Pasal Penghinaan Presiden Dihidupkan Kembali, Komisi III DPR Masih Tunggu Draf

Rabu, 09 Juni 2021 - 16:54 WIB
loading...
Pasal Penghinaan Presiden Dihidupkan Kembali, Komisi III DPR Masih Tunggu Draf
Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni mengatakan pihaknya masih menunggu draf RUU KUHP dibawa ke DPR oleh pemerintah agar bisa dibahas pasal-per pasalnya dengan sejelas-jelasnya. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dimasukannya kembali pasal penghinaan presiden dan wakil presiden (wapres) dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menimbulkan polemik di masyarakat. Padahal, pasal tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) saat dikomandoi oleh Mahfud MD.

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, Komisi III DPR sendiri masih menunggu draf RUU KUHP dibawa ke DPR oleh pemerintah agar bisa dibahas pasal-per pasalnya dengan sejelas-jelasnya. Karena, RUU KUHP ini merupakan carry over dari periode sebelumnya. Mengenai pasal-pasalnya akan dibahas bersama secara detail.

"Kemudian, draf baru tersebut belum resmi ya karena belum dibawa ke DPR. Nah nanti pasal ini akan dibahas dan jadi perhatian kita bersama, bahwa perlu penjabaran yang lebih mendetail terkait poin-poin penghinaan yang akan dikenakan hukuman atau dilarang, supaya pasal ini clear dan tentunya tidak menjadi pasal karet," ujar Sahroni di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/6/2021).

Bendahara Umum Partai Nasdem ini menjelaskan pasal tersebut tidak mengurangi kebebasan berpendapat masyarakat karena melakukan penghinaan memang jelas dilarang.

"Yang dilarang itu adalah penghinaan, karena menghina kepada siapapun tentu dilarang. Siapapun yang melakukan penghinaan secara langsung ataupun terbuka melalui media sosial jelas perilaku yang salah dan patut ada payung hukumnya," jelasnya.

Namun, dia juga berharap, pasal ini dapat diterapkan untuk semua lapisan masyarakat bukan hanya presiden saja. Sehingga, semua mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum.

"Kalau saya sih maunya pasal ini nanti tidak hanya diterapkan untuk Presiden ataupun DPR saja, tapi diterapkan untuk semua warga negara. Jadi jika ada yang mendapat perilaku penghinaan sudah ada aturannya yang jelas," tandas Sahroni.

Oleh karena itu, Sahroni memastikan bahwa masyarakat tetap diperbolehkan memberi kritik terhadap kinerja pemerintah seluas-luasnya asalkan tidak menyingung SARA, fisik, atau tidak sesuai fakta (hoaks).

"Jadi siapa pun tetap bisa menyampaikan kritikannya terhadap pemerintah karena kritikan itu sikapnya membangun. Jadi itu bebas saja, selama tidak masuk ke ranah penghinaan apalagi sudah bersifat hoaks," tegas Sahroni.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2777 seconds (0.1#10.140)