Keteladanan, Bimbingan, dan Dorongan dalam Manajemen Pemerintahan

Jum'at, 07 Mei 2021 - 06:00 WIB
loading...
Keteladanan, Bimbingan, dan Dorongan dalam Manajemen Pemerintahan
Hafidz Muksin (Foto: Istimewa)
A A A
Hafidz Muksin
Perencana Ahli Madya Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud

MOMENTUM Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei yang bertepatan dengan bulan suci Ramadan tahun ini memiliki arti penting untuk introspeksi (muhasabah) apakah semboyan Tutwuri Handayani yang dijadikan sebagai logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah dapat kita wujudkan secara nyata dalam tata kelola manajemen pemerintahan yang bersih dan melayani?

Makna ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani yang Ki Hajar Dewantara ajarkan sangatlah bijak, yakni agar “saat kita di depan dapat memberi suri teladan yang baik, saat di tengah dapat membimbing, memberikan motivasi, semangat, menciptakan situasi kondusif, dan saat di belakang dapat memberikan dorongan, baik moril maupun tindakan nyata”.

Tiga kekuatan dalam organisasi kita pada lini depan, lini tengah, dan lini belakang apabila dapat bersinergi dan kompak menyusun strategi perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan tentu akan mudah menciptakan gol (output) sesuai dengan target yang dijanjikan oleh masing-masing pimpinan satuan kerjanya pada awal tahun.

Keteladanan seorang pemimpin sebagai anutan (role model), baik dalam ucapan maupun tindakan, amatlah penting dalam memimpin sebuah organisasi maupun kehidupan bermasyarakat. Pilar utama keteladanan adalah pada akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam Islam dan juga ajaran agama lainnya, akhlak ditempatkan dalam posisi penting yang harus dipegang teguh para pemeluknya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Bahkan, dalam menilai keimanan seseorang, kita juga diminta untuk menilai bagaimana akhlak yang bersangkutan. “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” pesan Nabi Muhammad SAW.

Pemimpin di samping harus memiliki keteladanan dalam tugasnya di garda depan, juga harus pula didukung dan disuplai oleh para pejabat yang menempati posisi di lini tengah. Keberadaan lini tengah dalam organisasi tidaklah kalah penting. Ibarat dalam skema tim sepak bola, lini tengah merupakan pengatur strategi (playmaker) dalam menciptakan gol dan juga antisipasi terhadap serangan balik (ancaman/tantangan) yang dihadapi.

Peran penting mereka dalam manajemen organisasi harus ditunjukkan dengan memberikan bimbingan kepada para pegawai sekaligus menjadi inspirator, kreator, koordinator, dan inovator dalam mewujudkan tujuan organisasi serta melaksanakan program dan kegiatan prioritas yang ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh George R Terry bahwa manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Di sinilah peran penting para pejabat yang mengampu organisasi sebagai manajer dalam menjalankan fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan (bimbingan), dan pengawasan. Komunikasi yang efektif dalam menggelorakan strategi, bimbingan/arahan yang jelas dan sistematis, akan mempercepat proses kerja sama dan kolaborasi antarfungsi dan substansi sehingga membentuk harmoni yang indah sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Tidak hanya bimbingan, namun integritas dan keselarasan pikiran, ucapan dan tindakan harus diwujudkan secara nyata.

Bila pemimpin telah memberikan teladan dan pejabat/manajer telah memiliki skema strategi yang sistematis, jelas, dan terukur, kini tinggal lini belakang yang menjadi motor pelaksana program dan kegiatan yang harus bekerja dengan profesional, akuntabel, dan kreatif. Cara-cara lama yang hanya bersifat rutinitas harus ditinggalkan, digantikan dengan cara-cara baru dengan mengoptimalkan pada pemanfaatan teknologi dan informasi serta efisiensi sumber daya yang dimiliki.

Sejatinya, para pegawai harus bekerja dengan penuh semangat dan keikhlasan sebagai sebuah tugas dan tanggung jawab serta pengabdian. Perlu kolektivitas dorongan dan semangat untuk menyuplai ide, gagasan baru, dan konsep yang ditawarkan kepada pemimpin, baik sebagai terobosan pola pikir maupun pola kerja. Untuk itu, fasilitasi dan dukungan kepada para pegawai agar dapat melaksanakan kreativitas dan inovasi perlu ditingkatkan. Peningkatan kompetensi pegawai sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya menjadi modal penting agar mereka terus memiliki integritas yang tinggi, daya kritis dan analisis, serta daya dobrak sebagai agen perubahan.

Setidaknya, ada empat parameter suatu integritas berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yakni kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Setiap pegawai harus memiliki komitmen untuk membangun budaya integritas. Tanpa integritas yang kuat, akan sulit bagi para pegawai untuk mengatasi tekanan, ancaman, dan kesempatan melakukan kecurangan atau pelanggaran.

Kita ketahui bersama bahwa di era Revolusi Industri 4.0 ini, masyarakat semakin menuntut pelayanan publik yang cepat, tepat, dan berkualitas. Kepercayaan publik hanya dapat diperoleh dari kerja keras dan fokus untuk menghasilkan suatu kepuasan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, salah satunya melalui inovasi. Melalui inovasi yang digagas dari para pegawai sebagai dorongan kepada para manajer (atasan) untuk mengolah menjadi sebuah saran/konsep kebijakan sehingga memudahkan para pemimpin (top leader) dalam mengambil kebijakan yang tepat dan memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa resistensi terhadap penolakan dari publik.

Inovasi yang diharapkan tentunya merupakan sumber dari penggalian nilai pengetahuan dan keterampilan serta keunggulan yang dimiliki oleh setiap pegawai, yang pada kodratnya setiap manusia yang diciptakan di dunia ini memiliki talenta dan keunggulan masing-masing. Namun, keunggulan tersebut harus dilandasi dengan membaca dari berbagai sumber ilmu. Hal tersebut sejalan dengan momentum Nuzulul Quran yang memerintahkan “bacalah” (iqro) kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan membaca pengetahuan, kemajuan serta peradaban akan dapat tercipta. Membaca tidak sebatas membaca tulisan/teks semata, tetapi kita harus dapat membaca segala hal yang ditemui dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat. Termasuk juga bagian dari membaca adalah menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengkaji, dan mengembangkan serta berbagai kegiatan keilmuan lainnya.

Langkah dan gerak tiga komponen penting dalam manajemen pemerintahan, yakni lini depan (pimpinan tinggi madya), lini tengah (pimpinan tinggi pratama/manajer), dan lini belakang (pegawai/staf) apabila dengan konsisten menerapkan semboyan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara tersebut, akan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1067 seconds (0.1#10.140)