Kenapa Persetujuan EUL WHO Terhadap Sinovac Baru Keluar? Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Organisasi kesehatan dunia (WHO) baru-baru ini telah resmi mengeluarkan emergency use listing (EUL) atau izin penggunaan darurat untuk vaksin Corona Sinovac. Terkait hal tersebut, Direktur WHO Asia Tenggara 2018 - 2020, Tjandra Yoga Aditama memaparkan beberapa alasan WHO mengambil waktu lama untuk mengeluarkan EUL untuk vaksin Sinovac itu.
"Perusahaan vaksin akan mendaftar dulu ke WHO untuk mendapat EUL," ujar Tjandra, Kamis (3/6/2021).
Selanjutnya, kata dia, ada analisa ilmiah mendalam dari Strategic Advisory Group of Expert (SAGE) on Immunization, suatu badan independen yang membantu WHO dari sudut kepakaran ilmiahnya. "Sesudah ada lampu hijau dari SAGE, maka akan dianalisa lebih lanjut oleh WHO, dalam hal ini Department of Registrattion and Prequalification," jelasnya.
Dia mengatakan, WHO, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, dan European Medicines Agency (EMA) Eropa sejak awal menggunakan cut off di atas 50% untuk persetujuan efikasi vaksin Covid-19. "Kalau dibaca lengkap maka persetujuan WHO menyebutkan hasil penelitian fase 3 skala besar di Brazil menunjukkan efikasi 51% mencegah Covid-19 bergejala, juga efikasi 100% mencegah Covid-19 berat dan 100% terhadap perawatan di rumah sakit, tentu sesudah disuntik dua kali. Juga dituliskan data penelitian di Indonesia dengan efikasi 65.3% dan di Turki yang 83.5% terhadap Covid-19 yang bergejala," katanya.
Dia melanjutkan, juga disebutkan hasil penelitian pendahuluan pascapenggunaan di Chili dengan melibatkan sekitar 2,5 juta orang dengan perkiraan efektivitas 67% terhadap Covid-19 yang bergejala, 85% terhadap kemungkinan dirawat di rumah sakit dan 80% terhadap kemungkinan Kematian. "Disampaikan juga hasil penelitian pendahuluan di Manaus, Brazil dimana ada varian baru P 1, yang memperkirakan efektifitas 49.6% saesudah setidaknya disuntik satu kali," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak dari persetujuan EUL WHO terhadap vaksin Sinovac akan dapat digunakan dalam bantuan internasional multilateral, seperti Covax Facility atau Fasilitas Covax. Adapun Covax Facility merupakan program bersama untuk mendukung akses penanggulangan Covid-19 melalui kolaborasi mempercepat penelitian, produksi, dan akses yang setara atas vaksin Covid-19.
"Kebetulan saya sebagai anggota IAVG (Independent Allocation of Vaccines Group, red) dapat undangan Jumat malam ini untuk rapat COVAX yang memang menyediakan vaksin bagi negara-negara yang membutuhkannya. EUL dari WHO dapat memberi bukti-bukti ilmiah yang cukup lengkap tentang vaksin itu, dan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bakau sebuah negara akan mengeluarkan Emergemcy Use of Authorization (EUA) untuk penggunaannya dinegaranya masing-masing," pungkasnya.
"Perusahaan vaksin akan mendaftar dulu ke WHO untuk mendapat EUL," ujar Tjandra, Kamis (3/6/2021).
Selanjutnya, kata dia, ada analisa ilmiah mendalam dari Strategic Advisory Group of Expert (SAGE) on Immunization, suatu badan independen yang membantu WHO dari sudut kepakaran ilmiahnya. "Sesudah ada lampu hijau dari SAGE, maka akan dianalisa lebih lanjut oleh WHO, dalam hal ini Department of Registrattion and Prequalification," jelasnya.
Baca Juga
Dia mengatakan, WHO, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, dan European Medicines Agency (EMA) Eropa sejak awal menggunakan cut off di atas 50% untuk persetujuan efikasi vaksin Covid-19. "Kalau dibaca lengkap maka persetujuan WHO menyebutkan hasil penelitian fase 3 skala besar di Brazil menunjukkan efikasi 51% mencegah Covid-19 bergejala, juga efikasi 100% mencegah Covid-19 berat dan 100% terhadap perawatan di rumah sakit, tentu sesudah disuntik dua kali. Juga dituliskan data penelitian di Indonesia dengan efikasi 65.3% dan di Turki yang 83.5% terhadap Covid-19 yang bergejala," katanya.
Dia melanjutkan, juga disebutkan hasil penelitian pendahuluan pascapenggunaan di Chili dengan melibatkan sekitar 2,5 juta orang dengan perkiraan efektivitas 67% terhadap Covid-19 yang bergejala, 85% terhadap kemungkinan dirawat di rumah sakit dan 80% terhadap kemungkinan Kematian. "Disampaikan juga hasil penelitian pendahuluan di Manaus, Brazil dimana ada varian baru P 1, yang memperkirakan efektifitas 49.6% saesudah setidaknya disuntik satu kali," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak dari persetujuan EUL WHO terhadap vaksin Sinovac akan dapat digunakan dalam bantuan internasional multilateral, seperti Covax Facility atau Fasilitas Covax. Adapun Covax Facility merupakan program bersama untuk mendukung akses penanggulangan Covid-19 melalui kolaborasi mempercepat penelitian, produksi, dan akses yang setara atas vaksin Covid-19.
"Kebetulan saya sebagai anggota IAVG (Independent Allocation of Vaccines Group, red) dapat undangan Jumat malam ini untuk rapat COVAX yang memang menyediakan vaksin bagi negara-negara yang membutuhkannya. EUL dari WHO dapat memberi bukti-bukti ilmiah yang cukup lengkap tentang vaksin itu, dan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bakau sebuah negara akan mengeluarkan Emergemcy Use of Authorization (EUA) untuk penggunaannya dinegaranya masing-masing," pungkasnya.
(cip)