Legislator PKS Nilai Dehabibienisasi Perlu Dihindarkan
loading...
A
A
A
Dia menilai lemerintah perlu menghitung ulang dengan cermat untung-rugi peleburan kelembagaan Ristek ini. Apalagi amanat UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek adalah agar BRIN mengintegrasikan riset dan inovasi nasional dengan mengarahkan dan menyinergikan secara nasional terutama penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya Iptek lainnya, bukan untuk melebur seluruh lembaga riset.
Di sisi lain peleburan BATAN dan LAPAN, secara langsung menabrak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Karena kedua lembaga ini bukan sekadar lembaga litbang, namun lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk menjalankan urusan pemerintah di bidang Ketenaganukliran dan Keantariksaan.
"Terakhir adalah terkait aturan Ketua Dewan Pengarah BRIN dari BPIP. Logika ketentuan ini kurang masuk. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri," kata mantan Sesmen di Kemenristek era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Sebagai mantan peneliti, Mulyanto mengaku dapat merasakan kegelisahan para pihak terkait wacana politisasi Ristek ini. "Sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi. BRIN adalah lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis," ucapnya.
Dia merasakan dengan makin banyaknya jejak-jejak karya Pak Habibie yang dihapus seperti: Kemenristek, DRN (Dewan Riset Nasional), BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis), DSN (Dewan Standarisasi Nasional), dimuseumkannya N-250 si Gatot Kaca dan sebentar lagi BPPT dan LPNK Ristek, terkesan ada dehabibienisasi. "Kalau benar maka sikap ini tidak sehat. Refleksi hari lahir Habibie ini penting agar kita selalu on the track dalam membangun bangsa yang berdaulat, bangsa inovasi (innovation nation)," pungkasnya.
Di sisi lain peleburan BATAN dan LAPAN, secara langsung menabrak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Karena kedua lembaga ini bukan sekadar lembaga litbang, namun lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk menjalankan urusan pemerintah di bidang Ketenaganukliran dan Keantariksaan.
"Terakhir adalah terkait aturan Ketua Dewan Pengarah BRIN dari BPIP. Logika ketentuan ini kurang masuk. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri," kata mantan Sesmen di Kemenristek era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Sebagai mantan peneliti, Mulyanto mengaku dapat merasakan kegelisahan para pihak terkait wacana politisasi Ristek ini. "Sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi. BRIN adalah lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis," ucapnya.
Dia merasakan dengan makin banyaknya jejak-jejak karya Pak Habibie yang dihapus seperti: Kemenristek, DRN (Dewan Riset Nasional), BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis), DSN (Dewan Standarisasi Nasional), dimuseumkannya N-250 si Gatot Kaca dan sebentar lagi BPPT dan LPNK Ristek, terkesan ada dehabibienisasi. "Kalau benar maka sikap ini tidak sehat. Refleksi hari lahir Habibie ini penting agar kita selalu on the track dalam membangun bangsa yang berdaulat, bangsa inovasi (innovation nation)," pungkasnya.
(cip)