Duet Jokowi-Prabowo di 2024 Diyakini Hapus Polarisasi Cebong dan Kampret
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari menganggap, saat ini dunia seperti amfibi yakni hidup di dua dunia antara dunia nyata dan dunia maya. Sehingga, hal itu memengaruhi polarisasi politik di masyarakat.
Maka itu, Qodari memproklamirkan duet Jokowi-Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dia percaya, ketika Jokowi-Prabowo bersatu di Pilpres 2024, maka polarisasi di masyarakat menjadi berkurang atau bahkan bisa dihapus sama sekali. "Saya kira (wacana masa jabatan presiden tiga periode) inheren ya, dan levelnya (polariasi) itu semakin buruk dibandingkan dulu karena apa, misalnya dulu pilpres zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) begitu perkembangan medsos belum seperti sekarang ini," ujarnya dalam tayangan video, Kamis (18/3/2021).
Qodari mengaku enggan masuk ke perdebatan wacana amandemen UUD 1945 yang mengatur soal masa jabatan presiden. Tapi, dia melihat kepada bagaimana Pilpres 2024 dapat menghapus polarisasi di masyarakat. Di mana polarisasi ini juga sudah jauh-jauh hari diprediksi Samuel Huntington. Menurutnya, figur Jokowi dan Prabowo saat ini dipandang sebagai imajinasi politik yang ada di masyarakat. Katanya, Jokowi-Prabowo dilahirkan dalam suasana politik yang dipengaruhi perkembangan digital. Sehingga, polarisasi itu juga tak bisa dilepaskan dari kontestasi politik yang pernah mereka rasakan.
"Karena itu kalau Jokowi-Prabowo dua tokoh yang mempresentasikan Indonesia dalam dua pertarungan tersebut itu bergabung ya, di sini (pemerintahan) mereka sudah bergabung saat ini tinggal dilanjutkan saja. Hemat saya potensi polarisasi di 2024 akan sangat minimal karena apa, karena satu, dua-duanya kan mewakili katakanlah dua mahluk yang lahir gara-gara polarisasi itu yakni cebong dan kampret, (akhirnya) bersatu mereka," sambung Qodari.
Maka itu, Qodari memproklamirkan duet Jokowi-Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dia percaya, ketika Jokowi-Prabowo bersatu di Pilpres 2024, maka polarisasi di masyarakat menjadi berkurang atau bahkan bisa dihapus sama sekali. "Saya kira (wacana masa jabatan presiden tiga periode) inheren ya, dan levelnya (polariasi) itu semakin buruk dibandingkan dulu karena apa, misalnya dulu pilpres zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) begitu perkembangan medsos belum seperti sekarang ini," ujarnya dalam tayangan video, Kamis (18/3/2021).
Qodari mengaku enggan masuk ke perdebatan wacana amandemen UUD 1945 yang mengatur soal masa jabatan presiden. Tapi, dia melihat kepada bagaimana Pilpres 2024 dapat menghapus polarisasi di masyarakat. Di mana polarisasi ini juga sudah jauh-jauh hari diprediksi Samuel Huntington. Menurutnya, figur Jokowi dan Prabowo saat ini dipandang sebagai imajinasi politik yang ada di masyarakat. Katanya, Jokowi-Prabowo dilahirkan dalam suasana politik yang dipengaruhi perkembangan digital. Sehingga, polarisasi itu juga tak bisa dilepaskan dari kontestasi politik yang pernah mereka rasakan.
"Karena itu kalau Jokowi-Prabowo dua tokoh yang mempresentasikan Indonesia dalam dua pertarungan tersebut itu bergabung ya, di sini (pemerintahan) mereka sudah bergabung saat ini tinggal dilanjutkan saja. Hemat saya potensi polarisasi di 2024 akan sangat minimal karena apa, karena satu, dua-duanya kan mewakili katakanlah dua mahluk yang lahir gara-gara polarisasi itu yakni cebong dan kampret, (akhirnya) bersatu mereka," sambung Qodari.
(cip)