DPR Minta Pemerintah Proaktif Soal Kepastian Kuota Haji 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuota haji Indonesia dan negara-negara lain untuk tahun 2021 ini masih belum mendapatkan kepastian dari Pemerintah Arab Saudi . Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan Emergency Use Listing (EUL) bagi vaksin Sinovac yang mana menjadi salah satu syarat haji, masih belum ada pengumuman resmi dari Arab Saudi mengenai kuota haji Indonesia.
"Pemerintah Arab Saudi belum mengumumkan kuota haji secara resmi diberikan kepada negara muslim yang akan memberangkatkan ibadah jadi. Termasuk persyaratan tentang vaksin, alokasi kuota bagi negara tersebut, kemudian prokes seperti apa," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
"Karena itu saya kira pemerintah harus proaktif untuk memastikan agar kepastian penyelenggaraan haji ini segera didapatkan informasinya," pintanya.
Apalagi, Ace melanjutkan waktunya tinggal 1,5 bulan lagi, beberapa negara pun sudah mengumumkan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji, seperti Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia karena tengah lockdown.
Namun demikian, dia meminta kepada pemerintah agar tetap harus memprioritaskan kesehatan para jamaah. Sehingga, kalaupun diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan ibadah haji, kesehatan jamaah harus dijamin termasuk juga protokol kesehatan selama di Arab Saudi.
"Mengacu pada tahun lalu 10 hari setelah Lebaran (Idul Fitri) kita sudah mengumumkan (tidak memberangkatkan jamaah haji), sekarang sudah 21 hari setelah Lebaran kita belum mengumumkan," jelasnya.
Adapun faktor lain yang menjadi parameter pemberian kuota haji, Ace menjelaskan bahwa itu menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi. Saat Arab Saudi membuka izin penerbangan terhadap 11 negara, hal itu tidak berkaitan dengan haji.
Jika kuota haji ini dikaitkan dengan penanganan COVID-19, lanjut Ace, Amerika Serikat (AS) juga tidak begitu baik penanganan COVID-19, Inggris pun tempat di mana varian baru COVID-19 ditemukan, begitu juga Italia.
"Saya mengambil contoh itu. Jadi karena itu kita tidak bisa mengukur bahwa kebijakan tentang itu dikaitkan dengam penanganan COVID-19. Jadi karena itu kita tidak bisa mengukur bahwa kebijakan tentang itu dikaitkan dengan penanganan COVID-19," tutup Ace.
"Pemerintah Arab Saudi belum mengumumkan kuota haji secara resmi diberikan kepada negara muslim yang akan memberangkatkan ibadah jadi. Termasuk persyaratan tentang vaksin, alokasi kuota bagi negara tersebut, kemudian prokes seperti apa," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
"Karena itu saya kira pemerintah harus proaktif untuk memastikan agar kepastian penyelenggaraan haji ini segera didapatkan informasinya," pintanya.
Apalagi, Ace melanjutkan waktunya tinggal 1,5 bulan lagi, beberapa negara pun sudah mengumumkan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji, seperti Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia karena tengah lockdown.
Namun demikian, dia meminta kepada pemerintah agar tetap harus memprioritaskan kesehatan para jamaah. Sehingga, kalaupun diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan ibadah haji, kesehatan jamaah harus dijamin termasuk juga protokol kesehatan selama di Arab Saudi.
"Mengacu pada tahun lalu 10 hari setelah Lebaran (Idul Fitri) kita sudah mengumumkan (tidak memberangkatkan jamaah haji), sekarang sudah 21 hari setelah Lebaran kita belum mengumumkan," jelasnya.
Adapun faktor lain yang menjadi parameter pemberian kuota haji, Ace menjelaskan bahwa itu menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi. Saat Arab Saudi membuka izin penerbangan terhadap 11 negara, hal itu tidak berkaitan dengan haji.
Jika kuota haji ini dikaitkan dengan penanganan COVID-19, lanjut Ace, Amerika Serikat (AS) juga tidak begitu baik penanganan COVID-19, Inggris pun tempat di mana varian baru COVID-19 ditemukan, begitu juga Italia.
"Saya mengambil contoh itu. Jadi karena itu kita tidak bisa mengukur bahwa kebijakan tentang itu dikaitkan dengam penanganan COVID-19. Jadi karena itu kita tidak bisa mengukur bahwa kebijakan tentang itu dikaitkan dengan penanganan COVID-19," tutup Ace.
(kri)