Pasal Penghinaan Presiden, Wamenkumham: Itu Delik Aduan Bukan Delik Biasa

Senin, 14 Juni 2021 - 17:40 WIB
loading...
Pasal Penghinaan Presiden,...
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan bahwa pasal penghinaan presiden dalam RKUHP adalah delik aduan. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai ada kekeliruan pandangan publik mengenai pasal penghinaan presiden yang tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP ).

"Memang ada suara-suara yang mengatakan ini menghidupkan, membangkitkan kembali dari kubur pasal-pasal yang sudah dimatikan oleh MK. Ini adalah suatu kekeliruan," ujar Edward dalam diskusi publik RUU KUHP, Senin (14/6/2021).

Edward menjelaskan bahwa pasal yang dimatikan MK adalah delik biasa bukan delik aduan. "Padahal yang disusun oleh pemerintah dan DPR terkait penghinaan presiden ini adalah delik aduan," jelasnya.



Edward juga menanggapi adanya pendapat bahwa penghinaan terhadap presiden ini tidak perlu ada, cukup dimasukkan saja ke dalam pasal-pasal penghina atau pencemaran nama baik secara umum sebagaimana yang ada dalam Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP.

"Saya mengatakan begini, kalau pasal penghinaan terhadap presiden dihapus dan dimasukkan saja ke dalam Pasal penghinaan secara umum, maka hapuskan saja pasal-pasal tentang makar. Toh makar itu pembunuhan terhadap presiden dan wakil presiden. Mengapa kita tidak hapus saja dan masukkan ke dalam Pasal pembunuhan biasa, toh ada juga dalam KUHP," ungkapnya.

Edward menegaskan bahwa presiden adalah simbol negara. Presiden merupakan personifikasi dari suatu negara. "Masuk dalam suatu lambang kehormatan sehingga itu harus diatur secara khusus," tegasnya.

Padahal, kata Edward, materi mengenai KUHP di seluruh dunia hampir sama. Namun ada tiga hal yang membedakan, pertama mengenai delik politik.

"Kalau kita membuka KUHP kita, itu tidak ada bab yang berjudul delik politik. Berbeda dengan Prancis, ada delik politik," katanya.



Hal yang kedua yakni antara satu negara lain berbeda itu adalah kejahatan terhadap kesusilaan. Di KUHP China, kata Edward, tidak ada satu bab pun yang tertulis mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.

"Dan Ketiga adalah soal penghinaan atau pencemaran nama baik. Antara satu negara dengan negara lain berbeda," imbuhnya.

Maka dari itu, dirinya berharap bahwa mengenai pasal penghinaan terhadap presiden, masyarakat diminta tidak serta-merta membandingkan dengan negara lain.

"Kita sedang membuat KUHP Indonesia yang multi-culture, multi-religi, multi-etnis, bukan KUHP Perancis, KUHP Amerika dan lain sebagainya, sehingga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia," pungkasnya.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1437 seconds (0.1#10.140)