Legislator PKS Desak Sanksi Denda bagi Penolak Vaksin Dicabut
loading...
A
A
A
Di antaranya sebanyak 49% karena alasan khawatir efek samping. Kemudian sebanyak 35% dengan alasan menunggu dan melihat situasi aman, sementara sekitar 7% dengan alasan bertentangan dengan kepercayaan atau agama.
Dia meyakini, sejatinya tidak ada masyarakat yang menginginkan dirinya rentan terhadap virus Covid-19. Apalagi dalam syariat, vaksinasi adalah bagian dari ikhtiar seorang muslim untuk Hifzun Nafs atau menjaga jiwa.
Dirinya juga menyarankan supaya Perpres tersebut dicabut dan meminta pemerintah berfokus pada strategi edukasi yang masif. Artinya, lanjut dia, akar permasalahan bukan terletak pada faktor keengganan masyarakat untuk divaksin, tetapi sejauh mana efektivitas pemerintah dalam mendialogkan duduk perkara dengan masyarakat.
"Mengkomunikasikan pesan soal manfaat dan kepastian vaksin, serta meluruskan kabar hoax soal vaksin di tengah masyarakat. Ini adalah cara-cara humanis untuk membangkitkan kesadaran publik tanpa harus membuat mereka benci dengan program baik pemerintah,” tuturnya.
Lebih lanjut dia melanjutkan, untuk memastikan niat baik pemerintah ini bisa sampai dengan utuh hingga ke masyarakat akar rumput, butuh kerja kolosal yang melibatkan banyak pihak. Misalnya tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Tokoh agama atau masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah, menurutnya, perlu dirangkul oleh pemerintah untuk bekerjasama memberikan edukasi kepada masyarakat. Dia melanjutkan, perlu dipastikan bahwa para tokoh agama atau masyarakat tidak hanya dilihat sebagai objek penerima vaksin semata.
"Tetapi sebagai subjek berdaya yang bisa menyukseskan upaya percepatan vaksinasi dengan menjadi bagian tim khusus penyuluh vaksin di bawah supervisi otoritas kesehatan setempat,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga menyoroti persoalan terkait manajemen penyelenggaraan vaksinasi massal di sejumlah tempat yang lemah secara tata kelola. Beberapa penyelenggara terbukti gagal mengantisipasi kerumunan yang ditimbulkan akibat antrian yang membludak. Alhasil, usaha vaksinasi menjadi kontradiktif dengan tujuan utamanya.
“Demi menghindari kerumunan dan percepatan vaksinasi, sebaiknya setiap penyelenggaraan vaksinasi dilakukan dengan menggandeng layanan RT/RW. Alasannya, pengondisian massa lebih mudah dilakukan. Kedua, sasaran lebih mudah teridentifikasi, khususnya bagi mereka yang masih ragu, bisa segera diedukasi oleh pengurus RT/RW setempat,” kata Ketua DPP PKS ini.
Dia juga memperingatkan, upaya vaksinasi akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan upaya menekan mobilitas warga. Menurut dia, pemerintah semestinya tidak serba tanggung dalam meramu kebijakan untuk merespons kondisi aktual terkait pandemi.
Dia meyakini, sejatinya tidak ada masyarakat yang menginginkan dirinya rentan terhadap virus Covid-19. Apalagi dalam syariat, vaksinasi adalah bagian dari ikhtiar seorang muslim untuk Hifzun Nafs atau menjaga jiwa.
Dirinya juga menyarankan supaya Perpres tersebut dicabut dan meminta pemerintah berfokus pada strategi edukasi yang masif. Artinya, lanjut dia, akar permasalahan bukan terletak pada faktor keengganan masyarakat untuk divaksin, tetapi sejauh mana efektivitas pemerintah dalam mendialogkan duduk perkara dengan masyarakat.
"Mengkomunikasikan pesan soal manfaat dan kepastian vaksin, serta meluruskan kabar hoax soal vaksin di tengah masyarakat. Ini adalah cara-cara humanis untuk membangkitkan kesadaran publik tanpa harus membuat mereka benci dengan program baik pemerintah,” tuturnya.
Lebih lanjut dia melanjutkan, untuk memastikan niat baik pemerintah ini bisa sampai dengan utuh hingga ke masyarakat akar rumput, butuh kerja kolosal yang melibatkan banyak pihak. Misalnya tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Tokoh agama atau masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah, menurutnya, perlu dirangkul oleh pemerintah untuk bekerjasama memberikan edukasi kepada masyarakat. Dia melanjutkan, perlu dipastikan bahwa para tokoh agama atau masyarakat tidak hanya dilihat sebagai objek penerima vaksin semata.
"Tetapi sebagai subjek berdaya yang bisa menyukseskan upaya percepatan vaksinasi dengan menjadi bagian tim khusus penyuluh vaksin di bawah supervisi otoritas kesehatan setempat,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga menyoroti persoalan terkait manajemen penyelenggaraan vaksinasi massal di sejumlah tempat yang lemah secara tata kelola. Beberapa penyelenggara terbukti gagal mengantisipasi kerumunan yang ditimbulkan akibat antrian yang membludak. Alhasil, usaha vaksinasi menjadi kontradiktif dengan tujuan utamanya.
“Demi menghindari kerumunan dan percepatan vaksinasi, sebaiknya setiap penyelenggaraan vaksinasi dilakukan dengan menggandeng layanan RT/RW. Alasannya, pengondisian massa lebih mudah dilakukan. Kedua, sasaran lebih mudah teridentifikasi, khususnya bagi mereka yang masih ragu, bisa segera diedukasi oleh pengurus RT/RW setempat,” kata Ketua DPP PKS ini.
Dia juga memperingatkan, upaya vaksinasi akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan upaya menekan mobilitas warga. Menurut dia, pemerintah semestinya tidak serba tanggung dalam meramu kebijakan untuk merespons kondisi aktual terkait pandemi.