KLB Demokrat Terkesan Terburu-buru, Kejar Target Pilih Moeldoko Jadi Ketum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deliserdang terkesan terburu-buru. Akibatnya terlihat oleh publik seperti dipaksakan karena yang tampak hanya untuk memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum.
"Efeknya, sentimen negatif publik jadi tinggi. Apalagi dalam kongres itu tak terdengar argumen mengapa KLB ini harus dilaksanakan. Apakah ada tindakan ketum yang dilihat melanggar AD/ART, atau melakukan tindakan tercela seperti tersangkut korupsi misalnya, atau ketum tidak dapat melaksanakan tugas dengan semestinya," katanya saat dihubungi, Rabu (10/3/2021).
Menurut Ray, alasan-alasan seperti ini tak mencuat di dalam KLB. Kongres luar biasa seperti kejar target dengan agenda utamanya malah memilih KSP Moeldoko sebagai Ketum. Di sisi lain, tak terdengar ada penyampaian visi misi dan tak ada adu argumen mengapa misalnya memilih Ketum dari luar bukan dari internal partai sendiri.
Baca juga: KLB Moeldoko Tuding AD/ART 2020 Abal-abal, Demokrat: Kok Baru Sekarang Dipermasalahkan
"Dengan berbagai pengabaian inilah, maka KLB Deliserdang memang seperti dilakukan dengan terburu-buru. Meskipun begitu, KLB ini sebaiknya harus dilihat sebagai kritik terhadap AHY," katanya.
Lebih lanjut Ray menilai, model pemilihan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kongres Demokrat terdahulu sifatnya tunggal dan aklamasi memang potensial akan mengalirkan arus perlawanan. Sehingga, alih-alih mengembalikan kejayaan partai berlambang bintang mercy, justru yang terjadi munculnya bibit perlawanan.
Terlebih, mantan aktivis 98 ini melihat, perlawanan justru datang dari para petinggi partai yang dianggap memiliki kontribusi dalam memperjuangkan partai sekaligus loyal terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai tokoh sentral selama ini. Tapi, kubu 'Cikeas' tampak membiarkan hal itu, dan cenderung memperkuat dominasi politiknya.
"Bibit perpecahan sudah dituai sejak awal. Yang kemudian membesar karena kemungkinan tidak dicari jalan penyelesaian. Dan puncaknya adalah KLB Deliserdang itu," paparnya.
Baca juga: Demokrat Tegaskan Tak Pernah Tuding Pemerintah dalam Pusaran KLB Moeldoko
"Efeknya, sentimen negatif publik jadi tinggi. Apalagi dalam kongres itu tak terdengar argumen mengapa KLB ini harus dilaksanakan. Apakah ada tindakan ketum yang dilihat melanggar AD/ART, atau melakukan tindakan tercela seperti tersangkut korupsi misalnya, atau ketum tidak dapat melaksanakan tugas dengan semestinya," katanya saat dihubungi, Rabu (10/3/2021).
Menurut Ray, alasan-alasan seperti ini tak mencuat di dalam KLB. Kongres luar biasa seperti kejar target dengan agenda utamanya malah memilih KSP Moeldoko sebagai Ketum. Di sisi lain, tak terdengar ada penyampaian visi misi dan tak ada adu argumen mengapa misalnya memilih Ketum dari luar bukan dari internal partai sendiri.
Baca juga: KLB Moeldoko Tuding AD/ART 2020 Abal-abal, Demokrat: Kok Baru Sekarang Dipermasalahkan
"Dengan berbagai pengabaian inilah, maka KLB Deliserdang memang seperti dilakukan dengan terburu-buru. Meskipun begitu, KLB ini sebaiknya harus dilihat sebagai kritik terhadap AHY," katanya.
Lebih lanjut Ray menilai, model pemilihan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kongres Demokrat terdahulu sifatnya tunggal dan aklamasi memang potensial akan mengalirkan arus perlawanan. Sehingga, alih-alih mengembalikan kejayaan partai berlambang bintang mercy, justru yang terjadi munculnya bibit perlawanan.
Terlebih, mantan aktivis 98 ini melihat, perlawanan justru datang dari para petinggi partai yang dianggap memiliki kontribusi dalam memperjuangkan partai sekaligus loyal terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai tokoh sentral selama ini. Tapi, kubu 'Cikeas' tampak membiarkan hal itu, dan cenderung memperkuat dominasi politiknya.
"Bibit perpecahan sudah dituai sejak awal. Yang kemudian membesar karena kemungkinan tidak dicari jalan penyelesaian. Dan puncaknya adalah KLB Deliserdang itu," paparnya.
Baca juga: Demokrat Tegaskan Tak Pernah Tuding Pemerintah dalam Pusaran KLB Moeldoko
(abd)