Pakar Hukum Pidana Nilai Status ASN Tak Akan Ganggu Independensi KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menilai kepemimpinan Firli Bahuri seharusnya diapresiasi. Sebab di masa Firli, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbuka kepada publik.
Seperti diketahui, saat ini KPK sedang mengusut kasus dugaan suap dan pemerasan yang dilakukan penyidik terkait kasus Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna.
"Peristiwa ini justru terbuka kepada publik pada masa kepimpinan Firli cs yang seharusnya diapresiasi karena konsisten pada prinsip-prinsip dan asas-asas pimpinan KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang secara independen antara lain transparansi, akuntabilitas dan integritas," kata Romli dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (9/5/2021).
Menurut dia, tugas pimpinan KPK selain sesuai Undang-Undang KPK juga sejak perubahan UU KPK tahun 2019, yakni bertanggung jawab atas loyalitas dan tanggung jawab anggota pimpinan pegawai KPK kepada NKRI, Pancasila dan UUD 45.
Hal tersebut dikatakan Romli merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran aparatur sipil negara sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014. "Suka atau tidak suka. Penyesatan kosa kata independen dalam UU KPK bukan dalam arti seluruh pegawai KPK, tetapi untuk pimpinan dan penyidik dan penuntut dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya," ujar Romli.
Menurut Romli, tidak ada suatu lembaga negara independen "terpisah" dan berdiri sendiri bebas dari sistem pemerintahan dan kelembagaan negara. Asumsi bahwa perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) menjadi tidak independen adalah pendapat yang keliru dan menyesatkan.
Dia menilai terungkapnya kasus-kasus besar oleh KPK semasa kepemimpinan Firli, antara lain kasus korupsi dua menteri merupakan bukti nyata tidak benarnya pandangan tersebut. "Dalam konteks ini anggapan status ASN pegawai KPK menjadi tidak independen hanya sebatas halusinasi semata," ujarnya.Baca juga: Pertanyakan Materi Tes Pegawai KPK, Busyro Muqoddas: Ada Pengaruh Luar?
Menurut Romli, seharusnya semua, khususnya termasuk guru besar ilmu hukum membaca kembali perubahan-perubahan strategis tugas dan wewenang KPK yang dicantumkan dalam Pasal 6 dan seterusnya dengan cermat yang harus dilihat secara hirarkis, yakni tugas penyidikan dan penuntutan KPK ditempatkan pada nomor urut kelima.
"Tugas KPK dengan UU KPK 2019 harus menjalankan prinsip 'proporsionalitas' dan 'balanced probability principle' dalam menjalankan strategi pencegahan dan penindakan. Dengan Putusan MK terbaru dimana ditiadakan ketentuan kewajiban meminta izin Dewas dlm hal penyadapan, penggeledahan dn penyitaan, maka KPK kembali kepada posisi UU KPK No 30 Tahun 2002 sehingga menjadi tidak beralasan bahwa KPK tidak independen," tutur Romli.
Seperti diketahui, saat ini KPK sedang mengusut kasus dugaan suap dan pemerasan yang dilakukan penyidik terkait kasus Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna.
"Peristiwa ini justru terbuka kepada publik pada masa kepimpinan Firli cs yang seharusnya diapresiasi karena konsisten pada prinsip-prinsip dan asas-asas pimpinan KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang secara independen antara lain transparansi, akuntabilitas dan integritas," kata Romli dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (9/5/2021).
Menurut dia, tugas pimpinan KPK selain sesuai Undang-Undang KPK juga sejak perubahan UU KPK tahun 2019, yakni bertanggung jawab atas loyalitas dan tanggung jawab anggota pimpinan pegawai KPK kepada NKRI, Pancasila dan UUD 45.
Hal tersebut dikatakan Romli merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran aparatur sipil negara sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014. "Suka atau tidak suka. Penyesatan kosa kata independen dalam UU KPK bukan dalam arti seluruh pegawai KPK, tetapi untuk pimpinan dan penyidik dan penuntut dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya," ujar Romli.
Menurut Romli, tidak ada suatu lembaga negara independen "terpisah" dan berdiri sendiri bebas dari sistem pemerintahan dan kelembagaan negara. Asumsi bahwa perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) menjadi tidak independen adalah pendapat yang keliru dan menyesatkan.
Dia menilai terungkapnya kasus-kasus besar oleh KPK semasa kepemimpinan Firli, antara lain kasus korupsi dua menteri merupakan bukti nyata tidak benarnya pandangan tersebut. "Dalam konteks ini anggapan status ASN pegawai KPK menjadi tidak independen hanya sebatas halusinasi semata," ujarnya.Baca juga: Pertanyakan Materi Tes Pegawai KPK, Busyro Muqoddas: Ada Pengaruh Luar?
Menurut Romli, seharusnya semua, khususnya termasuk guru besar ilmu hukum membaca kembali perubahan-perubahan strategis tugas dan wewenang KPK yang dicantumkan dalam Pasal 6 dan seterusnya dengan cermat yang harus dilihat secara hirarkis, yakni tugas penyidikan dan penuntutan KPK ditempatkan pada nomor urut kelima.
"Tugas KPK dengan UU KPK 2019 harus menjalankan prinsip 'proporsionalitas' dan 'balanced probability principle' dalam menjalankan strategi pencegahan dan penindakan. Dengan Putusan MK terbaru dimana ditiadakan ketentuan kewajiban meminta izin Dewas dlm hal penyadapan, penggeledahan dn penyitaan, maka KPK kembali kepada posisi UU KPK No 30 Tahun 2002 sehingga menjadi tidak beralasan bahwa KPK tidak independen," tutur Romli.
(dam)