Koalisi PDIP-Gerindra di Pilpres 2024 Sudah Kawin Gantung, Tinggal Tunggu Peresmian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari memprediksi koalisi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) dan Partai Gerindra di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 akan terjadi. Koalisi antara partai politik yang dipimpin Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto itu diyakini hanya menunggu waktu peresmian untuk mengokohkannya.
"Menurut saya hampir pasti, PDIP ini berkoalisi dengan Gerindra, bahkan istilahnya PDIP dengan Gerindra ini sudah kawin gantung begitu, tinggal menunggu peresmiannya saja pada tahun 2024 yang akan datang," kata Qodari, Jumat (28/5/2021).
Dia berpendapat, ada tiga faktor yang mempengaruhi kepastian koalisi PDIP dan Gerindra di Pilpres 2024 itu. Pertama, kedua partai politik itu sama-sama mengusung ideologi nasionalis-proteksionis.
Baca juga: PDIP-Gerindra Sadar Elektabilitas Prabowo-Puan Perlu Diperkuat
"Itu istilah saya untuk menggambarkan suatu spektrum ideologi yang nasionalis yang berusaha memproteksi kalangan kelas menengah ke bawah, berbeda dengan nasionalis pro kapital atau pasar bebas," ujarnya.
Sedangkan faktor yang kedua, mengenai hubungan sejarah. Hubungan pribadi antara Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri telah dijalin lama alias mempunyai sejarah panjang.
"Hubungan kesejarahannya panjang, kepulangan Pak Prabowo ke Indonesia itu ada peran Ibu Mega dan Pak Taufik Kiemas almarhum dan menurut saya itu tidak bisa dilupakan dan tidak mungkin dilupakan," tuturnya.
Sedangkan faktor yang ketiga adalah kedekatan pribadi antara Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kendati dua kali head to head dalam Pilpres, keduanya sangat dekat dan saling membantu satu sama lain ketika dibutuhkan.
Baca juga: Duet Prabowo-PDIP Realisasi Perjanjian Batu Tulis yang Tertunda?
"Nah ini tiga variabel yang menyebabkan koalisi PDIP dengan Gerindra itu hampir pasti," ujar Qodari.
Di samping itu, dia menilai ada beberapa opsi formasi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden jika PDIP dan Gerindra resmi berkoalisi nantinya. Jika terjadi amendemen UUD 1945, maka Jokowi akan maju lagi menjadi Capres didampingi Prabowo sebagai Cawapresnya.
"Jadi Jokowi-Prabowo menuju 2024 yang akan datang dan kemungkinannya akan melawan kotak kosong karena kalau Jokowi dan Prabowo bergabung, maka kemungkinan partai politik yang tersisa tidak bisa memenuhi syarat 20% pengajuan calon," ujar Qodari yang juga deklarator pasangan Jokowi-Prabowo 2024 itu.
Namun, jika amendemen UUD 1945 tidak terjadi, maka sosok Prabowo Subianto bakal dijadikan sebagai Capres yang dipasangkan dengan Cawapres dari PDIP.
"Opsi yang paling mungkin saat ini adalah Puan Maharani, tetapi belum tahu ya, karena perjalanan politik menuju pendaftaran calon bulan Juni 2023 masih dua tahun lagi. Yang jelas bukan dengan Ganjar Pranowo karena Ganjar sudah dianggap offside dan bertentangan dengan PDIP Pusat," katanya.
"Menurut saya hampir pasti, PDIP ini berkoalisi dengan Gerindra, bahkan istilahnya PDIP dengan Gerindra ini sudah kawin gantung begitu, tinggal menunggu peresmiannya saja pada tahun 2024 yang akan datang," kata Qodari, Jumat (28/5/2021).
Dia berpendapat, ada tiga faktor yang mempengaruhi kepastian koalisi PDIP dan Gerindra di Pilpres 2024 itu. Pertama, kedua partai politik itu sama-sama mengusung ideologi nasionalis-proteksionis.
Baca juga: PDIP-Gerindra Sadar Elektabilitas Prabowo-Puan Perlu Diperkuat
"Itu istilah saya untuk menggambarkan suatu spektrum ideologi yang nasionalis yang berusaha memproteksi kalangan kelas menengah ke bawah, berbeda dengan nasionalis pro kapital atau pasar bebas," ujarnya.
Sedangkan faktor yang kedua, mengenai hubungan sejarah. Hubungan pribadi antara Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri telah dijalin lama alias mempunyai sejarah panjang.
"Hubungan kesejarahannya panjang, kepulangan Pak Prabowo ke Indonesia itu ada peran Ibu Mega dan Pak Taufik Kiemas almarhum dan menurut saya itu tidak bisa dilupakan dan tidak mungkin dilupakan," tuturnya.
Sedangkan faktor yang ketiga adalah kedekatan pribadi antara Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kendati dua kali head to head dalam Pilpres, keduanya sangat dekat dan saling membantu satu sama lain ketika dibutuhkan.
Baca juga: Duet Prabowo-PDIP Realisasi Perjanjian Batu Tulis yang Tertunda?
"Nah ini tiga variabel yang menyebabkan koalisi PDIP dengan Gerindra itu hampir pasti," ujar Qodari.
Di samping itu, dia menilai ada beberapa opsi formasi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden jika PDIP dan Gerindra resmi berkoalisi nantinya. Jika terjadi amendemen UUD 1945, maka Jokowi akan maju lagi menjadi Capres didampingi Prabowo sebagai Cawapresnya.
"Jadi Jokowi-Prabowo menuju 2024 yang akan datang dan kemungkinannya akan melawan kotak kosong karena kalau Jokowi dan Prabowo bergabung, maka kemungkinan partai politik yang tersisa tidak bisa memenuhi syarat 20% pengajuan calon," ujar Qodari yang juga deklarator pasangan Jokowi-Prabowo 2024 itu.
Namun, jika amendemen UUD 1945 tidak terjadi, maka sosok Prabowo Subianto bakal dijadikan sebagai Capres yang dipasangkan dengan Cawapres dari PDIP.
"Opsi yang paling mungkin saat ini adalah Puan Maharani, tetapi belum tahu ya, karena perjalanan politik menuju pendaftaran calon bulan Juni 2023 masih dua tahun lagi. Yang jelas bukan dengan Ganjar Pranowo karena Ganjar sudah dianggap offside dan bertentangan dengan PDIP Pusat," katanya.
(abd)