Cegah Ancaman Radikalisme, Tanamkan Moderasi Sejak Dini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendidikan dan sosialisasi tentang bahaya radikalisme dan ekstremisme , terorisme kepada anak muda atau milenial dinilai penting. Dengan edukasi semacam itu, milenial lebih peduli terjadap kehidupan bersama dan masa depan.
Hal itu penting dilakukan oleh semua pihak dengan fungsi edukasi untuk terus memberikan wawasan kepada para generasi milenial.
Rektor Institut Agama Islam Sahid Dr Muhammad Imdadun Rahmat mengatakan, masukan yang benar sangat dibutuhkan agar pandangan yang moderat, wasatiyah, bervisi masa depan terus dikumandangkan agar bisa masuk dan menyebar seluas-luasnya kepada kalangan milenial.
Dia mengatakan, tantangannya adalah bagaimana agar pesan ini bisa menjangkau anak milenial. “Pertama, tentu media sosial menjadi sarana sangat krusial dan menjadi sarana yang sangat strategis untuk menjadi channel bagi penyalur gagasan-gagasan keagamaan yang moderat ini bisa tersampaikan kepada mereka,” tutur Muhammad Imdadun Rahmat, di Jakarta, Kamis 15 April 2021.
Kedua, sambung Direktur Said Agil Sira'j (SAS) Institute ini, dalam menyampaikannya harus ada aspek memagari agar milenial tidak menjadi korban. Caranya, mempersempit ruang gerak dari konten-konten yang sengaja disebarkan oleh para aktor-aktor kelompok radikal ekstrim kekerasan maupun kelompok teroris yang menjangkau ke anak muda.
“Memang perlu disesuaikan dengan target grupnya. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri buat kaum akademisi dan juga bagi para tokoh-tokoh Agama untuk membahasakan gagasan-gagasan ini yang mudah dicerna oleh kaum milinial,” ujarnya.
Dia mengatakan, berdasarkan hasil berbagai survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian, anak milenial ini sudah jauh termakan oleh gagasan-gagasan yang demikian yang jumlahnya cukup signifikan.
“Ini perlu kita pagari. Perlu kita mencari cara tepat untuk menghindarkan mereka dari sebaran virus-virus radikalisme,” katanya.
Sebab, lanjut dia, selama ini penanaman moderasi beragama dari paham kekerasan ini banyak menjadi konsumsi akademisi dan kaum inteletual sehingga kaum milenial ini sulit menerima, maka dirinya memberikan langkah-langkah yang harus ditempuh agar moderasi beragama ini bisa diterima kaum milenial.
Langkah untuk level pertama, kata dia, yakni perlunya membuat konten-konten yang terkait dengan pesan-pesan yang umum seperti mengenai pentingnya hidup bersama, pentingnya menjaga kehidupan yang damai bagi hidup bersama sebagai bangsa maupun sesama umat manusia.
“Ini penting dilakukan secara simultan, dari level yang paling bawah untuk milenial atau yang baru kenal atau baru mau belajar agama untuk mendapatkan pesan-pesan yang sederhana, pesan-pesan yang singkat dan pendek seperti dengan penyebaran flyer-flyer atau video-video pendek,” ucapnya.
Hal itu penting dilakukan oleh semua pihak dengan fungsi edukasi untuk terus memberikan wawasan kepada para generasi milenial.
Rektor Institut Agama Islam Sahid Dr Muhammad Imdadun Rahmat mengatakan, masukan yang benar sangat dibutuhkan agar pandangan yang moderat, wasatiyah, bervisi masa depan terus dikumandangkan agar bisa masuk dan menyebar seluas-luasnya kepada kalangan milenial.
Dia mengatakan, tantangannya adalah bagaimana agar pesan ini bisa menjangkau anak milenial. “Pertama, tentu media sosial menjadi sarana sangat krusial dan menjadi sarana yang sangat strategis untuk menjadi channel bagi penyalur gagasan-gagasan keagamaan yang moderat ini bisa tersampaikan kepada mereka,” tutur Muhammad Imdadun Rahmat, di Jakarta, Kamis 15 April 2021.
Kedua, sambung Direktur Said Agil Sira'j (SAS) Institute ini, dalam menyampaikannya harus ada aspek memagari agar milenial tidak menjadi korban. Caranya, mempersempit ruang gerak dari konten-konten yang sengaja disebarkan oleh para aktor-aktor kelompok radikal ekstrim kekerasan maupun kelompok teroris yang menjangkau ke anak muda.
“Memang perlu disesuaikan dengan target grupnya. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri buat kaum akademisi dan juga bagi para tokoh-tokoh Agama untuk membahasakan gagasan-gagasan ini yang mudah dicerna oleh kaum milinial,” ujarnya.
Dia mengatakan, berdasarkan hasil berbagai survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian, anak milenial ini sudah jauh termakan oleh gagasan-gagasan yang demikian yang jumlahnya cukup signifikan.
“Ini perlu kita pagari. Perlu kita mencari cara tepat untuk menghindarkan mereka dari sebaran virus-virus radikalisme,” katanya.
Sebab, lanjut dia, selama ini penanaman moderasi beragama dari paham kekerasan ini banyak menjadi konsumsi akademisi dan kaum inteletual sehingga kaum milenial ini sulit menerima, maka dirinya memberikan langkah-langkah yang harus ditempuh agar moderasi beragama ini bisa diterima kaum milenial.
Langkah untuk level pertama, kata dia, yakni perlunya membuat konten-konten yang terkait dengan pesan-pesan yang umum seperti mengenai pentingnya hidup bersama, pentingnya menjaga kehidupan yang damai bagi hidup bersama sebagai bangsa maupun sesama umat manusia.
“Ini penting dilakukan secara simultan, dari level yang paling bawah untuk milenial atau yang baru kenal atau baru mau belajar agama untuk mendapatkan pesan-pesan yang sederhana, pesan-pesan yang singkat dan pendek seperti dengan penyebaran flyer-flyer atau video-video pendek,” ucapnya.