Puasa Bentengi Diri dari Hasutan dan Adu Domba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Secara bahasa, berpuasa (shiyam) berarti menahan (imsak). Puasa tidak hanya mengajarkan menahan, tetapi puasa adalah perisai atau benteng dari perbuatan yang membatalkan dan perbuatan buruk lainnya.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), KH Muflich Chalif Ibrahim mengatakan sebagai orang yang beriman, tentunya akan mengerti betul maksud dan tujuan dari pada puasa itu, ‘La'allakum Tattaquun’.
Insya Allah, kata dia, orang tersebut akan terhindar daripada perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki Allah, baik itu yang diharamkan, dilarang dan sebagainya.
“Intinya umat sebagai orang beriman harus tahu yang menjadi tujuan puasa Ramadhan ini. Karena arasy filosofinya solidaritas sosial demi mewujudkan keadilan sosial, yakni ada pada takwa atau ketakwaan itu,” tutur KH Muflich Chalif Ibrahim di Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Muflich menjelaskan, sesungguhnya tujuan berpuasa adalah takwa dengan bersungguh-sungguh berpuasa dengan penuh kesungguhan, keimanan dan memohon keridhaan Allah SWT.
Dengan demikian, kata dia, orang yang berpuasa terhindar dari perbuatan perbuatan yang tidak baik, seperti menyebarkan hoaks, memprovokasi, adu domba dan sebagainya “Secara otomatis menjadi benteng bagi diri manusia itu. Kalau dia merasa dirinya sebagai orang yang bertakwa maka selama 24 jam dia merasa diawasi oleh Allah, baik ucapannya, perbuatannya, semuanya,” tuturnya.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), KH Muflich Chalif Ibrahim. Foto/Istimewa
Dengan memahami hal tersebut, kata dia, tidak ada yang bisa dia sembunyikan luput dari pada pantauan Allah SWT. Karena menurut dia, setiap saat akan selalu merasa diawasi, selalu merasa dipantau, dan itu semuanya harus dipertanggungjawabkan kelak di kemudian hari.
”Puasa adalah instrumen untuk membentengi manusia itu. Karena, Rasul Muhammad SAW sudah jelas mengatakan ‘shaum junnah’ yakni perisai, benteng pelindung puasa dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan agar diajuhkan dari api neraka. Jadi pengawasannya itu melekat dengan melakukan puasa itu,” tutur Muflich.
Dia juga menjelaskan Islam sebagai kekuatan spiritualitas menekankan untuk senantiasa peduli dan memihak terhadap yang lemah. Oleh karena itu menurutnya relasi puasa itu juga terkait dengan misalnya zakat yang harus dibayarkan sebelum puasa usai, himbauan kesediaan untuk membantu, memperbanyak infaq, shodaqoh, hibah, distribusi kekayaan dari kaya ke miskin.
“Yang mana semua itu percepatannya demi keadilan sosial itu. Jadi substansi puasa itu kalau tidak dibarengi dengan komitmen sosial, tentunya puasa itu hampir tidak bermakna,” tukasnya.
Dalam memaknai puasa, dia mengatakan mesti muhasabah dengan untuk memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan janganlah puasa ini menjadi penahan lapar dan haus saja yang mana pada akhirnya tidak tercapai tujuan dari puasa itu.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), KH Muflich Chalif Ibrahim mengatakan sebagai orang yang beriman, tentunya akan mengerti betul maksud dan tujuan dari pada puasa itu, ‘La'allakum Tattaquun’.
Insya Allah, kata dia, orang tersebut akan terhindar daripada perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki Allah, baik itu yang diharamkan, dilarang dan sebagainya.
“Intinya umat sebagai orang beriman harus tahu yang menjadi tujuan puasa Ramadhan ini. Karena arasy filosofinya solidaritas sosial demi mewujudkan keadilan sosial, yakni ada pada takwa atau ketakwaan itu,” tutur KH Muflich Chalif Ibrahim di Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Muflich menjelaskan, sesungguhnya tujuan berpuasa adalah takwa dengan bersungguh-sungguh berpuasa dengan penuh kesungguhan, keimanan dan memohon keridhaan Allah SWT.
Dengan demikian, kata dia, orang yang berpuasa terhindar dari perbuatan perbuatan yang tidak baik, seperti menyebarkan hoaks, memprovokasi, adu domba dan sebagainya “Secara otomatis menjadi benteng bagi diri manusia itu. Kalau dia merasa dirinya sebagai orang yang bertakwa maka selama 24 jam dia merasa diawasi oleh Allah, baik ucapannya, perbuatannya, semuanya,” tuturnya.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), KH Muflich Chalif Ibrahim. Foto/Istimewa
Dengan memahami hal tersebut, kata dia, tidak ada yang bisa dia sembunyikan luput dari pada pantauan Allah SWT. Karena menurut dia, setiap saat akan selalu merasa diawasi, selalu merasa dipantau, dan itu semuanya harus dipertanggungjawabkan kelak di kemudian hari.
”Puasa adalah instrumen untuk membentengi manusia itu. Karena, Rasul Muhammad SAW sudah jelas mengatakan ‘shaum junnah’ yakni perisai, benteng pelindung puasa dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan agar diajuhkan dari api neraka. Jadi pengawasannya itu melekat dengan melakukan puasa itu,” tutur Muflich.
Dia juga menjelaskan Islam sebagai kekuatan spiritualitas menekankan untuk senantiasa peduli dan memihak terhadap yang lemah. Oleh karena itu menurutnya relasi puasa itu juga terkait dengan misalnya zakat yang harus dibayarkan sebelum puasa usai, himbauan kesediaan untuk membantu, memperbanyak infaq, shodaqoh, hibah, distribusi kekayaan dari kaya ke miskin.
“Yang mana semua itu percepatannya demi keadilan sosial itu. Jadi substansi puasa itu kalau tidak dibarengi dengan komitmen sosial, tentunya puasa itu hampir tidak bermakna,” tukasnya.
Dalam memaknai puasa, dia mengatakan mesti muhasabah dengan untuk memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan janganlah puasa ini menjadi penahan lapar dan haus saja yang mana pada akhirnya tidak tercapai tujuan dari puasa itu.