KAHMI Minta Pemerintah Beri Perlindungan ke UMKM Selama Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Atho Ismail mengharapkan pemerintah memberikan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) . Perlindungan perlu diberikan agar UMKM dapat bertahan di situasi yang sulit selama pandemi Covid-19. Banyaknya jumlah UMKM belum sebanding dengan kualitas yang ada. Perlindungan dan bimbingan perlu diberikan agar UMKM memiliki daya saing lebih.
Perlindungan dan bimbingan itu bisa diberikan dalam bentuk modal kerja dengan bunga rendah. Selain itu bisa berupa akses pemasaran dalam dan luar negeri, Serta pemberian lahan pertanian dan perkebunan, perlindungan dari produk negara asing dan lain lain. “Dengan perlindungan dan bimbingan ke UMKM, diharapkan UMKM bisa naik kelas,” ujar Atho, di sela acara Seminar UMKM: Optimalisasi Peran Usaha Mikro Kecil Menengah Dalam Mewujudkan Keadilan Ekonomi dan Keadilan Sosial, yang diselenggarakan oleh Bidang UMKM Majelis Nasional KAHMI, Selasa malam (9/3/2021). Baca juga: Ini Tiga Tren yang Harus Dilakukan UMKM agar Kembali Bangkit
Dengan adanya perlindungan dan bimbingan terhadap UMKM diharapkan, usaha mikro menjadi usaha kecil, yang kecil menjadi menengah yang menengah menjadi besar. “Dengan kenaikan kelas UMKM diharapkan dapat mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial,” tambahnya. Atho juga berharap ada upaya yang sungguh sungguh dan berkelanjutan agar apa yang dicita citakan terwujud.
Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) P. Totok Lusida, mengharapkan adanya proteksi bagi UMKM, Toto biasa disapa, mengharapkan BPHTB bisa dihapuskan. Selain itu juga Toto berharap adanya penundaan cicilan bagi pengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di tengah pandemi. Toto menjelaskan menjadi developer itu berawal dari UMKM. Menurutnya, bila UMKM Developer ini dibantu, maka ada potensi pasar yang masih bisa digarap di sektor rumah bersubsidi ini. “Masih ada kuota 11 juta rumah bagi kelompok sederhana, dan baru terpenuhi sekitar 1 juta unit,” ujar Toto.
Di tengah situasi pandemi, banyak sektor yang mengalami penurunan. Namun untuk segmen rumah bersubsidi masih tetap bisa bertahan di tengah terjangan Corona. Apabila segmen ini digalakan, maka akan terserap sekitar 30 juta tenaga kerja. Dan Toto menyatakan modal untuk menjadi pengembang perumahan kelas ini pun tidak banyak yaitu sekitar Rp10 miliar. “Rp3 miliar dari modal sendiri dan Rp7 miliar dari perbankan,” ujar Toto.
Untuk itu, dia mengajak pengusaha KAHMI bekerja sama membangun sektor perumahan kelas sederhana ini. Kolaborasi antar pihak menjadi salah satu kunci kemajuan UMKM terutama UMKM di Sektor pembangunan rumah sederhana. Peluang sektor ini semakin terbuka ketika ada kebijakan fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah. Stimulus Keuangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021/ tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) tahun anggaran 2021. “DTP 100 % untuk dibawah 2 M. 50 % untuk harga 2-5 M,” ungkap Toto
Tantangan utama para pengembang perumahan adalah menjaga arus keluar masuk kas. Selain tantangan, pasti adapula masalah yang dihadapi UMKM. Menurut Pendiri dan Pembina UKM Center FEB Universitas Indonesia masalah utama yang dihadapi UMKM adalah pencatatan keuangan usaha. Menurutnya pelaku UMKM sering mencampuradukan keuangan pribadi dan usaha. “Harusnya dipisah antara (uang) pribadi dan usaha.Persoalan yang lebih parah terjadi pada sektor mikro. Banyak Pelaku usaha mikro yang memang enggan untuk membesarkan usahanya. Selain itu mereka takut terkena pajak,” ujarnya.
Perlindungan dan bimbingan itu bisa diberikan dalam bentuk modal kerja dengan bunga rendah. Selain itu bisa berupa akses pemasaran dalam dan luar negeri, Serta pemberian lahan pertanian dan perkebunan, perlindungan dari produk negara asing dan lain lain. “Dengan perlindungan dan bimbingan ke UMKM, diharapkan UMKM bisa naik kelas,” ujar Atho, di sela acara Seminar UMKM: Optimalisasi Peran Usaha Mikro Kecil Menengah Dalam Mewujudkan Keadilan Ekonomi dan Keadilan Sosial, yang diselenggarakan oleh Bidang UMKM Majelis Nasional KAHMI, Selasa malam (9/3/2021). Baca juga: Ini Tiga Tren yang Harus Dilakukan UMKM agar Kembali Bangkit
Dengan adanya perlindungan dan bimbingan terhadap UMKM diharapkan, usaha mikro menjadi usaha kecil, yang kecil menjadi menengah yang menengah menjadi besar. “Dengan kenaikan kelas UMKM diharapkan dapat mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial,” tambahnya. Atho juga berharap ada upaya yang sungguh sungguh dan berkelanjutan agar apa yang dicita citakan terwujud.
Baca Juga
Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) P. Totok Lusida, mengharapkan adanya proteksi bagi UMKM, Toto biasa disapa, mengharapkan BPHTB bisa dihapuskan. Selain itu juga Toto berharap adanya penundaan cicilan bagi pengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di tengah pandemi. Toto menjelaskan menjadi developer itu berawal dari UMKM. Menurutnya, bila UMKM Developer ini dibantu, maka ada potensi pasar yang masih bisa digarap di sektor rumah bersubsidi ini. “Masih ada kuota 11 juta rumah bagi kelompok sederhana, dan baru terpenuhi sekitar 1 juta unit,” ujar Toto.
Di tengah situasi pandemi, banyak sektor yang mengalami penurunan. Namun untuk segmen rumah bersubsidi masih tetap bisa bertahan di tengah terjangan Corona. Apabila segmen ini digalakan, maka akan terserap sekitar 30 juta tenaga kerja. Dan Toto menyatakan modal untuk menjadi pengembang perumahan kelas ini pun tidak banyak yaitu sekitar Rp10 miliar. “Rp3 miliar dari modal sendiri dan Rp7 miliar dari perbankan,” ujar Toto.
Untuk itu, dia mengajak pengusaha KAHMI bekerja sama membangun sektor perumahan kelas sederhana ini. Kolaborasi antar pihak menjadi salah satu kunci kemajuan UMKM terutama UMKM di Sektor pembangunan rumah sederhana. Peluang sektor ini semakin terbuka ketika ada kebijakan fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah. Stimulus Keuangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021/ tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) tahun anggaran 2021. “DTP 100 % untuk dibawah 2 M. 50 % untuk harga 2-5 M,” ungkap Toto
Tantangan utama para pengembang perumahan adalah menjaga arus keluar masuk kas. Selain tantangan, pasti adapula masalah yang dihadapi UMKM. Menurut Pendiri dan Pembina UKM Center FEB Universitas Indonesia masalah utama yang dihadapi UMKM adalah pencatatan keuangan usaha. Menurutnya pelaku UMKM sering mencampuradukan keuangan pribadi dan usaha. “Harusnya dipisah antara (uang) pribadi dan usaha.Persoalan yang lebih parah terjadi pada sektor mikro. Banyak Pelaku usaha mikro yang memang enggan untuk membesarkan usahanya. Selain itu mereka takut terkena pajak,” ujarnya.
(cip)