Pengamat Militer dan Intelijen: Indonesia Tengah Menghadapi Perang Hybrid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia saat ini tengah menghadapi perang hybrid. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya informasi hoaks, disinformasi dan post truth yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan pengamat militer dan intelijen yang juga dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Susaningtyas Kertopati dalam Bincang Tokoh di channel YouTube Ridlwan Djogja, Kamis (11/3/2021). ”Perlu diketahui, kita tengah menghadapi perang hybrid. Di situ bercampurlah yang namanya nir militer, non militer dan militer. Dalam perang hybrid ini, masyarakat harus hati-hati karena banyak sekali hoaks, disinformasi dan post truth. Itu semua direkayasa untuk mengacaukan situasi dan kondisi negara kita,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning kepada SINDOnews.
Mantan anggota Komisi I DPR ini mengatakan, apabila kondisi pertahanan negara dimana masyarakatnya tidak saling bersatu dalam menjaga persatuan dan kesatuan maka itu yang diharapkan pihak musuh. “Kita memang harus hati-hati dalam melangkah ke dunia baru dimana perang tak lagi kepada perang konvensional yang menggunakan alutsista besar-besar dan bersifat mahal karena harus menggunakan hukum-hukum internasional yang rumit. Apalagi bila dikawinkan dengan hukum nasional yang lebih rumit. Tentunya dengan grey area, perang asimetric itu akan lebih mudah mengacaukan situasi negara,” katanya.
Perempuan yang pernah menjadi dosen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini menyontohkan, bagaimana banyaknya informasi hoaks dan disinformasi mengenai pandemic Covid-19 berkembang di masyarakat. Menurut Nuning, tidak sedikit pihak yang ingin menyakinkan apa yang dikerjakan pemerintah terkait Covid-19 hanya sebuah rekayasa dan informasi palsu. ”Kita harus bahu membahu mengatasi hal ini, jangan sampai masyarakat itu lebih percaya informasi yang sifatnya disinformasi atau post truth yakni sesuatu yang belum tentu benar. Oleh karenanya, penting sekali literasi yang harus dimiliki masyarakat kita,” ucapnya.
Karenanya, kata Nuning, keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam menangani Covid-19 sudah tepat. ”Jadi saya rasa, BIN melakukan tracing dan treatmen itu bukan hal yang keliru, memang ada digarda terdepan justru BIN ini. Kan kita perlu ada deteksi dini juga. Apabila BIN abai terhadap itu malah salah, karena BIN harus menjadi pengumpul informasi utama untuk presiden agar mengetahui sejauh mana bahayanya Covid-19 ini ada di negara kita,” katanya.
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah menginstruksikan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran termasuk BIN untuk Covid-19. ”Jadi tidak usah takut sama intelijen. Intelijen itu bukan momok, bukan hantu, bukan setan. Itu untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI dengan ideologi Pancasila dan UUD 45. Jadi jangan pernah takut dan jangan pernah takut juga berpartisipasi menjadi insan intelijen kita,” tegasnya.
Nuning juga meminta kepada masyarakat untuk pandai-pandai menghadapi perang hybrid. ”Jangan sampai tanpa literasi yang baik lalu percaya hoaks-hoaks, post truth dan disinformasi yang disengaja untuk menghancurkan negara kita. Walaupun belum masuk menjadi staf BIN, harus ada sense of intelijen, rasa ingin tahu, benar gak sih. Jangan menggenalisir pengetahuan yang salah sebagai sesuatu yang benar yang dinamakan post truth,” ucapnya.
Pernyataan tersebut disampaikan pengamat militer dan intelijen yang juga dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Susaningtyas Kertopati dalam Bincang Tokoh di channel YouTube Ridlwan Djogja, Kamis (11/3/2021). ”Perlu diketahui, kita tengah menghadapi perang hybrid. Di situ bercampurlah yang namanya nir militer, non militer dan militer. Dalam perang hybrid ini, masyarakat harus hati-hati karena banyak sekali hoaks, disinformasi dan post truth. Itu semua direkayasa untuk mengacaukan situasi dan kondisi negara kita,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning kepada SINDOnews.
Mantan anggota Komisi I DPR ini mengatakan, apabila kondisi pertahanan negara dimana masyarakatnya tidak saling bersatu dalam menjaga persatuan dan kesatuan maka itu yang diharapkan pihak musuh. “Kita memang harus hati-hati dalam melangkah ke dunia baru dimana perang tak lagi kepada perang konvensional yang menggunakan alutsista besar-besar dan bersifat mahal karena harus menggunakan hukum-hukum internasional yang rumit. Apalagi bila dikawinkan dengan hukum nasional yang lebih rumit. Tentunya dengan grey area, perang asimetric itu akan lebih mudah mengacaukan situasi negara,” katanya.
Perempuan yang pernah menjadi dosen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini menyontohkan, bagaimana banyaknya informasi hoaks dan disinformasi mengenai pandemic Covid-19 berkembang di masyarakat. Menurut Nuning, tidak sedikit pihak yang ingin menyakinkan apa yang dikerjakan pemerintah terkait Covid-19 hanya sebuah rekayasa dan informasi palsu. ”Kita harus bahu membahu mengatasi hal ini, jangan sampai masyarakat itu lebih percaya informasi yang sifatnya disinformasi atau post truth yakni sesuatu yang belum tentu benar. Oleh karenanya, penting sekali literasi yang harus dimiliki masyarakat kita,” ucapnya.
Karenanya, kata Nuning, keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam menangani Covid-19 sudah tepat. ”Jadi saya rasa, BIN melakukan tracing dan treatmen itu bukan hal yang keliru, memang ada digarda terdepan justru BIN ini. Kan kita perlu ada deteksi dini juga. Apabila BIN abai terhadap itu malah salah, karena BIN harus menjadi pengumpul informasi utama untuk presiden agar mengetahui sejauh mana bahayanya Covid-19 ini ada di negara kita,” katanya.
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah menginstruksikan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran termasuk BIN untuk Covid-19. ”Jadi tidak usah takut sama intelijen. Intelijen itu bukan momok, bukan hantu, bukan setan. Itu untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI dengan ideologi Pancasila dan UUD 45. Jadi jangan pernah takut dan jangan pernah takut juga berpartisipasi menjadi insan intelijen kita,” tegasnya.
Nuning juga meminta kepada masyarakat untuk pandai-pandai menghadapi perang hybrid. ”Jangan sampai tanpa literasi yang baik lalu percaya hoaks-hoaks, post truth dan disinformasi yang disengaja untuk menghancurkan negara kita. Walaupun belum masuk menjadi staf BIN, harus ada sense of intelijen, rasa ingin tahu, benar gak sih. Jangan menggenalisir pengetahuan yang salah sebagai sesuatu yang benar yang dinamakan post truth,” ucapnya.
(cip)