Minta Presiden Bina Firli Bahuri dan Menteri yang Terlibat TWK KPK
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," katanya.
"Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan bahwa 7 poin pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku dimaksud, tidak memiliki kecukupan bukti, sehingga tidak memenuhi syarat dilanjutkan ke Sidang Etik," katanya.
Sebelumnya, anggota Dewas Harjono mengatakan bahwa pelaporan Novel Baswedan Cs terkait pelanggaran etik Firli Bahuri tidak cukup bukti. Harjono menjelaskan materi laporan Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 ditambahkan Firli pada rapat pimpinan 25 Januari 2021 itu sebelum dibawa ke Kemenkumham.
"Dari fakta itu sehingga tidak benar, dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata Harjono.
"Penambahan pasal dari Saudara Firli Bahuri, Ketua KPK, dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021 terkait pelaksanaan TWK ke dalam draf perkom alih status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi," katanya.
Dalam laporan tersebut juga ditemukan adanya penyusunan perkom terkait TWK yang dihadiri oleh seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural. Rumusan perkom itu disusun oleh Biro Hukum dan Biro SDM.
Ketentuan mengenai TWK itu telah tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 draf Perkom Nomor 01 Tahun 2021 tanggal 21 Januari yang dikirimkan oleh Sekjen melalui Nota Dinas Nomor: 44/HK.02.00/50-55/01/2021 tanggal 21 Januari 2021. Ketentuan itu pun disetujui oleh seluruh pimpinan secara kolektif kolegial dalam lembar disposisi pimpinan nomor: LD-162/02.intern/01/2021 tanggal 21 Januari 2021 yang selanjutnya disempurnakan dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021.
Tidak hanya itu, Harjono juga mengungkapkan bahwa TWK diusulkan pertama kali oleh BKN pada awal Oktober 2020. Harjono menyebut BKN memang yang tetap meminta diadakannya asesmen wawasan kebangsaan sebagai alat ukur pegawai KPK menjadi ASN.
"Ketentuan mengenai tes wawasan kebangsaan merupakan masukan dari BKN yang pertama kali disampaikan dalam rapat tanggal 9 Oktober 2020 serta dalam rapat harmonisasi KemenPAN-RB dan BKN yang meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN," katanya.
Lihat Juga: Calon Dewas Mirwazi Nilai Ego Sektoral Jadi Penyebab Kisruh Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas
Menanggapi itu, Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut bahwa Dewas sudah melakukan tugasnya dalam mengusut dugaan pelanggaran etik oleh Firli Bahuri. Dewas, kata Ali, sudah sangat terbuka selama proses penyelidikan.
"Dewas terbuka terhadap semua pihak yang mengetahui atau memiliki informasi adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan insan KPK untuk menyampaikan pengaduannya," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Nilai Firli Tak Terbukti Selundupkan Pasal, Dewas KPK: TWK Diusulkan oleh BKN
Menurut Ali, dewas telah berkomitmen melakukan pengawasan terhadap insan KPK secara profesional dan transparan. "Tentu dalam rangka memastikan agar pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi di lembaga ini taat azas dan peraturan, serta mengedepankan nilai-nilai etik dan pedoman perilaku insan KPK," katanya.
Ali mengungkapkan bahwa Dewas KPK telah memeriksa pihak-pihak yang diyakini mengetahui informasi dan keterangan fakta yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti terkait atas pengaduan tersebut.
"Para terperiksa yang terdiri dari 5 orang pimpinan KPK sebagai pihak terlapor, 3 orang dari pihak pelapor, 3 orang dari pihak internal KPK, dan 5 orang dari pihak eksternal telah menyampaikan informasi yang mereka ketahui secara lengkap kepada Dewas," katanya.
Selain itu, kata Ali, Dewas juga telah memeriksa dokumen dan rekaman yang memuat 42 bukti. Dari pemeriksaan tersebut Dewas menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran etik dalam pelaksanaan TWK.
Baca juga: Ombudsman Minta Presiden Bina Firli Bahuri dan Menteri yang Terlibat TWK KPK
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," katanya.
"Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan bahwa 7 poin pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku dimaksud, tidak memiliki kecukupan bukti, sehingga tidak memenuhi syarat dilanjutkan ke Sidang Etik," katanya.
Sebelumnya, anggota Dewas Harjono mengatakan bahwa pelaporan Novel Baswedan Cs terkait pelanggaran etik Firli Bahuri tidak cukup bukti. Harjono menjelaskan materi laporan Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 ditambahkan Firli pada rapat pimpinan 25 Januari 2021 itu sebelum dibawa ke Kemenkumham.
"Dari fakta itu sehingga tidak benar, dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata Harjono.
"Penambahan pasal dari Saudara Firli Bahuri, Ketua KPK, dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021 terkait pelaksanaan TWK ke dalam draf perkom alih status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi," katanya.
Dalam laporan tersebut juga ditemukan adanya penyusunan perkom terkait TWK yang dihadiri oleh seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural. Rumusan perkom itu disusun oleh Biro Hukum dan Biro SDM.
Ketentuan mengenai TWK itu telah tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 draf Perkom Nomor 01 Tahun 2021 tanggal 21 Januari yang dikirimkan oleh Sekjen melalui Nota Dinas Nomor: 44/HK.02.00/50-55/01/2021 tanggal 21 Januari 2021. Ketentuan itu pun disetujui oleh seluruh pimpinan secara kolektif kolegial dalam lembar disposisi pimpinan nomor: LD-162/02.intern/01/2021 tanggal 21 Januari 2021 yang selanjutnya disempurnakan dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021.
Tidak hanya itu, Harjono juga mengungkapkan bahwa TWK diusulkan pertama kali oleh BKN pada awal Oktober 2020. Harjono menyebut BKN memang yang tetap meminta diadakannya asesmen wawasan kebangsaan sebagai alat ukur pegawai KPK menjadi ASN.
"Ketentuan mengenai tes wawasan kebangsaan merupakan masukan dari BKN yang pertama kali disampaikan dalam rapat tanggal 9 Oktober 2020 serta dalam rapat harmonisasi KemenPAN-RB dan BKN yang meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN," katanya.
Lihat Juga: Calon Dewas Mirwazi Nilai Ego Sektoral Jadi Penyebab Kisruh Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas
(abd)