Solusi Damai Palestina

Kamis, 20 Mei 2021 - 05:10 WIB
loading...
Solusi Damai Palestina
Andi Purwono
A A A
Andi Purwono
Dosen Hubungan Internasional FISIP, Wakil Rektor III Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang

SALING serang tentara Israel dengan kelompok Hamas Palestina di Gaza menciptakan nestapa panjang. Ribuan korban berjatuhan dan memicu keprihatinan. PBB telah menyerukan penghentian pertempuran serta beralih ke penyelesaian politik-diplomatik.

Konflik Palestina- Israel memang kompleks dan rumit. Kini ia telah menjadi pertikaian tertua pasca-Perang Dunia II meski banyak upaya perdamaian telah diupayakan. Bermula dari perebutan wilayah oleh bangsa Arab Palestina dan bangsa Yahudi Israel, konflik menjadi laten dan bermetamorfosa dengan bumbu historis, ideologis, serta campur tangan dan kepentingan pihak luar. Kombinasi faktor- faktor itu telah mengeraskan permusuhan, sekaligus memupus banyak upaya perdamaian.

Pihak Palestina berupaya memperjuangkan kemerdekaannya. Di sisi lain Israel juga berupaya menjaga keamanan wilayah dan warga negaranya. Kebijakan tidak populer Israel terkait perluasan wilayah permukiman Yahudi sering memicu konflik. Sebaliknya pejuang Palestina sering mengganggu keamanan Israel dengan serangan sporadisnya. Sayangnya Israel sering membalas dengan agresi yang melebihi proporsi. Lingkaran setan ini yang terus mempersulit solusi.

Meminjam pemikiran realisme politik internasional, kekuatan harus diimbangi dengan kekuatan (Burchill and Linklater: 1996). Agresi Israel hanya bisa dicegah dengan kekuatan lawan yang seimbang. Tanpa kekuatan yang mengimbangi, hanya tragedi yang akan terus terjadi.

Artinya, pihak Palestina harus memiliki kekuatan yang sama agar Israel tidak berani semena-mena. Hal itu bisa dilakukan dengan peningkatan kemampuan militer atau merangkul sekutu aliansi. Ini sejalan dengan adagium realisme politik internasional tentang keseimbangan kekuatan dan tentang persiapan berperang jika ingin aman.

Sayangnya, secara relasional dan struktural Palestina jauh tertinggal. Secara militer, Israel terlanjur menjadi kekuatan utama di Timur Tengah. Bahkan, diyakini ia menjadi satu- satunya negara kawasan yang memiliki senjata nuklir.

Palestina juga kesulitan menemukan kawan sejati aliansi. Negara- negara Arab yang turut terlibat dalam Perang Arab-Israel 1948, 1956, 1967, 1973, 1982 telah menanggalkan dukungan militernya. Praktis, posisi Palestina lemah.

Secara politik, Palestina juga lemah dan sendirian. Banyak negara Arab yang semula berperang melawan Israel kini bahkan memiliki hubungan diplomatik erat dengan Tel Aviv. Dimulai pengakuan Mesir atas Israel pada 1969 Pascaperang 1967, kepentingan nasional masing-masing membuat konstelasi politik berubah dinamis. Kini yang tersisa hanya solidaritas berwujud pernyataan diplomatik baik melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) maupun Liga Arab yang sering kali tidak efektif dan bergigi dalam implementasi.

Di sisi sebaliknya, Israel justru terus menikmati perlindungan Amerika, salah satu pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB. Belum lagi jika Inggris dan Prancis yang dalam Perang Arab-Israel dimasukkan dalam kalkulasi. Realitas ini membuat jomplang keseimbangan kekuatan militer dan diplomasi Palestina- Israel.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1235 seconds (0.1#10.140)