PBNU Minta Polemik Salat Idul Fitri Dihentikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta semua pihak menyudahi polemik Salat Idul Fitri (Id) . Rais Syuriah PBNU, KH Ahmad Ishomuddin berpendapat bahwa Salat Id dalam hukum Islam merupakan sunah muakkad.
"Jadi bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang. Tetapi, boleh juga dilakukan di rumah-rumah. Nah kalau dilakukan secara jamaah, itu memang merupakan kesepakatan," ujar Ishomuddin, Selasa (11/5/2021).
"Tetapi kalau dikerjakan sendirian di rumah, menurut mazhab Imam Syafi'i itu juga sah," sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan karena bersifat tidak diwajibkan secara hukum Islam maka setiap orang harus mematuhi ketentuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag). Menurut dia, masyarakat di masa pandemi ini sebaiknya Salat Id di rumah untuk menjaga kesehatan agar tidak terinfeksi COVID-19.
"Jadi artinya masyarakat Indonesia wajib mematuhi imbauan Pemerintah Republik Indonesia. Karena itu merupakan ikhtiar, upaya, dan kerja sama untuk mengakhiri pandemi yang berdampak luas pada segala sektor kehidupan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah sektor ekonomi," tuturnya.
Dia melanjutkan jika masyarakat tidak patuh kepada pemerintah maka pandemi COVID-19 ini tidak akan segera berakhir. Kata dia, untuk jamaah di zona merah sebaiknya Salat Id dikerjakan di rumah.
"Kalau ada di zona kuning, kalau mau mengerjakannya harus betul-betul melaksanakan secara ketat protokol kesehatan. Karena banyak masyarakat yang kena COVID-19 akibat tidak jujur. Nah hal inilah, ketika dia menularkan ke orang lain itu merupakan kejahatan. Dan menurut pandangan agama merupakan sebuah dosa," jelasnya.
Adapun mengenai masih adanya polemik di wilayah zona merah, dia mengatakan agar warga harus mematuhi ketentuan pemerintah. "Masyarakat tidak perlu berpolemik. Taati saja pemerintah, taati para ulama. Dalam hal ini Kementerian Agama, Nahdlatul Ulama juga memerintah kita semua untuk menaati pemerintah," tandasnya.
Di sisi lain, dia juga meminta aparatur pemerintah terutama Satgas COVID-19 di daerah masing-masing untuk tidak bosan memberikan pemahaman terhadap masyarakat. "Termasuk semua para tokoh agama harus memiliki kesadaran bahwa COVID-19 ini bukan hanya di Indonesia tapi di semua negara. Dan apabila masyarakat tidak disiplin, kita akan terlalu lama di situasi pandemi. Dan ini akan merugikan masyarakat. Kalau masyarakat tidak percaya, ancamannya nyawa. Padahal nyawa itu harus dilindungi dalam semua ajaran agama," tegasnya.
Dari sisi pemerintah agar tidak menjadi polemik berkepanjangan, dia menyarankan agar komunikasi intens terus dilakukan termasuk memberikan tindakan tegas terhadap warga yang melanggar protokol kesehatan. "Pemerintah harus berani meyakinkan dan bertindak tegas kepada semua orang yang melakukan pelanggaran. Memberikan penjelasan yang terus menerus, tanpa bosan. Karena memang masih ada masyarakat yang tidak percaya," tutupnya.
"Jadi bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang. Tetapi, boleh juga dilakukan di rumah-rumah. Nah kalau dilakukan secara jamaah, itu memang merupakan kesepakatan," ujar Ishomuddin, Selasa (11/5/2021).
"Tetapi kalau dikerjakan sendirian di rumah, menurut mazhab Imam Syafi'i itu juga sah," sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan karena bersifat tidak diwajibkan secara hukum Islam maka setiap orang harus mematuhi ketentuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag). Menurut dia, masyarakat di masa pandemi ini sebaiknya Salat Id di rumah untuk menjaga kesehatan agar tidak terinfeksi COVID-19.
"Jadi artinya masyarakat Indonesia wajib mematuhi imbauan Pemerintah Republik Indonesia. Karena itu merupakan ikhtiar, upaya, dan kerja sama untuk mengakhiri pandemi yang berdampak luas pada segala sektor kehidupan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah sektor ekonomi," tuturnya.
Dia melanjutkan jika masyarakat tidak patuh kepada pemerintah maka pandemi COVID-19 ini tidak akan segera berakhir. Kata dia, untuk jamaah di zona merah sebaiknya Salat Id dikerjakan di rumah.
"Kalau ada di zona kuning, kalau mau mengerjakannya harus betul-betul melaksanakan secara ketat protokol kesehatan. Karena banyak masyarakat yang kena COVID-19 akibat tidak jujur. Nah hal inilah, ketika dia menularkan ke orang lain itu merupakan kejahatan. Dan menurut pandangan agama merupakan sebuah dosa," jelasnya.
Adapun mengenai masih adanya polemik di wilayah zona merah, dia mengatakan agar warga harus mematuhi ketentuan pemerintah. "Masyarakat tidak perlu berpolemik. Taati saja pemerintah, taati para ulama. Dalam hal ini Kementerian Agama, Nahdlatul Ulama juga memerintah kita semua untuk menaati pemerintah," tandasnya.
Di sisi lain, dia juga meminta aparatur pemerintah terutama Satgas COVID-19 di daerah masing-masing untuk tidak bosan memberikan pemahaman terhadap masyarakat. "Termasuk semua para tokoh agama harus memiliki kesadaran bahwa COVID-19 ini bukan hanya di Indonesia tapi di semua negara. Dan apabila masyarakat tidak disiplin, kita akan terlalu lama di situasi pandemi. Dan ini akan merugikan masyarakat. Kalau masyarakat tidak percaya, ancamannya nyawa. Padahal nyawa itu harus dilindungi dalam semua ajaran agama," tegasnya.
Dari sisi pemerintah agar tidak menjadi polemik berkepanjangan, dia menyarankan agar komunikasi intens terus dilakukan termasuk memberikan tindakan tegas terhadap warga yang melanggar protokol kesehatan. "Pemerintah harus berani meyakinkan dan bertindak tegas kepada semua orang yang melakukan pelanggaran. Memberikan penjelasan yang terus menerus, tanpa bosan. Karena memang masih ada masyarakat yang tidak percaya," tutupnya.
(kri)