Sebut Kasus COVID-19 Terkendali, Luhut Panjaitan Diminta Jujur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Pandemi COVID-19 dinilai Apes atau Asal Pemimpin Senang (APES). Sindiran ini disampaikan oleh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Sukamta menanggapi pernyataan Koordinator PPKM Darurat di Jawa dan Bali, Luhut Binsar Panjaitan bahwa kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini sangat-sangat terkendali.
“Koordinator PPKM Darurat Jawa Bali harus jujur menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai kondisi sesungguhnya di lapangan. Jangan membuat laporan yang isinya agar presiden senang. Padahal kondisi Indonesia tidak baik-baik saja,” ujar Sukamta kepada wartawan, Jumat (16/7/2021).
Padahal, kata Sukamta, data terbaru jumlah kasus baru COVID-19 di Indonesia per 15 Juli 2021 mencapai 56.757 kasus dengan rata-rata penambahan kasus baru dalam seminggu terakhir 41.521. Sedangkan kasus kematian berjumlah 982 kasus dengan 900 kematian rata-rata dalam 7 hari terakhir.
"Dibandingkan dengan kasus baru di Amerika Serikat sejumlah 20,450 kasus dengan jumlah kematian 211, India saat ini kasus baru mencapai 38,792 dengan kematian 624. Brazil sebagai negara di Amerika Latin dengan kasus baru tertinggi mencapai 17,031 kasus, jumlah penduduknya yang mati karena COVID-19 mencapai 745. Hampir sama dengan Russia dengan kasus kematian sejumlah 786 dan kasus baru 23,827," paparnya.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan jumlah kasus baru dan kematian akibat COVID-19 dengan tren terus meningkat tinggi menunjukkan bahwa kondisi COVID-19 Indonesia tidak terkendali. Untuk itu, Legislator asal Yogyakarta ini berpesan pemerintah harus jujur jangan meracuni pemikiran rakyat bahwa Indonesia baik-baik saja.
“Langkah pemerintah harus jelas, terukur dan berdampak. Jangan terus menerus memainkan psikologi rakyat, membuat framing dengan statement-stament yang menyebutkan bahwa kasus COVID-19 bisa dikendalikan, Indonesia baik-baik saja. Lebih baik langkah-langkah penanganan secara strategis bukan seremonial. Langkah yang bisa dilakukan mulai dari penyiapan fasilitas kesehatan, optimalisasi nakes serta percepatan vaksinasi,” tegas Sukamta.
Sukamta menambahkan kondisi nyata di lapangan masyarakat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan kegawatdaruratan yang memadai. Akibatnya, kematian banyak terjadi ketika masyarakat sedang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Kematian di rumah sakit juga meningkat akibat pasien datang ke rumah sakit dengan kondisi kritis dan butuh penanganan segera namun penanganan tidak bisa dilakukan secara maksmial karena jumlah ruang ICU tidak mencukupi, kekurangan pasokan oksigen, tenaga nakes terbatas.
"Fakta lainnya, masyarakat kesulitan membeli obat-obatan khusus COVID-19 dan kalaupun ada jumlahnya terbatas dan harganya mahal," pungkas Sukamta.
“Koordinator PPKM Darurat Jawa Bali harus jujur menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai kondisi sesungguhnya di lapangan. Jangan membuat laporan yang isinya agar presiden senang. Padahal kondisi Indonesia tidak baik-baik saja,” ujar Sukamta kepada wartawan, Jumat (16/7/2021).
Padahal, kata Sukamta, data terbaru jumlah kasus baru COVID-19 di Indonesia per 15 Juli 2021 mencapai 56.757 kasus dengan rata-rata penambahan kasus baru dalam seminggu terakhir 41.521. Sedangkan kasus kematian berjumlah 982 kasus dengan 900 kematian rata-rata dalam 7 hari terakhir.
"Dibandingkan dengan kasus baru di Amerika Serikat sejumlah 20,450 kasus dengan jumlah kematian 211, India saat ini kasus baru mencapai 38,792 dengan kematian 624. Brazil sebagai negara di Amerika Latin dengan kasus baru tertinggi mencapai 17,031 kasus, jumlah penduduknya yang mati karena COVID-19 mencapai 745. Hampir sama dengan Russia dengan kasus kematian sejumlah 786 dan kasus baru 23,827," paparnya.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan jumlah kasus baru dan kematian akibat COVID-19 dengan tren terus meningkat tinggi menunjukkan bahwa kondisi COVID-19 Indonesia tidak terkendali. Untuk itu, Legislator asal Yogyakarta ini berpesan pemerintah harus jujur jangan meracuni pemikiran rakyat bahwa Indonesia baik-baik saja.
“Langkah pemerintah harus jelas, terukur dan berdampak. Jangan terus menerus memainkan psikologi rakyat, membuat framing dengan statement-stament yang menyebutkan bahwa kasus COVID-19 bisa dikendalikan, Indonesia baik-baik saja. Lebih baik langkah-langkah penanganan secara strategis bukan seremonial. Langkah yang bisa dilakukan mulai dari penyiapan fasilitas kesehatan, optimalisasi nakes serta percepatan vaksinasi,” tegas Sukamta.
Sukamta menambahkan kondisi nyata di lapangan masyarakat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan kegawatdaruratan yang memadai. Akibatnya, kematian banyak terjadi ketika masyarakat sedang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Kematian di rumah sakit juga meningkat akibat pasien datang ke rumah sakit dengan kondisi kritis dan butuh penanganan segera namun penanganan tidak bisa dilakukan secara maksmial karena jumlah ruang ICU tidak mencukupi, kekurangan pasokan oksigen, tenaga nakes terbatas.
Baca Juga
"Fakta lainnya, masyarakat kesulitan membeli obat-obatan khusus COVID-19 dan kalaupun ada jumlahnya terbatas dan harganya mahal," pungkas Sukamta.
(kri)