Jokowi Perlu Perhatikan 4 Hal Ini Terkait Reshuffle Kabinet Jilid II
loading...
A
A
A
JAKARTA - Reshuffle Kabinet Jilid II di periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) sudah ramai jadi topik perbincangan. Sejumlah nama pun mulai bermunculan kepermukaan.
Terkait hal itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow mengatakan setidaknya ada empat hal penting yang harus diperhatikan oleh Presiden Jokowi dalam menentukan siapa figur yang pas untuk mengisi jajaran kabinet baru.
Pertama, soal penambahan kementerian baru. Untuk dua kementerian baru ini, banyak nama sudah disebut. Jeirry mengatakan penggabungan Kementerian Ristek ke Kementerian Pendidikan membuat posisi Nadiem Makarim menjadi rawan diganti.
"Hal ini wajar saja mengingat kompetensi Nadiem Makarim untuk riset tak kuat. Nama seperti Prof Jimly Asshiddiqie saya anggap layak duduk di posisi itu," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (20/4/2021).
Untuk Kementerian Investasi, Jeirry menilai Maruarar Sirait layak dipertimbangkan menduduki posisi itu. "Latar belakang pengusaha, track record politik yang relatif bersih, pengalaman di DPR selama dua periode, serta jaringan bisnis yang dimiliki, merupakan politisi dari parpol besar pendukung Presiden Jokowi, saya kira cukup untuk menjadi alasan bagi Presiden Jokowi memilih yang bersangkutan," jelasnya.
Dia juga memprediksi nama lain bisa saja dimunculkan. Misalnya, Basuki Tjahaja Purnama, Sandiaga Uno atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. "Siapa yang dipilih sangat tergantung juga dengan kecocokan yang bersangkutan dengan Presiden Jokowi. Kita tunggu saja," kata dia.
Kedua, evaluasi kinerja para menteri. Momentum reshuffle selalu dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja para menterinya dan menggantinya. "Jadi agaknya reshuffle ini akan menyasar para menteri yang di kementeriannya sedang "bermasalah" dan yang berkinerja kurang memuaskan. Termasuk para menteri yang tak setia menjalankan "perintah" Presiden," tuturnya.
Jeirry menganalisa ada beberapa kementerian yang masuk kategori layak untuk dievaluasi dan diganti. Yakni Kementerian Desa dengan kasus "jual-beli" jabatan; Kementerian Perdagangan dalam kasus impor beras dan impor lainnya; Kepala KSP dalam kasus Partai Demokrat. Ketiga, kebutuhan untuk merangkul kelompok keagamaan untuk bersama terlibat dalam mengelola kehidupan negara. Dalam hal ini tentu adalah NU dan Muhammadiyah.
"Selama ini, kesan saya, kedua ormas tersebut agak merasa "ditinggalkan" Jokowi. Saya kira, peran kedua Ormas Islam ini dalam konteks menjaga stabilitas sosial politik sangatlah penting. Apalagi menghadapi tantangan radikalisme keagamaan yang sifatnya masih laten," terangnya.
Keempat, adalah kepentingan politik menuju 2024, Pemilu dan Pilkada 2024. Jeirry menjelaskan ada dua kategori dalam hal ini. Pertama, kepentingan parpol dan kepentingan Jokowi itu sendiri.
Kepentingan parpol di sini, lanjutnya, terkait dengan kepentingan mengumpulkan modal dan memperkuat jaringan politik elektoral untuk menang dalam Pemilu 2024 nanti. Sementara kepentingan Jokowi adalah lebih fokus untuk menyelesaikan sampai tuntas semua program Jokowi-Ma'ruf Amin sesuai visi-misinya.
"Jadi perlu menteri yang kompeten dan setia, tak terpengaruh oleh kepentingan lain di luar melakukan visi-misi dan program Presiden," ucapnya.
Selain itu ihwal apakah ada kepentingan Jokowi untuk tiga periode sebagaimana isu yang berkembang saat ini, menurutnya, itu bisa saja terjadi sesuai dinamika dan perkembangan politik kekinian.
Sebab ini tentu terkait dengan legacy Jokowi. Dalam konteks ini, bisa saja muncul keinginan untuk menuntaskan program dalam satu periode lagi.
"Kemungkinan mengakomodir calon dari luar parpol koalisi menjadi terbuka. Agar dukungan di parlemen makin kuat sehingga hambatan untuk melakukan perubahan UUD akan makin kecil," pungkasnya.
Terkait hal itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow mengatakan setidaknya ada empat hal penting yang harus diperhatikan oleh Presiden Jokowi dalam menentukan siapa figur yang pas untuk mengisi jajaran kabinet baru.
Pertama, soal penambahan kementerian baru. Untuk dua kementerian baru ini, banyak nama sudah disebut. Jeirry mengatakan penggabungan Kementerian Ristek ke Kementerian Pendidikan membuat posisi Nadiem Makarim menjadi rawan diganti.
"Hal ini wajar saja mengingat kompetensi Nadiem Makarim untuk riset tak kuat. Nama seperti Prof Jimly Asshiddiqie saya anggap layak duduk di posisi itu," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (20/4/2021).
Untuk Kementerian Investasi, Jeirry menilai Maruarar Sirait layak dipertimbangkan menduduki posisi itu. "Latar belakang pengusaha, track record politik yang relatif bersih, pengalaman di DPR selama dua periode, serta jaringan bisnis yang dimiliki, merupakan politisi dari parpol besar pendukung Presiden Jokowi, saya kira cukup untuk menjadi alasan bagi Presiden Jokowi memilih yang bersangkutan," jelasnya.
Dia juga memprediksi nama lain bisa saja dimunculkan. Misalnya, Basuki Tjahaja Purnama, Sandiaga Uno atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. "Siapa yang dipilih sangat tergantung juga dengan kecocokan yang bersangkutan dengan Presiden Jokowi. Kita tunggu saja," kata dia.
Kedua, evaluasi kinerja para menteri. Momentum reshuffle selalu dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja para menterinya dan menggantinya. "Jadi agaknya reshuffle ini akan menyasar para menteri yang di kementeriannya sedang "bermasalah" dan yang berkinerja kurang memuaskan. Termasuk para menteri yang tak setia menjalankan "perintah" Presiden," tuturnya.
Jeirry menganalisa ada beberapa kementerian yang masuk kategori layak untuk dievaluasi dan diganti. Yakni Kementerian Desa dengan kasus "jual-beli" jabatan; Kementerian Perdagangan dalam kasus impor beras dan impor lainnya; Kepala KSP dalam kasus Partai Demokrat. Ketiga, kebutuhan untuk merangkul kelompok keagamaan untuk bersama terlibat dalam mengelola kehidupan negara. Dalam hal ini tentu adalah NU dan Muhammadiyah.
"Selama ini, kesan saya, kedua ormas tersebut agak merasa "ditinggalkan" Jokowi. Saya kira, peran kedua Ormas Islam ini dalam konteks menjaga stabilitas sosial politik sangatlah penting. Apalagi menghadapi tantangan radikalisme keagamaan yang sifatnya masih laten," terangnya.
Keempat, adalah kepentingan politik menuju 2024, Pemilu dan Pilkada 2024. Jeirry menjelaskan ada dua kategori dalam hal ini. Pertama, kepentingan parpol dan kepentingan Jokowi itu sendiri.
Kepentingan parpol di sini, lanjutnya, terkait dengan kepentingan mengumpulkan modal dan memperkuat jaringan politik elektoral untuk menang dalam Pemilu 2024 nanti. Sementara kepentingan Jokowi adalah lebih fokus untuk menyelesaikan sampai tuntas semua program Jokowi-Ma'ruf Amin sesuai visi-misinya.
"Jadi perlu menteri yang kompeten dan setia, tak terpengaruh oleh kepentingan lain di luar melakukan visi-misi dan program Presiden," ucapnya.
Selain itu ihwal apakah ada kepentingan Jokowi untuk tiga periode sebagaimana isu yang berkembang saat ini, menurutnya, itu bisa saja terjadi sesuai dinamika dan perkembangan politik kekinian.
Sebab ini tentu terkait dengan legacy Jokowi. Dalam konteks ini, bisa saja muncul keinginan untuk menuntaskan program dalam satu periode lagi.
"Kemungkinan mengakomodir calon dari luar parpol koalisi menjadi terbuka. Agar dukungan di parlemen makin kuat sehingga hambatan untuk melakukan perubahan UUD akan makin kecil," pungkasnya.
(kri)