Politikus PDIP Tak Setuju Reshuffle Kabinet Saat Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Muchamad Nabil Haroen tidak setuju dengan dorongan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) agar perombakan atau reshuffle kabinet dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta jajaran harus bekerja keras untuk penanganan Covid-19 maupun masalah lain yang menjadi tantangan Indonesia.
"Tentu saja, kita bisa melihat bagaimana kinerja masing-masing pembantu presiden, apakah berdampak langsung dengan kepentingan rakyat, atau justru sebaliknya," tutur Nabil kepada wartawan, Jumat (22/5/2020).
Dia menilai penting adanya alat ukur prestasi atau key performance index untuk mengukur sejauh mana kinerja para pembantu presiden. "Reshuffle itu harus dipertimbangkan secara jernih dan matang. Jangan sampai reshuffle justru memperparah kondisi yang ada," tandasnya.( )
Belum lagi, kata dia, sosok pengganti sekelas menteri harus melakukan persiapan yang tidak sebentar. Dia mengatakan, pengenalan terhadap program atau kebijakan yang sudah berlangsung juga membutuhkan waktu.
"Jadi, yang penting dilakukan saat ini yakni memperkuat formasi yang ada, dengan menambah pada sektor-sektor yang dirasa lemah. Baru, nanti ketika kondisi sudah stabil, reshuffle bisa dilakukan untuk meningkatkan keadaan," sambungnya.
Akan tetapi, kata dia, reshuffle merupakan kewenangan Presiden sepenuhnya. "Karena itu adalah hak prerogatif Presiden," pungkas Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama ini.
Seperti diberitakan media belum lama ini, PSI menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle kabinet. PSI menilai pandemi Corona telah menunjukkan kualitas menteri, di antaranya ada yang berkinjera lamban dan buruk.
Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta jajaran harus bekerja keras untuk penanganan Covid-19 maupun masalah lain yang menjadi tantangan Indonesia.
"Tentu saja, kita bisa melihat bagaimana kinerja masing-masing pembantu presiden, apakah berdampak langsung dengan kepentingan rakyat, atau justru sebaliknya," tutur Nabil kepada wartawan, Jumat (22/5/2020).
Dia menilai penting adanya alat ukur prestasi atau key performance index untuk mengukur sejauh mana kinerja para pembantu presiden. "Reshuffle itu harus dipertimbangkan secara jernih dan matang. Jangan sampai reshuffle justru memperparah kondisi yang ada," tandasnya.( )
Belum lagi, kata dia, sosok pengganti sekelas menteri harus melakukan persiapan yang tidak sebentar. Dia mengatakan, pengenalan terhadap program atau kebijakan yang sudah berlangsung juga membutuhkan waktu.
"Jadi, yang penting dilakukan saat ini yakni memperkuat formasi yang ada, dengan menambah pada sektor-sektor yang dirasa lemah. Baru, nanti ketika kondisi sudah stabil, reshuffle bisa dilakukan untuk meningkatkan keadaan," sambungnya.
Akan tetapi, kata dia, reshuffle merupakan kewenangan Presiden sepenuhnya. "Karena itu adalah hak prerogatif Presiden," pungkas Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama ini.
Seperti diberitakan media belum lama ini, PSI menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle kabinet. PSI menilai pandemi Corona telah menunjukkan kualitas menteri, di antaranya ada yang berkinjera lamban dan buruk.
(dam)