Ahli Bahasa Sebut Cuitan Jumhur Hidayat Bentuk Keprihatinan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong, M Jumhur Hidayat , kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (24/5/2021) ini. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari kubu terdakwa, yakni ahli bahasa dari Universitas Pancasila, Yamin.
Menurut Yamin, dari aspek bahasa ada tiga kalimat dalam tweet Jumhur, yakni subjeknya buruh, predikatnya bersatu, dan tolak Omnibus Law yang menjadikan bangsa Indonesia kuli dan terjajah. Dari itu, pengertiannya yang ditolak di Omnibus Law itu adalah yang menjadikan bangsa kuli dan terjajah.
"Partikuler ada kata 'yang', jadi tidak seluruhnya Omnibus Law itu ditolak. Kecuali yang berpotensi membuat bangsa kuli dan terjajah," ujarnya kepada wartawan, Senin (24/5/2021).
Dia menerangkan, pernyataan itu bisa diuraikan atau dimaknai dengan keprihatinan atau sindiran penutur, hanya saja harus dikonfirmasi kepada terdakwa selaku penutur. Sebabnya, secara teks kalimatnya menyatakan demikian hingga agar lebih tepatnya bisa menggunakan pendekatan ekspresif pembaca atau sesuai bacaan masyarakat dalam teks tersebut untuk menganalisisnya.
"Kalau dilihat itu mungkin bentuknya keprihatinan beliau (terkait) pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law yang dikhawatirkan nanti hanya membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah. Nah ini harus dicek dahulu rumusan-rumusan pasalnya tuh makin menyejahterakan buruh atau tidak. Kalau tidak berarti si penutur berpandangan undang-undang itu potensial membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah," katanya.
Sementara, penasihat hukum Jumhur dari LBH Jakarta, Oky Wiratama mengatakan, dalam sidang, ahli meringankan yang dihadirkan pihaknya itu menjelaskan tentang pendekatan secara gramatikal dan objektif dalam menganalisis pernyataan Jumhur. Dari pendekatan tersebut, diketahui bahwa postingan Jumhur itu tak semuanya memiliki sisi negatif.
"Dari kalimat postingan Pak Jumhur ini, beliau (Ahli Bahasa) mengatakan kalimat tersebut (pernyataan Jumhur) kalimat partikular, yakni ada kalimat "yang" dan maknanya tidak semua berarti Omnibus Law itu menurut ahli bahasa tidak semua buruk, intinya seperti itu karena kan spesifik," ujarnya pada wartawan seusai sidang, Senin (24/5/2021).
Khususnya, kata dia, terkait pernyataan 'buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan bangsa kuli dan penjajah'. Selain itu, setiap kalimat, khususnya terkait postingan Jumhur harus dilihat berdasarkan tiga aspek, yakni aspek konteks, konten, dan korteks.
"Jadi, kontennya seperti apa, apa yang melatarbelakangi seseorang akhirnya menulis kalimat tersebut dan ini hanya bisa dipahami oleh orang yang menulis itu sendiri. Tak bisa seorang ahli juga menafsirkannya terlalu jauh," tuturnya.
Sementara itu, Jumhur menambahkan, ada satu hal menarik dari pernyataan Ahli Bahasa dari UP itu terkait kata-kata "UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS". Artinya, perkataan itu bisa menimbulkan ketersinggungan, khususnya bagi investor primitif dan pengusaha rakus.
"Pertanyaan saya, jadinya saya masuk ke penjara ini berarti ada yang tersinggung, kan gitu kira-kira. Setahu saya di sini saya sedang melawan pemerintah atau melawan negara, kenapa negara harus tersinggung, gitu loh. Idealnya tak boleh tersinggung karena yang saya maksud itu pengusaha rakus, pengusaha primitif. Kalau pengusaha nggak primitif, rileks aja, kira-kira gitu lah," katanya.
Menurut Yamin, dari aspek bahasa ada tiga kalimat dalam tweet Jumhur, yakni subjeknya buruh, predikatnya bersatu, dan tolak Omnibus Law yang menjadikan bangsa Indonesia kuli dan terjajah. Dari itu, pengertiannya yang ditolak di Omnibus Law itu adalah yang menjadikan bangsa kuli dan terjajah.
"Partikuler ada kata 'yang', jadi tidak seluruhnya Omnibus Law itu ditolak. Kecuali yang berpotensi membuat bangsa kuli dan terjajah," ujarnya kepada wartawan, Senin (24/5/2021).
Dia menerangkan, pernyataan itu bisa diuraikan atau dimaknai dengan keprihatinan atau sindiran penutur, hanya saja harus dikonfirmasi kepada terdakwa selaku penutur. Sebabnya, secara teks kalimatnya menyatakan demikian hingga agar lebih tepatnya bisa menggunakan pendekatan ekspresif pembaca atau sesuai bacaan masyarakat dalam teks tersebut untuk menganalisisnya.
"Kalau dilihat itu mungkin bentuknya keprihatinan beliau (terkait) pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law yang dikhawatirkan nanti hanya membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah. Nah ini harus dicek dahulu rumusan-rumusan pasalnya tuh makin menyejahterakan buruh atau tidak. Kalau tidak berarti si penutur berpandangan undang-undang itu potensial membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah," katanya.
Sementara, penasihat hukum Jumhur dari LBH Jakarta, Oky Wiratama mengatakan, dalam sidang, ahli meringankan yang dihadirkan pihaknya itu menjelaskan tentang pendekatan secara gramatikal dan objektif dalam menganalisis pernyataan Jumhur. Dari pendekatan tersebut, diketahui bahwa postingan Jumhur itu tak semuanya memiliki sisi negatif.
"Dari kalimat postingan Pak Jumhur ini, beliau (Ahli Bahasa) mengatakan kalimat tersebut (pernyataan Jumhur) kalimat partikular, yakni ada kalimat "yang" dan maknanya tidak semua berarti Omnibus Law itu menurut ahli bahasa tidak semua buruk, intinya seperti itu karena kan spesifik," ujarnya pada wartawan seusai sidang, Senin (24/5/2021).
Khususnya, kata dia, terkait pernyataan 'buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan bangsa kuli dan penjajah'. Selain itu, setiap kalimat, khususnya terkait postingan Jumhur harus dilihat berdasarkan tiga aspek, yakni aspek konteks, konten, dan korteks.
"Jadi, kontennya seperti apa, apa yang melatarbelakangi seseorang akhirnya menulis kalimat tersebut dan ini hanya bisa dipahami oleh orang yang menulis itu sendiri. Tak bisa seorang ahli juga menafsirkannya terlalu jauh," tuturnya.
Sementara itu, Jumhur menambahkan, ada satu hal menarik dari pernyataan Ahli Bahasa dari UP itu terkait kata-kata "UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS". Artinya, perkataan itu bisa menimbulkan ketersinggungan, khususnya bagi investor primitif dan pengusaha rakus.
"Pertanyaan saya, jadinya saya masuk ke penjara ini berarti ada yang tersinggung, kan gitu kira-kira. Setahu saya di sini saya sedang melawan pemerintah atau melawan negara, kenapa negara harus tersinggung, gitu loh. Idealnya tak boleh tersinggung karena yang saya maksud itu pengusaha rakus, pengusaha primitif. Kalau pengusaha nggak primitif, rileks aja, kira-kira gitu lah," katanya.
(zik)