DPD Nilai BUMDes Belum Efektif Tingkatkan Ekonomi Desa
loading...
A
A
A
Sesuai arahan Menteri Desa, lanjut Abraham, BUMDes menjadi tulang punggung pembangunan desa di masa mendatang. Hal itu karena negara tidak mungkin terus meningkatkan jumlah kucuran dana desa karena kemampuan uang negara terbatas.
Maka untuk menambah penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes. Namun jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai tulang punggung pemasukan kas desa tidak akan tercapai.
“Pemerintah pusat maupun daerah perlu memberikan pelatihan yang lebih banyak lagi ke pengelolaan BUMDes. Supaya jiwa entrepreneurship (wirausaha) bisa muncul. Jika dilepas begitu saja, tanpa pelatihan dan pembinaan, kehadiran BUMDes nanti hanya untuk habis-habiskan dana desa,” jelas Abraham.
Dia menyebut saat ini, Komite I DPD RI sedang membahas perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam perubahaan itu, dirinya mengusulkan jenis usaha BUMDes perlu diperluas. Misalnya BUMDes bisa menyalurkan pupuk bersubsidi, pengecer BBM, penyalur beras dan berbagai kebutuhan dasar masyarakat desa.
Selama ini, monopoli penyaluran pupuk bagi petani dilakukan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Sementara BBM dimonopoli oleh Pertamina. Adapun beras dimonopoli oleh Depot Logistik (Dolog) Beras.
“Kami juga mengusulkan BUMDes dikelola pihak ketiga yang profesional. Atau menyertakan modal ke UKM yang sudah maju di daerah-daerah. Desa tinggal mendapatkan laba dari penyertaan modal tersebut,” tegas Abraham.
Dia optimistis jika dana desa dan BUMDes dikelola dengan baik, bisa mengurangi angka kemiskinan. Terutama untuk Provinsi NTT yang angka kemiskinannya menempati nomor tiga secara nasional. Pasalnya, sumber daya alam (SDA) di NTT masih tersedia cukup banyak. Misalnya ada sektor pertanian, perikanan, peternakan yang belum dimanfaatkan optimal.
Kemudian ada lahan tidur atau destinasi pariwisata yang tidak digarap dengan baik. Lahan-lahan itu bisa digarap untuk menunjang pariwisata premium yang telah ditetapkan pemerintah. Tinggal pemerintah membangun infrastruktur telekomunikasi agar destinasi-destinasi unik yang ada di pelosok-pelosok bisa digunakan. Baca juga: Dulu Desa Tertinggal, Wangisagara Kini Punya BUMDes Beromzet Rp30 Miliar
“BUMDes sebenarnya bisa sebagai kawah candradimuka dalam membangun perekonomian. Tinggal dikelola secara profesional agar bisa maju,” tutup Abraham.
Maka untuk menambah penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes. Namun jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai tulang punggung pemasukan kas desa tidak akan tercapai.
“Pemerintah pusat maupun daerah perlu memberikan pelatihan yang lebih banyak lagi ke pengelolaan BUMDes. Supaya jiwa entrepreneurship (wirausaha) bisa muncul. Jika dilepas begitu saja, tanpa pelatihan dan pembinaan, kehadiran BUMDes nanti hanya untuk habis-habiskan dana desa,” jelas Abraham.
Dia menyebut saat ini, Komite I DPD RI sedang membahas perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam perubahaan itu, dirinya mengusulkan jenis usaha BUMDes perlu diperluas. Misalnya BUMDes bisa menyalurkan pupuk bersubsidi, pengecer BBM, penyalur beras dan berbagai kebutuhan dasar masyarakat desa.
Selama ini, monopoli penyaluran pupuk bagi petani dilakukan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Sementara BBM dimonopoli oleh Pertamina. Adapun beras dimonopoli oleh Depot Logistik (Dolog) Beras.
“Kami juga mengusulkan BUMDes dikelola pihak ketiga yang profesional. Atau menyertakan modal ke UKM yang sudah maju di daerah-daerah. Desa tinggal mendapatkan laba dari penyertaan modal tersebut,” tegas Abraham.
Dia optimistis jika dana desa dan BUMDes dikelola dengan baik, bisa mengurangi angka kemiskinan. Terutama untuk Provinsi NTT yang angka kemiskinannya menempati nomor tiga secara nasional. Pasalnya, sumber daya alam (SDA) di NTT masih tersedia cukup banyak. Misalnya ada sektor pertanian, perikanan, peternakan yang belum dimanfaatkan optimal.
Kemudian ada lahan tidur atau destinasi pariwisata yang tidak digarap dengan baik. Lahan-lahan itu bisa digarap untuk menunjang pariwisata premium yang telah ditetapkan pemerintah. Tinggal pemerintah membangun infrastruktur telekomunikasi agar destinasi-destinasi unik yang ada di pelosok-pelosok bisa digunakan. Baca juga: Dulu Desa Tertinggal, Wangisagara Kini Punya BUMDes Beromzet Rp30 Miliar
“BUMDes sebenarnya bisa sebagai kawah candradimuka dalam membangun perekonomian. Tinggal dikelola secara profesional agar bisa maju,” tutup Abraham.
(kri)