PSU Pilkada Terancam Batal, Pemerintah Diminta Perhatikan Situasi Boven Digoel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta memperhatikan situasi di wilayah Kabupaten Boven Digoel, Papua. Penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Boven Digoel, Papua sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terancam batal.
Selain itu, situasi masyarakat Boven Digoel yang masih sangat kecewa dengan putusan MK karena membatalkan bahkan mendiskualifikasi Yusak yang menjadi pemenang Pilkada kali lalu belum juga kondusif. "Kami sebagai bagian dari masyarakat Boven Digoel yang mengenal pergulatan di masyarakat bawah khawatir sekali situasi masyarakat saat ini belum sepenuhnya bisa terkendali. Jangankan bicara soal politik karena hak politik mereka sudah dirampas sepihak oleh MK, urusan makan minum sehari-hari saat ini sudah makin susah," kata Ketua Aliansi Pemuda Boven Digoel Bernolfus Tingge kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).
Bernol mengatakan, susahnya situasi ekonomi masyarakat berdampak dari krisis dan kemelut politik yang berlarut selama ini. "Sekian lama pilkada dengan persiapannya dan Boven Digoel ini tahapannya paling alot sampai ujungnya sudah digelar dan ada hasilnya eh malah batal lagi di MK lalu minta PSU lagi. Masyarakat lalu sibuk urus politik saja sampai urusan perut mereka jadi terbengkalai. Ini situasi sekarang yang harus jadi perhatian pemerintah utamanya Bapak Presiden," kata Bernol.
Kemelut politik yang berlarut-larut di Boven Digoel sangat jelas berdampak pada krisis yang saat dialami masyarakat saat ini. Belum lagi kalau mendengar aspirasi dari para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang anggarannya dipotong karena anggaran dipakai untuk pilkada ulang. "Jujur ya ini sangat meresahkan dan menyusahkan. ASN dorang bicara sama saya soal pemotong anggaran lalu mereka gaji tidak dibayarkan karena mau Pilkada. Lantas mereka mau makan apa? Ini semua jadi susah," kata Bernol.
Bernol pun tidak yakin situasi di Boven Digoel saat ini kondusif untuk dilakukan Pilkada ulang. Justru jika dipaksakan maka diyakini akan berdampak pada krisis yang lebih besar lagi. "PSU ini bikin masyarakat makin lapar. Uang tidak banyak beredar di masyarakat. Mama-mama di pasar juga mengeluh. Artinya ekonomi lumpuh di Boven Digoel saat ini," tuturnya.
Maka itu, dia meminta agar Pemerintah Pusat terutama Presiden harus ambil langkah dan keputusan besar. "Kalau politik lalu membuat masyarakat lapar apakah itu yang kita kehendaki? Kami sangat meminta agar ada kebijakan presiden untuk menyikapi situasi kami di Boven Digoel saat ini," jelasnya.
Menurut dia, idealnya PSU tidak dipaksakan digelar tahun ini atau sesuai putusan MK yaitu bulan Juni 2021 tetapi tahun depan. "Sehingga idealnya kita mundurkan saja ke tahun depan karena dana tahun ini tidak ada. Kasihan kan kalau hak hak pegawai, ASN dan honorer dipotong untuk anggaran Pilkada ulang. Ini tidak sehat dan tidak masuk akal. Malah hanya menambah masalah baru," pungkasnya.
Selain itu, situasi masyarakat Boven Digoel yang masih sangat kecewa dengan putusan MK karena membatalkan bahkan mendiskualifikasi Yusak yang menjadi pemenang Pilkada kali lalu belum juga kondusif. "Kami sebagai bagian dari masyarakat Boven Digoel yang mengenal pergulatan di masyarakat bawah khawatir sekali situasi masyarakat saat ini belum sepenuhnya bisa terkendali. Jangankan bicara soal politik karena hak politik mereka sudah dirampas sepihak oleh MK, urusan makan minum sehari-hari saat ini sudah makin susah," kata Ketua Aliansi Pemuda Boven Digoel Bernolfus Tingge kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).
Bernol mengatakan, susahnya situasi ekonomi masyarakat berdampak dari krisis dan kemelut politik yang berlarut selama ini. "Sekian lama pilkada dengan persiapannya dan Boven Digoel ini tahapannya paling alot sampai ujungnya sudah digelar dan ada hasilnya eh malah batal lagi di MK lalu minta PSU lagi. Masyarakat lalu sibuk urus politik saja sampai urusan perut mereka jadi terbengkalai. Ini situasi sekarang yang harus jadi perhatian pemerintah utamanya Bapak Presiden," kata Bernol.
Kemelut politik yang berlarut-larut di Boven Digoel sangat jelas berdampak pada krisis yang saat dialami masyarakat saat ini. Belum lagi kalau mendengar aspirasi dari para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang anggarannya dipotong karena anggaran dipakai untuk pilkada ulang. "Jujur ya ini sangat meresahkan dan menyusahkan. ASN dorang bicara sama saya soal pemotong anggaran lalu mereka gaji tidak dibayarkan karena mau Pilkada. Lantas mereka mau makan apa? Ini semua jadi susah," kata Bernol.
Bernol pun tidak yakin situasi di Boven Digoel saat ini kondusif untuk dilakukan Pilkada ulang. Justru jika dipaksakan maka diyakini akan berdampak pada krisis yang lebih besar lagi. "PSU ini bikin masyarakat makin lapar. Uang tidak banyak beredar di masyarakat. Mama-mama di pasar juga mengeluh. Artinya ekonomi lumpuh di Boven Digoel saat ini," tuturnya.
Maka itu, dia meminta agar Pemerintah Pusat terutama Presiden harus ambil langkah dan keputusan besar. "Kalau politik lalu membuat masyarakat lapar apakah itu yang kita kehendaki? Kami sangat meminta agar ada kebijakan presiden untuk menyikapi situasi kami di Boven Digoel saat ini," jelasnya.
Menurut dia, idealnya PSU tidak dipaksakan digelar tahun ini atau sesuai putusan MK yaitu bulan Juni 2021 tetapi tahun depan. "Sehingga idealnya kita mundurkan saja ke tahun depan karena dana tahun ini tidak ada. Kasihan kan kalau hak hak pegawai, ASN dan honorer dipotong untuk anggaran Pilkada ulang. Ini tidak sehat dan tidak masuk akal. Malah hanya menambah masalah baru," pungkasnya.
(cip)