Arab Saudi Perlonggar Masjid untuk Salat Jumat, Haji Tunggu Awal Juni
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi mulai pekan ini kembali membuka masjid-masjid untuk penyelenggaraan salat Jumat. Pelonggaran ini disambut gembira rakyat Saudi karena mereka telah cukup lama tak bisa melaksanakan salat Jumat. Tiap masjid diizinkan dibuka 20 menit sebelum hingga 20 menit setelah salat Jumat selesai. Otoritas Saudi menyatakan, secara bertahap pengetatan tempat ibadah akibat pandemi Covid-19 ini akan dicabut dan puncaknya bakal ditandai dengan berakhirnya jam malam pada 21 Juni mendatang.
Meski masjid-masjid mulai diperlonggar, Kota Suci Mekkah hingga kemarin masih dinyatakan tertutup. Masjidilharam, tempat umat Islam menjalankan sebagian ritual haji dan umrah, juga belum dibuka untuk umum. Belum diketahui sampai kapan Pemerintah Saudi akan menutup Kota Mekkah tersebut. Hingga kini Saudi juga belum memutuskan apakah tahun ini akan digelar haji atau tidak. Belum adanya kepastian ini membuat Kementerian Agama (Kemenag) RI mengundur deadline pengumuman kepastian penyelenggaraan haji yang awalnya akan disampaikan pada 20 Mei menjadi awal Juni. (Baca: Kemenag Siapkan Dua Skenario Ibadah Haji 2020)
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, keputusan untuk mengundur jadwal pengumuman setelah mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo. Menurut Menag, pemerintah masih menunggu perkembangan terakhir di Arab Saudi. "Semoga ada perkembangan baik terkait penanganan Covid-19, baik di Indonesia maupun Arab Saudi," katanya.
Kemenag juga telah mengutus staf pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah untuk mengecek persiapan haji di lapangan. Menag mengungkapkan, saat ini semakin terlihat geliat persiapan haji yang dilakukan oleh Saudi seperti pemasangan tenda-tenda di Arafah oleh muassasah Asia Tenggara. "Sejak 17 Mei lalu, tenda di Arafah sudah mulai terpasang meski progresnya lambat," tutur Menag.
Persiapan minim serupa menurut Menag terjadi di Muzdalifah dan Mina. “Tidak ada kegiatan yang signifikan di sana. Tapi kan kita juga (persiapan) sangat mendesak. Kloter (kelompok terbang) pertama kan rencananya diberangkatkan 26 Juni. Jadi kan tidak lama lagi,” tutur Menag.
Menag menambahkan, penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 tentu menjadi tugas berat yang harus diemban. Karenanya, pemerintah terus mempersiapkan segala kemungkinan dengan sebaik-baiknya. “Terus terang saja ini akan menjadi kerja berat bagi kami. Tapi enggak apa-apa, ini kewajiban kami untuk melakukannya, dan kami persiapkan sebaik-baiknya,” katanya.
Salah satu yang tengah dipersiapkan pemerintah adalah protokol kesehatan penyelenggaraan ibadah haji. Pertimbangan kemampuan (istita’ah) kesehatan jamaah misalnya, bukan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan jamaah akan dapat diberangkatkan. “Kami akan memberlakukan seleksi (pemberangkatan) dari aspek lain, misalnya kerentanan dari penularan penyakit. Ini tentu dasarnya dari institusi kesehatan,” ujar Menag.
Menurut Fachrul, langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi agar jamaah tidak terjangkit penyakit saat pelaksanaan ibadah haji yang kemungkinan besar digelar dalam situasi pandemi global Covid-19. “Dokter yang bertanggung jawab akan menentukan, misalnya, si A tidak bisa berangkat karena situasinya demikian, dan sangat rentan penularan penyakit,” tuturnya. (Baca juga: Terjunkan TNI/Poli, Jokowi Harap Rasio Penularan Corona Bisa Ditekan)
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar menyatakan, guna mendapat kepastian soal haji ini, direktoratnya juga bersurat ke Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI agar mengomunikasikan masalah ini melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.
Nizar memastikan, apa pun keputusan terkait haji 2020, Kemenag siap menjalankan. Sebab, Kemenag sudah menyiapkan mitigasi atas kemungkinan skenario penyelenggaraan haji tahun ini, apakah haji batal atau tetap dilaksanakan. “Mitigasinya sudah kami siapkan sehingga apa pun keputusannya nanti, kami siap melaksanakan,” katanya.
Bersamaan dengan penyiapan mitigasi, persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1441H juga terus dilakukan, seperti tahapan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji tahap II. Persiapan layanan di Arab Saudi juga sudah dilakukan, meski prosesnya belum sampai pada kontrak pengadaan. Belum adanya kontrak ini terkait surat dari Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi pada Maret lalu yang meminta Indonesia untuk menunggu hingga ada kejelasan masalah Covid-19. “Jadi, persiapan di Saudi sudah dilakukan, namun hingga kini Kementerian Agama belum melakukan penandatanganan kontrak maupun pembayaran uang muka atas pelayanan jemaah haji di Arab Saudi,” ujarnya. (Baca juga: Usai Lebaran, 111.022 Kendaraan Kembali Menuju Jakarta)
Komnas Haji dan Umrah meminta Presiden Jokowi segera memutuskan untuk menunda pengiriman haji tahun ini. Hal ini dilatarbelakangi pandemi Covid-19 masih menjadi masalah global dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Indonesia yang tercatat memiliki jamaah haji terbesar karena mencapai 221.000 perlu mempertimbangkan secara matang aspek keselamatan jiwa. “Tanpa harus menunggu keputusan Pemerintah Arab Saudi seharusnya Presiden Jokowi secepatnya mengambil kebijakan demi keselamatan jiwa ratusan ribu jamaah dan ribuan petugas,” ujar Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj.
Di tengah pandemi yang belum berakhir sekarang, menurut Mustolih, sangat sulit menerapkan protokol kesehatan seperti physical distancing saat pelaksanaan haji. Dia mengakui keputusan penundaan haji akan banyak menimbulkan kekecewaan berbagai pihak, termasuk risiko memperpanjang daftar atrean berhaji. Namun, risiko-risiko itu terpaksa ditempuh demi mendapat jalan terbaik untuk menyelamatkan ribuan jiwa rakyat,” ucapnya. (Muh Shamil/Sudarsono)
Meski masjid-masjid mulai diperlonggar, Kota Suci Mekkah hingga kemarin masih dinyatakan tertutup. Masjidilharam, tempat umat Islam menjalankan sebagian ritual haji dan umrah, juga belum dibuka untuk umum. Belum diketahui sampai kapan Pemerintah Saudi akan menutup Kota Mekkah tersebut. Hingga kini Saudi juga belum memutuskan apakah tahun ini akan digelar haji atau tidak. Belum adanya kepastian ini membuat Kementerian Agama (Kemenag) RI mengundur deadline pengumuman kepastian penyelenggaraan haji yang awalnya akan disampaikan pada 20 Mei menjadi awal Juni. (Baca: Kemenag Siapkan Dua Skenario Ibadah Haji 2020)
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, keputusan untuk mengundur jadwal pengumuman setelah mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo. Menurut Menag, pemerintah masih menunggu perkembangan terakhir di Arab Saudi. "Semoga ada perkembangan baik terkait penanganan Covid-19, baik di Indonesia maupun Arab Saudi," katanya.
Kemenag juga telah mengutus staf pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah untuk mengecek persiapan haji di lapangan. Menag mengungkapkan, saat ini semakin terlihat geliat persiapan haji yang dilakukan oleh Saudi seperti pemasangan tenda-tenda di Arafah oleh muassasah Asia Tenggara. "Sejak 17 Mei lalu, tenda di Arafah sudah mulai terpasang meski progresnya lambat," tutur Menag.
Persiapan minim serupa menurut Menag terjadi di Muzdalifah dan Mina. “Tidak ada kegiatan yang signifikan di sana. Tapi kan kita juga (persiapan) sangat mendesak. Kloter (kelompok terbang) pertama kan rencananya diberangkatkan 26 Juni. Jadi kan tidak lama lagi,” tutur Menag.
Menag menambahkan, penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 tentu menjadi tugas berat yang harus diemban. Karenanya, pemerintah terus mempersiapkan segala kemungkinan dengan sebaik-baiknya. “Terus terang saja ini akan menjadi kerja berat bagi kami. Tapi enggak apa-apa, ini kewajiban kami untuk melakukannya, dan kami persiapkan sebaik-baiknya,” katanya.
Salah satu yang tengah dipersiapkan pemerintah adalah protokol kesehatan penyelenggaraan ibadah haji. Pertimbangan kemampuan (istita’ah) kesehatan jamaah misalnya, bukan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan jamaah akan dapat diberangkatkan. “Kami akan memberlakukan seleksi (pemberangkatan) dari aspek lain, misalnya kerentanan dari penularan penyakit. Ini tentu dasarnya dari institusi kesehatan,” ujar Menag.
Menurut Fachrul, langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi agar jamaah tidak terjangkit penyakit saat pelaksanaan ibadah haji yang kemungkinan besar digelar dalam situasi pandemi global Covid-19. “Dokter yang bertanggung jawab akan menentukan, misalnya, si A tidak bisa berangkat karena situasinya demikian, dan sangat rentan penularan penyakit,” tuturnya. (Baca juga: Terjunkan TNI/Poli, Jokowi Harap Rasio Penularan Corona Bisa Ditekan)
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar menyatakan, guna mendapat kepastian soal haji ini, direktoratnya juga bersurat ke Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI agar mengomunikasikan masalah ini melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.
Nizar memastikan, apa pun keputusan terkait haji 2020, Kemenag siap menjalankan. Sebab, Kemenag sudah menyiapkan mitigasi atas kemungkinan skenario penyelenggaraan haji tahun ini, apakah haji batal atau tetap dilaksanakan. “Mitigasinya sudah kami siapkan sehingga apa pun keputusannya nanti, kami siap melaksanakan,” katanya.
Bersamaan dengan penyiapan mitigasi, persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1441H juga terus dilakukan, seperti tahapan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji tahap II. Persiapan layanan di Arab Saudi juga sudah dilakukan, meski prosesnya belum sampai pada kontrak pengadaan. Belum adanya kontrak ini terkait surat dari Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi pada Maret lalu yang meminta Indonesia untuk menunggu hingga ada kejelasan masalah Covid-19. “Jadi, persiapan di Saudi sudah dilakukan, namun hingga kini Kementerian Agama belum melakukan penandatanganan kontrak maupun pembayaran uang muka atas pelayanan jemaah haji di Arab Saudi,” ujarnya. (Baca juga: Usai Lebaran, 111.022 Kendaraan Kembali Menuju Jakarta)
Komnas Haji dan Umrah meminta Presiden Jokowi segera memutuskan untuk menunda pengiriman haji tahun ini. Hal ini dilatarbelakangi pandemi Covid-19 masih menjadi masalah global dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Indonesia yang tercatat memiliki jamaah haji terbesar karena mencapai 221.000 perlu mempertimbangkan secara matang aspek keselamatan jiwa. “Tanpa harus menunggu keputusan Pemerintah Arab Saudi seharusnya Presiden Jokowi secepatnya mengambil kebijakan demi keselamatan jiwa ratusan ribu jamaah dan ribuan petugas,” ujar Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj.
Di tengah pandemi yang belum berakhir sekarang, menurut Mustolih, sangat sulit menerapkan protokol kesehatan seperti physical distancing saat pelaksanaan haji. Dia mengakui keputusan penundaan haji akan banyak menimbulkan kekecewaan berbagai pihak, termasuk risiko memperpanjang daftar atrean berhaji. Namun, risiko-risiko itu terpaksa ditempuh demi mendapat jalan terbaik untuk menyelamatkan ribuan jiwa rakyat,” ucapnya. (Muh Shamil/Sudarsono)
(ysw)