Proper dan Pembiayaan Hijau
loading...
A
A
A
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Proper ) yang telah diterapkan sejak 1997 silam menjadi ajang yang ditunggu-tunggu oleh para pelaku usaha nasional. Bagaimana tidak, raihan peringkat Proper terbaik (emas) akan menjadi kebanggan tersendiri bagi perusahaan.
Proper merupakan program pembinaan terhadap perusahaan yang dimaksudkan untuk mendorong ketaatan pelaku usaha terhadap peraturan lingkungan hidup. Di samping itu, Proper juga untuk mendorong perusahaan agar menerapkan prinsip ekonomi hijau (green economy) yang dalam penilaiannya memperhatikan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Selain itu, dalam penerapan Proper perusahaan juga dituntut untuk bisa menerapkan 3R (reuse, reduce, recycle) limbah B3 dan limbah padat Non B3 serta mengurangi kesenjangan ekonomi dengan menerapkan program pemberdayaan masyarakat.
Diketahui, dalam pemeringkatan Proper, KLHK selaku penyelenggara menetapkan lima kriteria yakni emas, hijau, biru, merah dan hitam. Emas merupkan predikat tertinggi dan paling bergengsi karena diberikan kepada perusahaan yang mendapatkannya memenuhi kriteria pengelolaan dan pemberdayaan lingkungan terbaik. Sebaliknya hitam diberikan kepada perusahaan yang dinilai telah dengan sengaja melakukan perbuatan ataau kelalaian yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
Tahun ini, penilaian Proper akan memasuki babak baru. Ini setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) KLHK No 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper).
Pada Permen tersebut, salah satu poin perubahan yang disebutkan adalah adanya kriteria penilaian Life Cycle Assesment (LCA). Penilaian ini dipakai sebagai dasar penilaian beberapa kriteria, antara lain proses produksi, efisiensi energi, penurunan emisi, serta pengelolaan limbah.
Pihak Kementerian LHK menegaskan, dengan metode penilaian tersebut diharapkan ada inovasi terbaru sebagai pendekatan pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban sosialnya.
Terkait pengelolaan lingkungan yang menjadi titik berat penilaian Proper, Ketua Dewan Pertimbangan Proper KLHK Sudharto P Hadi pada sebuah diskusi secara virtual pekan lalu berpendapat bahwa pada prinsipnya pelaku bisnis yang terkait dengan lingkungan harus bisa melakukan sinergi. Intinya, sisi ekologi dan ekonomi bukan sebuah dikotomi sehingga perlu keselarasan antar-keduanya.
Perihal efisiensi, kata dia, misalnya saja bisa dihasilkan melalui efisiensi energi, penggunaan air dan lain-lain yang ramah lingkungan.
Sektor industri yang dijangkau Proper sangat beragam. Mulai dari industri makanan/minuman, pengolahan, manufaktur, perkebunan, pertambangan hingga pembangkit listrik. Bahkan, dengan pengelolaan yang baik, tidak sedikit perusahaan tambang yang memiliki stigma buruk terhadap lingkungan justru berhasil menggondol Proper. Peluang tersebut tetap ada apabila perusahaan tunduk dengan aturan yang ada.
Lebih jauh, Proper Emas yang merupakan rangking terbaik, juga bisa menjadi jaminan tersendiri bagi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan. Apalagi kini pemerintah gencar mengampanyakan green financing (pembiayaan hijau) yakni kredit bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki kriteria peduli dan mampu menjadi sahabat bagi lingkungan sekitar.
Kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan kepada perusahaan peraih Proper Emas ini layak dipertimbangkan karena pelaku usaha jelas-jelas sudah menerapkan model bisnis yang berkesinambungan dan berdampak pada pemberdayaan dan peduli pada lingkungan. Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan peraih Proper Emas berpeluang mendapatkan fasilitas bunga rendah karena berkontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.
Namun, untuk mendapatkan fasilitas ini tentu tidak mudah. Pelaku usaha harus benar-benar beyond acomply (melebihi ketentuan) dari sisi penanganan lingkungan hidup. Namun pertanyannya, sejauh mana lembaga kauangan bisa merealisasikan ini? Layak dinantikan bagaimana komitmen pemberi kredit maupun perusahaan dalam mewujudkannya.
Proper merupakan program pembinaan terhadap perusahaan yang dimaksudkan untuk mendorong ketaatan pelaku usaha terhadap peraturan lingkungan hidup. Di samping itu, Proper juga untuk mendorong perusahaan agar menerapkan prinsip ekonomi hijau (green economy) yang dalam penilaiannya memperhatikan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Selain itu, dalam penerapan Proper perusahaan juga dituntut untuk bisa menerapkan 3R (reuse, reduce, recycle) limbah B3 dan limbah padat Non B3 serta mengurangi kesenjangan ekonomi dengan menerapkan program pemberdayaan masyarakat.
Diketahui, dalam pemeringkatan Proper, KLHK selaku penyelenggara menetapkan lima kriteria yakni emas, hijau, biru, merah dan hitam. Emas merupkan predikat tertinggi dan paling bergengsi karena diberikan kepada perusahaan yang mendapatkannya memenuhi kriteria pengelolaan dan pemberdayaan lingkungan terbaik. Sebaliknya hitam diberikan kepada perusahaan yang dinilai telah dengan sengaja melakukan perbuatan ataau kelalaian yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
Tahun ini, penilaian Proper akan memasuki babak baru. Ini setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) KLHK No 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper).
Pada Permen tersebut, salah satu poin perubahan yang disebutkan adalah adanya kriteria penilaian Life Cycle Assesment (LCA). Penilaian ini dipakai sebagai dasar penilaian beberapa kriteria, antara lain proses produksi, efisiensi energi, penurunan emisi, serta pengelolaan limbah.
Pihak Kementerian LHK menegaskan, dengan metode penilaian tersebut diharapkan ada inovasi terbaru sebagai pendekatan pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban sosialnya.
Terkait pengelolaan lingkungan yang menjadi titik berat penilaian Proper, Ketua Dewan Pertimbangan Proper KLHK Sudharto P Hadi pada sebuah diskusi secara virtual pekan lalu berpendapat bahwa pada prinsipnya pelaku bisnis yang terkait dengan lingkungan harus bisa melakukan sinergi. Intinya, sisi ekologi dan ekonomi bukan sebuah dikotomi sehingga perlu keselarasan antar-keduanya.
Perihal efisiensi, kata dia, misalnya saja bisa dihasilkan melalui efisiensi energi, penggunaan air dan lain-lain yang ramah lingkungan.
Sektor industri yang dijangkau Proper sangat beragam. Mulai dari industri makanan/minuman, pengolahan, manufaktur, perkebunan, pertambangan hingga pembangkit listrik. Bahkan, dengan pengelolaan yang baik, tidak sedikit perusahaan tambang yang memiliki stigma buruk terhadap lingkungan justru berhasil menggondol Proper. Peluang tersebut tetap ada apabila perusahaan tunduk dengan aturan yang ada.
Lebih jauh, Proper Emas yang merupakan rangking terbaik, juga bisa menjadi jaminan tersendiri bagi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan. Apalagi kini pemerintah gencar mengampanyakan green financing (pembiayaan hijau) yakni kredit bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki kriteria peduli dan mampu menjadi sahabat bagi lingkungan sekitar.
Kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan kepada perusahaan peraih Proper Emas ini layak dipertimbangkan karena pelaku usaha jelas-jelas sudah menerapkan model bisnis yang berkesinambungan dan berdampak pada pemberdayaan dan peduli pada lingkungan. Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan peraih Proper Emas berpeluang mendapatkan fasilitas bunga rendah karena berkontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.
Namun, untuk mendapatkan fasilitas ini tentu tidak mudah. Pelaku usaha harus benar-benar beyond acomply (melebihi ketentuan) dari sisi penanganan lingkungan hidup. Namun pertanyannya, sejauh mana lembaga kauangan bisa merealisasikan ini? Layak dinantikan bagaimana komitmen pemberi kredit maupun perusahaan dalam mewujudkannya.
(ynt)