Vaksinasi 1- 2 Juta Sehari

Kamis, 01 Juli 2021 - 08:41 WIB
loading...
Vaksinasi 1- 2 Juta Sehari
Tjandra Yoga Aditama. FOTO/Istimewa
A A A
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI,
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Terus terang kita amat prihatin dengan lonjakan luar biasa kasus Covid-19 sekarang ini. Kasus baru per hari pernah 2.385 orang di pertengahan Mei 2021, dan dalam hitungan satu bulan saja melonjak sembilan kali lipat (hampir 10 kali lipat) menjadi 21.342 pada 27 Juni 2021.

Kita lihat rumah sakit penuh bahkan sampai sudah membuka tenda darurat, lahan pemakaman juga makin penuh serta makin banyaknya petugas kesehatan yang jatuh sakit, serta berbagai kejadian menyedihkan lainnya. Sambil tentunya sedang dilakukan upaya keras untuk mengendalikan keadaan--salah satu hal utama yang diperlukan adalah pembatasan sosial yang jauh lebih ketat lagi--ada berita yang cukup melegakan, yaitu tentang capaian vaksinasi yang sudah lebih dari 1 juta sehari.

Sindonews.com 27 Juni 2021 menuliskan “Rekor Baru! Vaksinasi Covid-19 Nasional Sentuh 1,3 Juta Per Hari”. Ini tentu hal yang patut diapresiasi dan harus terus dilanjutkan serta ditingkatkan. Untuk menunjang keberlangsungan suksesnya program vaksinasi ini maka ada setidaknya empat hal yang patut jadi perhatian.

Ketersediaan vaksin
Pertama tentu adalah jaminan ketersediaan vaksin. Kita sudah tahu sejak awal bahwa jumlah vaksin yang tersedia tidaklah sepadan dengan jumlah penduduk dunia yang membutuhkannya.

Di pihak lain, ada beberapa negara tertentu yang terus mengejar tingginya cakupan vaksinasi di negaranya tetapi di sisi lain cukup banyak juga negara di dunia yang cakupan vaksinasinya masih amat rendah karena tidak kebagian vaksin dalam jumlah yang cukup. Sebenarnya setidaknya empat sumber suatu negara untuk dapat memperoleh vaksin Covid-19.

Pertama tentu negara membeli langsung dari produsen vaksin. Hal ini bukan hanya tentang kebutuhan anggaran tetapi juga ketersediaan produksi vaksin di pasar internasional. Sumber vaksin ke dua bagi negara adalah kerja sama internasional melalui COVAX yang dikelola oleh WHO, UNICEF, Gavi the vaccine alliance dan CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations).

COVAX bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan dan produksi vaksin Covid-19 dan menjamin akses yang adil dan terjangkau untuk semua negara di dunia yang membutuhkannya. Saya sebagai salah satu dari 12 pakar internasional anggota “Independent Allocation Vaccine Group (IAVG) COVAX” pada 25 Juni 2021 bertemu secara virtual dengan pimpinan tertinggi WHO, yaitu Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Dr Tedros yang didampingi beberapa pimpinan organisasi itu. Dalam diskusi kami mengemuka masalah yang amat mendasar, yaitu ketimpangan vaksin antarnegara di dunia.

Dirjen WHO sangat menyayangkan bahwa tidak cukup ada komitmen politik pada negara-negara yang punya banyak vaksin untuk membaginya ke negara lain yang amat membutuhkan, antara lain lewat mekanisme COVAX ini. Dibicarakan bahwa ketimpangan kesempatan vaksin antara negara adalah masalah kemanusiaan dan membuat orang menjadi korban karena tidak mendapat vaksin yang diperlukannya.

Sumber vaksin ketiga adalah kemungkinan kerja sama bilateral antara satu negara dengan negara lainnya. Berita Sindonews.com 22 Juni 2021 menunjukkan salah satu contohnya, di mana berita itu berjudul “AS Bagi 500 Juta Vaksin Covid, Ini Daftar Negara Penerimanya, Ada Indonesia”.

Konon juga sebelum ini sudah ada kerja sama dengan pemerintahj Tiongkok tentang vaksin Sinovac. Diplomasi internasional tentu perlu terus dilakukan agar kemungkinan seperti ini dapat lebih luas lagi didapat. Sementara itu, sumber vaksin ke empat bagi suatu negara adalah tentu kalau negara itu sendiri dapat memproduksi vaksin di dalam negeri. Untuk kita maka harapannya agar vaksin Merah Putih akan dapat sukses dalam berbagai uji ilmiah yang dijalani dan dapat dimanfaatkan oleh rakyat kita nantinya.

Kemudahan vaksinasi dan penghitungan Herd Immunity
Hal ke dua yang perlu diperhatian dalam suksesnya program vaksinasi ke depan adalah kemudahan pemberian vaksinasi bagi masyarakat. Untuk ini kita amat apresiasi beberapa penyederhanaan prosedur dalam beberapa hari belakangan ini, seperti misalnya bisa langsung datang tanpa mendaftar, lokasi vaksinasi yang lebih banyak sehingga mudah dijangkau dan juga keterlibatan berbagai sektor, baik swasta maupun TNI/POLRI untuk menyelenggarakan vaksinasi di lapangan.

Kemudahan bagi masyarakat harus terus dipertahankan dan ditingkatkan. Dalam hal ini dapat disampaikan bahwa India sudah berhasil memvaksinasi 8 juta orang dalam satu hari. Kalau penduduk Indonesia katakanlah sekitar seperempat penduduk India maka target vaksinasi 2 juta atau setidaknya lebih dari 1 juta sehari memang sesuatu yang layak dicapai.

Hal ketiga yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan kesulitan vaksinasi pada kelompok masyarakat tertentu, setidaknya pada dua area. Ke satu adalah mereka yang tinggal di tempat terpencil dan kepulauan, yang akan perlu transportasi jalan kaki atau naik perahu beberapa jam mencapai lokasi vaksinasi. Perlu ada mekanisme khusus bagi warga kita di semua pelosok negeri agar sebanyak mungkin mendapat perlindungan terhadap Covid-19.

Kedua adalah kelompok masyarakat yang masih menolak divaksin karena berbagai alasannya. Untuk ini maka penyuluhan terus menerus perlu dilakukan, termasuk juga tentunya pendekatan melalui tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat.

Hal keempat yang juga perlu diantisipasi adalah perkembangan varian baru, baik yang sekarang tergolong “Variant of Concern” (VOC) dari WHO atau kalau nanti mungkin ada varian-varian lebih baru lagi, katakanlah contohnya adalah varian Delta Plus yang sekarang mulai meningkat di India. Dari berbagai VOC yang sudah ada di negara kita maka varian Deltalah yang paling banyak ditemukan, dan sudah dilaporkan ada di berbagai provinsi pula.

Pembahasan dunia tentang dampak varian Delta terhadap efikasi vaksin, masih terus bergulir dari waktu ke waktu sesuai hasil penelitian yang ada. Data dari Inggris menunjukkan ada sedikit penurunaan efektivitas vaksin Pfizer BioNTech dan AstraZeneca terhadap varian Delta. Data efikasi vaksin Pfizer BioNTech adalah 93.4% terhadap varian Alfa dan 87.9% terhadap varian Delta. Angkanya untuk vaksin AstraZeneca adalah 66.1% terhadap Alfa dan juga sedikit lebih rendah (59.8%) terhadap Delta.

Penelitian lain yang dipublikasi di Jurnal internasional ternama Lancet menemukan adanya 5,8 kali penurunan netralisasi pada varian Delta yang diberi vaksin Pfizer, lebih tinggi dari penurunan netralisasi pada varian Alfa dan Beta yang sebesar 4,9 kali. Berdasar perkembangan penelitian sejauh ini maka secara umum dapat disampaikan bahwa pemberian vaksin dua kali memang masih dapat melindungi terhadap varian Delta, karena itu sangat dianjurkan agar kita semua dapat divaksin kalau memang sudah dapat gilirannya.

Satu hal lain yang juga perlu dapat perhatian adalah tentang berapa jumlah penduduk yang harus divaksin untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity”). Rumus perhitungannya melibatkan Ro (angka penularan di masyarakat) dan juga efektivitas vaksin.

Kalau Ro meningkat maka jumlah cakupan vaksinasi harus meningkat pula. Demikian pula kalau efektifitas vaksin berkurang maka jumlah penduduk yang harus divaksin juga harus bertambah pula. Kita belum tahu bagaimana persisnya dampak varian Delta terhadap angka penularan (Ro) di negara kita, dan juga bagaimana kemungkinan penurunan efektivitas vaksin kalau saja nanti varian Delta ini jadi makin tidak terkendali. Hal ini harus diantisipasi untuk kemungkinan menyesuaikan target jumlah yang harus divaksin di berbagai daerah di negara kita.

Pandemi Covid-19 masih merupakan masalah penting kita bersama. Vaksinasi adalah salah satu jalan cara penanggulangan yang amat penting, tapi memang harus dilakukan bersama-sama dengan protokol kesehatan 3 M (atau 5 M) serta program 3 T yang maksimal.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1360 seconds (0.1#10.140)