Daftarkan Logo Demokrat, SBY Dinilai Paranoid demi Bangun Cikeas Corporation
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu pendaftaran logo Partai Demokrat ke Kemenkumham dinilai bakal menimbulkan sentimen negatif terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Demokrat sendiri.
"Publik akan beranggapan langkah Presiden keenam RI itu justru semakin menegaskan adanya politik dinasti dalam tubuh Partai Demokrat ," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo saat dihubungi, Senin (12/4/2021).
Seperti diketahui, kubu Moeldoko mengungkapkan informasi soal pendaftaran logo Partai Demokrat ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) atas nama SBY.
Menurut Karyono, langkah ini di satu sisi bisa dikatakan terobosan baru dalam tradisi partai politik di Indonesia. Tetapi di sisi lain jika pendaftaran nama dengan segala atribut partai diatasnamakan secara pribadi maka hal itu justru semakin meneguhkan bahwa SBY telah membangun dinasti di Partai Demokrat.
"Langkah ini justru akan membentuk persepsi publik bahwa SBY sedang membuat partai Demokrat mirip perusahaan keluarga atau Cikeas Corporation," ungkapnya.
Sehingga, kata Karyono, jika langkah SBY mendaftarkan Demokrat sebagai hak intelektual secara pribadi dikabulkan, maka ini menjadi lonceng kematian demokrasi di partai Demokrat.
Lantas apa alasan lain yang menyebabkan SBY melalukan hal itu? Faktornya, menurut Karyono, bisa jadi didorong oleh sikap paranoid yaitu kekhawatiran yang berlebihan kepemimpinan partai Demokrat jatuh ke tangan orang lain di luar trah Cikeas.
"Atau mungkin didorong rasa was-was jika kepemimpinan Demokrat ke depan jatuh ke tangan Moeldoko sebagai ketua umum," kata mantan peneliti LSI Denny JA itu.
Lebih lanjut Karyono menilai, semestinya SBY tidak perlu paranoid jika niatnya membangun partai Demokrat dilandasi semangat untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi dan dijiwai oleh karakter egaliter, bukan sekadar untuk melanggengkan kepentingan keluarga.
Dia mengakui hampir semua partai di Indonesia cenderung terjangkit penyakit politik dinasti, tetapi menurutnya kondisinya tidak separah yang terjadi di Partai Demokrat.
"Kendati demikian, kita berharap semoga ketua-ketua umum partai seperti Prabowo Subianto, Megawati Soekarnoputri, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, Surya Paloh, Airlangga Hartarto, Suharso Monoarfa dan lain-lain tidak mengikuti langkah SBY dengan mendaftarkan partai sebagai kekayaan intelektual secara pribadi," pungkasnya.
"Publik akan beranggapan langkah Presiden keenam RI itu justru semakin menegaskan adanya politik dinasti dalam tubuh Partai Demokrat ," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo saat dihubungi, Senin (12/4/2021).
Seperti diketahui, kubu Moeldoko mengungkapkan informasi soal pendaftaran logo Partai Demokrat ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) atas nama SBY.
Menurut Karyono, langkah ini di satu sisi bisa dikatakan terobosan baru dalam tradisi partai politik di Indonesia. Tetapi di sisi lain jika pendaftaran nama dengan segala atribut partai diatasnamakan secara pribadi maka hal itu justru semakin meneguhkan bahwa SBY telah membangun dinasti di Partai Demokrat.
"Langkah ini justru akan membentuk persepsi publik bahwa SBY sedang membuat partai Demokrat mirip perusahaan keluarga atau Cikeas Corporation," ungkapnya.
Sehingga, kata Karyono, jika langkah SBY mendaftarkan Demokrat sebagai hak intelektual secara pribadi dikabulkan, maka ini menjadi lonceng kematian demokrasi di partai Demokrat.
Lantas apa alasan lain yang menyebabkan SBY melalukan hal itu? Faktornya, menurut Karyono, bisa jadi didorong oleh sikap paranoid yaitu kekhawatiran yang berlebihan kepemimpinan partai Demokrat jatuh ke tangan orang lain di luar trah Cikeas.
"Atau mungkin didorong rasa was-was jika kepemimpinan Demokrat ke depan jatuh ke tangan Moeldoko sebagai ketua umum," kata mantan peneliti LSI Denny JA itu.
Lebih lanjut Karyono menilai, semestinya SBY tidak perlu paranoid jika niatnya membangun partai Demokrat dilandasi semangat untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi dan dijiwai oleh karakter egaliter, bukan sekadar untuk melanggengkan kepentingan keluarga.
Dia mengakui hampir semua partai di Indonesia cenderung terjangkit penyakit politik dinasti, tetapi menurutnya kondisinya tidak separah yang terjadi di Partai Demokrat.
"Kendati demikian, kita berharap semoga ketua-ketua umum partai seperti Prabowo Subianto, Megawati Soekarnoputri, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, Surya Paloh, Airlangga Hartarto, Suharso Monoarfa dan lain-lain tidak mengikuti langkah SBY dengan mendaftarkan partai sebagai kekayaan intelektual secara pribadi," pungkasnya.
(muh)