Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme Ancam Reformasi

Selasa, 26 Mei 2020 - 21:20 WIB
loading...
A A A
Masih menurut Syafiq, terorisme diletakkan dalam koridor criminal justice system dimana penegakkan hukumnya harus mengacu kepada kerangka due process of law dalam KUHAP yang menghormati Hak Asasi Manusia. “Sementara pola penanganan yang koersif serta mengesampingkan hak asasi manusia cenderung menimbulkan perlawanan yang semakin keras dari kelompok teroris tersebut,” urainya.

Persoalan berikutnya dari rancangan perpres tersebut, menurut dia, muncul dari sisi peraturan perundang-undangan, secara substansi rancangan perpres tersebut ingin menggeser pola penanganan terorisme dalam negeri dari criminal justice system ke war model.

“Rancangan perpres tersebut juga dapat bertentangan dengan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 yang menjelaskan bahwa pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia. Sementara pelibatan TNI dalam penanganan terorisme dalam negeri melalui fungsi penangkalan, penindakan dan pemulihan dalam pasal 2 rancangan perpres memungkinkan adanya pola penanganan bercorak war model yang akan bertentangan dengan konsep negara demokrasi yaitu menjunjung tinggi hak asasi manusia,” bebernya.

Dalam Pasal 2 tersebut, diingatkan Syafiq terjadi tumpang tindih kewenangan pemulihan yang dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kewenangan penindakan yang dimiliki oleh Kepolisian. Sedangkan dalam Pasal 3 terdapat keleluasaan kewenangan TNI dengan tidak adanya penjelasan tentang operasi lainnya. Hal ini dapat menjadikan TNI memiliki keterlibatan dalam penanganan tindak pidana terorisme dalam negeri yang bisa menciderai hak-hak sipil tanpa ada mekanisme akuntabilitas yang jelas.

Senada, Sekretaris Umum HMI Komisariat Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Daniel Alexander Siagian memandang adanya Pasal 7 dalam Rancangan Perpres juga dinilai bertentangan dengan Pasal 43 UU No. 5 Tahun 2018 yang menjelaskan, upaya pencegahan merupakan tugas dari BNPT

“Hal ini rentan menimbulkan konflik kewenangan antara BNPT dan TNI dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme. Dalam Pasal 9 rancangan perpres juga berpotensi akan merusak mekanisme criminal justice system dan dapat menimbulkan terjadinya peningkatan pelanggaran hak asasi manusia. Hal tersebut dapat terjadi karena TNI mendapatkan kewenangan penindakan di dalam negeri dengan dalih adanya ancaman terorisme terhadap presiden, objek vital dan lain sebagainya tanpa ada ukuran situasi yang pasti dan jelas untuk melibatkan TNI,” kata Daniel.
(cip)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1641 seconds (0.1#10.140)