ICW Sebut Vonis Tindak Pidana Korupsi Sepanjang 2019 Masih Ringan

Minggu, 19 April 2020 - 23:01 WIB
loading...
ICW Sebut Vonis Tindak...
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan vonis pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) sepanjang 2019 masih ringan. Foto ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan vonis pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) sepanjang 2019 masih ringan. Dari hasil kajian yang dilakukan, rata-rata vonis terdakwa kasus korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

“Temuan ini hasil penelusuran kami dari putusan pengadilan. Artinya, hukuman terhadap terdakwa sangat ringan dan jauh dari komitmen antikorupsi,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat memberikan keterangan pers melalui konferensi video, Minggu (19/4/2020).

ICW mendata sebanyak 1.125 terdakwa tipikor yang disidangkan sepanjang 2019. Dari data itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui menjadi penuntut terhadap 137 terdakwa kasus tipikor. Sementara, jumlah terdakwa kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan sebanyak 911 orang.

Kurnia memaparkan, rata-rata vonis yang dijatuhkan pengadilan dengan KPK sebagai jaksa penuntut umum (JPU) adalah 4 tahun 1 bulan penjara, sedangkan Kejaksaan hanya 2 tahun 5 bulan.

Bila dibandingkan berdasarkan tingkat pengadilan, rata-rata vonis Pengadilan Tipikor sekitar 2 tahun 6 bulan. Jauh lebih ringan ketimbang vonis pengadilan tinggi (banding) sekitar 3 tahun 8 bulan dan Mahkamah Agung (MA) baik ditingkat kasasi maupun Pengajuan Kembali (PK) sekitar 3 tahun 8 bulan. “Jadi kalau diperkirakan, rata-rata vonis penjara yang diberikan hanya 2 tahun 7 bulan. Sangat ringan,” singgung dia.

Sepanjang 2019, sebanyak 842 terdakwa atau 82% dari total terdakwa, mendapat hukuman ringan di berbagai tingkat pengadilan. Persentase itu meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan 79%, meski jumlah terdakwa pada 2018 yang divonis ringan mencapai 918 orang.

Sementara, jumlah terdakwa yang divonis dengan masa hukuman di atas 10 tahun penjara tak ada perubahan. Terdakwa yang divonis hanya 9 orang atau 0,8%. “Vonis berat sangat kecil, hanya 0,8%. Ini harus dicermati, apakah kesalahan di penegak hukum dalam pembuktian dan surat dakwaan di awal persidangan,” ujar dia.

Selain itu, Kurnia menyebutkan dua putusan tipikor yang kontroversial sepanjang 2019. Putusan lepas Syafruddin Arsyad Tumenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang menjadi terdakwa dugaan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Obligor BLBI. Padahal, kerugian negara sangat besar dengan nilai mencapai Rp4,8 triliun. “Ini sudah kritik masyarakat ke KPK, tapi vonis dari majelis hakim malah vonis lepas. Tapi kami apresiasi karena KPK sedang ajukan PK terkait vonis tersebut di tingkat kasasi,” imbuh dia.

Putusan kontroversial lainnya yaitu vonis bebas terhadap eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, terdakwa dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1. Dia diduga terlibat dalam transaksi suap yang melibatkan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangkit listrik di Riau. “Hal ini menjadi catatan hitam dalam penegakkan hukum terhadap kasus korupsi sepanjang 2019. Ini adalah pekerjaan besar bagi para penegak hukum KPK, Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar Kurnia.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1385 seconds (0.1#10.140)