International Budget Partnership: Perpu Covid-19 Untuk Kepentingan Elit Ekonomi dan Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kisah carut-marut pembagian bantuan sosial (bansos) covid 19 meruyak di mana-mana. Di Banyumas, Jawa Tengah dana bansos dari pemerintah sebesar Rp 600 ribu disunat hingga 50 persen. Di Depok, Jawa barat, dana bansos malah banyak yang salah sasaran, diantaranya dibagikan juga untuk 1.000 PNS.
Di Jakarta lebih parah. Selain banyak warga yang menerima bantuan berulangkali, tercatat pula warga mampu dan anggota DPRD kebagian bansos. “Di Jakarta bantuan beras sudah berlebih, sehingga banyak warga yang mau menjual beras pembagian itu,” ujar Yuna Farhan, Country Manager International Budget Partnership (IBP) saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5) kemarin.
IBP baru saja merilis kajian mengenai pengelolaan dana covid-19 yang berlangsung dari awal April hingga 10 Mei.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpu No. 1/2020 (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19) yang baru saja disahkan menjadi Undang-Undang (UU) No. 2/2020 Selasa (12/5) pekan lalu.
Melalui Perppu itu pemerintah mengalokasikan dana khusus penanganan virus corona sebesar Rp 405,1 triliun.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk sejumlah aspek, meliputi: kesehatan (Rp 75 triliun), jaring pengaman sosial (Rp 110 triliun), insentif perpajakan dan stimulus KUR (Rp 70,1 triliun), pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi (Rp 150 trilun).
Alokasi dana bagi pemulihan kesehatan yang lebih sedikit ketimbang bidang ekonomi mendapat perhatian serius dari IBP. Di mata Yuna Farhan, prioritas anggaran itu lebih ke pemulihan ekonomi. “Perppu itu lebih mengatur mengenai dampak pemulihan ekonomi, dampak sosial, tapi tidak pada persoalan utama, penanganan kesehatan dari covid-19,” tuturnya.
Akibatnya, jika pemulihan kesehatan berjalan lambat, semakin lama semakin serius,”maka biaya pemulihan ekonominya juga akan semakin besar.”
Ini terbukti dengan jumlah penderita covid 19 yang bertambah terus. Hingga Selasa kemarin, jumlah orang yang positif terinveksi virus corona mencapai 18.496, ada penambahan 486 orangdari sehari sebelumnya. Adapun yang sembuh 4.467 orang, meninggal 1.221 jiwa.
Yuna lalu mengkritisi dana covid-19 yang sifatnya fragmented, tersebar di mana-mana. Di beberapa Kementerian/Lembaga ada, juga di beberapa BUMN. Itu belum termasuk partisipasi dari Pemerintah Daerah dan Dana Desa. “Ini yang membuat tumpang tindih,” ujarnya seraya merujuk cerita carut-marutnya pembagian bansos di berbagai daerah tadi.
Menurut catatan IBP, ada 15 Kementerian/Lembaga Negara (K/L) yang memotong anggarannya di atas 20%. Dan 45 K/L memangkas di bawah 10%. Anggaran tersebut disalurkan untuk program padat karya.
Dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum menyalurkan Rp 10,23 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 1,87 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp 95,58 miliar, Kementerian Pertanian Rp 1,8 teriliun. Adapun Dana Desa yang disalurkan buat Bantuan Langsung Tunai mencapai Rp 22,48 triliun.
Itu belum termasuk kontribusi Pemerintah Daerah. Sejauh ini APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk dana covid-19 dikucurkan bagi bidang kesehatan Rp 20,88 triliun, jaring pengaman sosial (Rp 18,24 triliun), dan penanganan dampak ekonomi (Rp 8,95 triliun).
Bagaimana dengan BUMN? “Ini yang sulit di-track,” sahut Yuna. Namun, ia tak habis pikir bagaimana mungkin dana-dana nonbujeter milik BUMN juga beredar untuk sumbangan. “Ironisnya korporasi-korporasi plat merah itu sekarang minta suntikan juga ke negara,” tuturnya.
Tak luput dari sorotan IBP adalah pasal-pasal pajak omnibus law dalam Perppu No. 1/2020. Sesuai yang disampaikan Presiden Jokowi insentif pajak dan stimulus bagi KUR mencapai Rp 70,1 triliun. Insentif pajak itu meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 impor, Angsuran PPh Pasal 25, dan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
“Ini pasal selundupan,” kecamnya. Menurut hemat Yuna, saat ini pengusaha tak sedang membutuhkan pemotongan tarif. Apalagi saat ini pengusaha sedang tiarap. “Jadi tidak ada gunanya,” katanya.
Ia tak terima penurunan PPh badan sebesar 25% dan 17% untuk perusahaan listing. “Ini kok seperti aji mumpung,” cetusnya. “Dalam keadaan darurat oke saja bikin perpu, tapi jangan dipakai menyelundupkan kepentingan elit ekonomi dan politik di negara kita dong.”
Jangan Sampai Kasus BLBI dan Bank Century Terulang
Kekhawatiran Yuna seiring dengan gugatan terhadap Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Penggugat menilai pasal itu membuka celah korupsi.
"Karena dalam pasal itu disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan, keuangan daerah, bagian pemulihan ekonomi nasional, bukan merupakan kerugian negara," salah satu kata kuasa hukum pemohon Zainal Arifin Hoesein, saat membacakan gugatannnya, Selasa (28/4) tiga pekan silam.
Pemohon juga menilai bahwa Pasal 27 Ayat (2) dan (3) bermasalah. Kedua pasal itu mengatur tentang imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Pasal 27 Ayat (2) menyebutkan bahwa sejumlah pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana asalkan dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Perppu itu telah digugat oleh tiga pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.
Wajar jika IBP dan masyarakat was-was dengan Perppu ini. Luka dalam akibat krisis ekonomi 1998 dan 2008 masih terasa sakitnya hingga saat ini.
Dulu, saat BLBI dikucurkan uang negara dikuras dengan dalih menyehatkan perbankan yang ditimpa rush. Nyatanya kebijakan itu justru dijadikan modus oleh para pemilik bank untuk menyelamatkan kelompok usahanya. Demikian pula dengan dana talangan buat Bank Century yang mrugikan negara Rp 7,45 triliun, memiliki payung hukum Perppu No 4 /2008.
Di Jakarta lebih parah. Selain banyak warga yang menerima bantuan berulangkali, tercatat pula warga mampu dan anggota DPRD kebagian bansos. “Di Jakarta bantuan beras sudah berlebih, sehingga banyak warga yang mau menjual beras pembagian itu,” ujar Yuna Farhan, Country Manager International Budget Partnership (IBP) saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5) kemarin.
IBP baru saja merilis kajian mengenai pengelolaan dana covid-19 yang berlangsung dari awal April hingga 10 Mei.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpu No. 1/2020 (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19) yang baru saja disahkan menjadi Undang-Undang (UU) No. 2/2020 Selasa (12/5) pekan lalu.
Melalui Perppu itu pemerintah mengalokasikan dana khusus penanganan virus corona sebesar Rp 405,1 triliun.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk sejumlah aspek, meliputi: kesehatan (Rp 75 triliun), jaring pengaman sosial (Rp 110 triliun), insentif perpajakan dan stimulus KUR (Rp 70,1 triliun), pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi (Rp 150 trilun).
Alokasi dana bagi pemulihan kesehatan yang lebih sedikit ketimbang bidang ekonomi mendapat perhatian serius dari IBP. Di mata Yuna Farhan, prioritas anggaran itu lebih ke pemulihan ekonomi. “Perppu itu lebih mengatur mengenai dampak pemulihan ekonomi, dampak sosial, tapi tidak pada persoalan utama, penanganan kesehatan dari covid-19,” tuturnya.
Akibatnya, jika pemulihan kesehatan berjalan lambat, semakin lama semakin serius,”maka biaya pemulihan ekonominya juga akan semakin besar.”
Ini terbukti dengan jumlah penderita covid 19 yang bertambah terus. Hingga Selasa kemarin, jumlah orang yang positif terinveksi virus corona mencapai 18.496, ada penambahan 486 orangdari sehari sebelumnya. Adapun yang sembuh 4.467 orang, meninggal 1.221 jiwa.
Yuna lalu mengkritisi dana covid-19 yang sifatnya fragmented, tersebar di mana-mana. Di beberapa Kementerian/Lembaga ada, juga di beberapa BUMN. Itu belum termasuk partisipasi dari Pemerintah Daerah dan Dana Desa. “Ini yang membuat tumpang tindih,” ujarnya seraya merujuk cerita carut-marutnya pembagian bansos di berbagai daerah tadi.
Menurut catatan IBP, ada 15 Kementerian/Lembaga Negara (K/L) yang memotong anggarannya di atas 20%. Dan 45 K/L memangkas di bawah 10%. Anggaran tersebut disalurkan untuk program padat karya.
Dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum menyalurkan Rp 10,23 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 1,87 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp 95,58 miliar, Kementerian Pertanian Rp 1,8 teriliun. Adapun Dana Desa yang disalurkan buat Bantuan Langsung Tunai mencapai Rp 22,48 triliun.
Itu belum termasuk kontribusi Pemerintah Daerah. Sejauh ini APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk dana covid-19 dikucurkan bagi bidang kesehatan Rp 20,88 triliun, jaring pengaman sosial (Rp 18,24 triliun), dan penanganan dampak ekonomi (Rp 8,95 triliun).
Bagaimana dengan BUMN? “Ini yang sulit di-track,” sahut Yuna. Namun, ia tak habis pikir bagaimana mungkin dana-dana nonbujeter milik BUMN juga beredar untuk sumbangan. “Ironisnya korporasi-korporasi plat merah itu sekarang minta suntikan juga ke negara,” tuturnya.
Tak luput dari sorotan IBP adalah pasal-pasal pajak omnibus law dalam Perppu No. 1/2020. Sesuai yang disampaikan Presiden Jokowi insentif pajak dan stimulus bagi KUR mencapai Rp 70,1 triliun. Insentif pajak itu meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 impor, Angsuran PPh Pasal 25, dan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
“Ini pasal selundupan,” kecamnya. Menurut hemat Yuna, saat ini pengusaha tak sedang membutuhkan pemotongan tarif. Apalagi saat ini pengusaha sedang tiarap. “Jadi tidak ada gunanya,” katanya.
Ia tak terima penurunan PPh badan sebesar 25% dan 17% untuk perusahaan listing. “Ini kok seperti aji mumpung,” cetusnya. “Dalam keadaan darurat oke saja bikin perpu, tapi jangan dipakai menyelundupkan kepentingan elit ekonomi dan politik di negara kita dong.”
Jangan Sampai Kasus BLBI dan Bank Century Terulang
Kekhawatiran Yuna seiring dengan gugatan terhadap Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Penggugat menilai pasal itu membuka celah korupsi.
"Karena dalam pasal itu disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan, keuangan daerah, bagian pemulihan ekonomi nasional, bukan merupakan kerugian negara," salah satu kata kuasa hukum pemohon Zainal Arifin Hoesein, saat membacakan gugatannnya, Selasa (28/4) tiga pekan silam.
Pemohon juga menilai bahwa Pasal 27 Ayat (2) dan (3) bermasalah. Kedua pasal itu mengatur tentang imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Pasal 27 Ayat (2) menyebutkan bahwa sejumlah pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana asalkan dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Perppu itu telah digugat oleh tiga pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.
Wajar jika IBP dan masyarakat was-was dengan Perppu ini. Luka dalam akibat krisis ekonomi 1998 dan 2008 masih terasa sakitnya hingga saat ini.
Dulu, saat BLBI dikucurkan uang negara dikuras dengan dalih menyehatkan perbankan yang ditimpa rush. Nyatanya kebijakan itu justru dijadikan modus oleh para pemilik bank untuk menyelamatkan kelompok usahanya. Demikian pula dengan dana talangan buat Bank Century yang mrugikan negara Rp 7,45 triliun, memiliki payung hukum Perppu No 4 /2008.
(rza)