Ombudsman Minta Permenhub Pengendalian Transportasi Dievaluasi

Selasa, 19 Mei 2020 - 10:41 WIB
loading...
Ombudsman Minta Permenhub Pengendalian Transportasi Dievaluasi
Ombudsman Jakarta Raya meminta Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengevaluasi pelaksanaan Permenhub tentang Pengendalian Transportasi. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya meminta Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Covid-19 .

(Baca juga: Mahfud MD Sebut Siapa Pun Jangan Takut dengan Luhut)

Selain itu Ombudsman juga meminta evaluasi Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Bandara Soekarno Hatta pascaperistiwa penumpukan penumpang pada Kamis 14 Mei 2020.

Permintaan itu ditujukan pada Ketua Pelaksana Gugus Tugas sebagaimana kewenangannya di dalam Pasal 6 poin b dan c Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang bertindak selaku koordinator, pengendali, dan pengawas pelaksanaan percepatan kegiatan penanganan Covid 19.

"Evaluasi ini penting jika kebijakan kita terkait penanganan Covid-19 masih berfokus pada pemutusan rantai penyebaran virus dan belum berubah menjadi pendekatan herd immunity,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, dalam keterangan tertulisnya Selasa (19/05/2020).

Saran tersebut disampaikan oleh Ombudsman Jakarta Raya setelah melakukan permintaan keterangan dan sidak ke Bandara Soetta pada hari Sabtu, 16 Mei 2020.

Permintaan keterangan dan sidak ini untuk melihat pelayanan publik atas pencegahan Covid-19 di Bandara Soetta selama pelaksanaan kedua kebijakan tersebut di atas yaitu sejak mulai diberlakukannya pada hari Kamis (15/05/2020) sampai saat Ombudsman Jakarta Raya melakukan pemeriksaan.

"Kami menemukan, ada potensi besar Bandara Soetta menjadi wahana cluster penyebaran Covid-19 baik pada tanggal 14 Mei 2020 maupun di hari-hari berikutnya," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya lagi.

Potensi tersebut didasarkan pada hasil temuan Ombudsman Jakarta Raya terkait kesiapsiagaan otoritas Bandara Soetta dan para pihak lainnya dalam melaksanakan kedua kebijakan tersebut.

Ombudsman Jakarta Raya menemukan bahwa seluruh dokumen perjalanan dalam peristiwa 14 Mei 2020 dan sampai hari saat proses pemeriksaan dilakukan tidak ada yang divalidasi keabsahannya.

"Jangankan untuk melakukan validasi dokumen-dokumen perjalanan tersebut, untuk melakukan pengecekan kelengkapan dokumen saja otoritas bandara dan para pihak lainnya di bandara tidak mampu," lanjut Teguh.

Khusus pada tanggal 14 Mei 2020, berdasarkan keterangan dan dokumen yang diperoleh tim Pemeriksa Ombudsman, saat itu hanya ada satu check point untuk 13 penerbangan. Sementara jangka waktu antara satu penerbangan dengan yang lain tak lebih dari 20-30 menit saja.

Dengan asumsi penerbangan tersebut mempergunakan pesawat tipe Boeing 737-900ER atau yang sekelas dengan kapasitas tempat duduk 215 tempat duduk, dan izin penerbangan tersebut hanya boleh di isi 50% nya, maka ada sekitar ± 1.300 calon penumpang yang harus diverifikasi oleh seluruh petugas di lapangan.

"Jadi dengan situasi ini bisa dipastikan, tidak ada proses check and re-check oleh petugas di lapangan terhadap keabsahan dokumen tersebut, bahkan untuk sekedar memastikan bahwa para penumpang memiliki seluruh dokumen yang diperlukan. Dan hal tersebut terkonfirmasi dari keterangan Otoritas Bandara yang menyatakan bahwa tidak ada proses validasi dokumen," kata Teguh.

Hal tersebut tidak hanya terjadi pada tanggal 14 Mei 2020 saja, Tim Ombudsman pada saat melakukan pemeriksaan di tanggal 16 Mei 2020 menemukan penumpang tetap bisa berangkat sekalipun dari daftar check list dokumen yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.

Pihak Otoritas Bandara mengaku telah melakukan perbaikan dan evaluasi dengan memecah check point dari hanya dipusatkan di 1 (satu) titik menjadi dibagi ke dalam 4 lapis/layer.

Namun hal tersebut tidak lantas memperbaiki sistem pengecekan keabsahan dokumen yang dimiliki penumpang. Jumlah personil dan kewenangan yang terbatas serta jeda waktu antar penerbangan menyebabkan proses pengecekan keabsahan dokumen kepada pihak yang memberikan izin termasuk para pejabat Eselon II bagi PNS yang melakukan perjalanan dinas, pimpinan perusahaan, dan atau aparat pemerintah yang mengeluarkan izin perjalanan atau rumah sakit yang menjalankan tes covid tidak mungkin dilakukan.

"Jadi perbaikan yang dilakukan hanya untuk menapis penumpang dari sisi kelengkapan administrasi bukan pada validasi dokumen, dan di level pemeriksaan kelengkapan saja masih bolong," lanjut Teguh.

Hal ini masih terjadi, karena pemeriksaan awal di check point 1 dan pemeriksaan akhir di check point 4 dilakukan oleh pihak maskapai. Aspek lain yang menjadi temuan oleh Ombudsman adalah tidak adanya proses strerilisasi kawasan pemeriksaan.

Sehingga kata dia, banyak pihak yang tidak berkepentingan termasuk terduga calo yang 'membantu' para calon penumpang untuk lolos proses pemeriksaan. Potensi tersebut sangat mungkin terjadi, karena Ombudsman menemukan pihak-pihak tersebut juga menawarkan jasa 'perbantuan' di Drop Zone Area.

Mereka menawarkan jasa membantu penumpang untuk berangkat atau jika pesawat telah memenuhi batas kuota, tawaran berikutnya berangkat dengan travel plat hitam ke daerah-daerah tujuan penumpang.

"Kami sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan mudik dengan pembatasan yang pemeriksaan dokumennya dilaksanakan langsung di bandara adalah sebagai mission impossible bagi para operator di lapangan," ujar Teguh.

Ombudsman mengkhawatirkan hal tersebut juga akan terjadi di stasiun kereta untuk para calon penumpang kereta luar biasa dan terminal-terminal.

"Bandara yang proses pemeriksaannya jauh lebih baik dan ketat di banding stasiun dan terminal saja tidak mampu melakukan verifikasi keabsahan dokumen, apalagi di stasiun dan terminal," tuturnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1755 seconds (0.1#10.140)