Prahara Partai Demokrat
loading...
A
A
A
Lely Arrianie
Dosen Kounikasi Politik Universitas Nasional
Presidium Asosiasi Ilmuwan Komunikasi Politik Indonesia (AIKPI)
Dan Dewan Pakar ISKI
AKHIRNYA Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat benar benar dilaksanakan. Mereka memilih Sumatera Utara sebagai tempat berkongres. Hasil KLB kemudian mengukuhkan Moeldoko sebagai ketua umum, sungguh sebuah anti klimak yang tidak diduga, bahwa KLB Partai Demokrat bisa digelar secepat itu.
Sinyalemen beberapa tokoh pendiri partai akan menggelar kongres memang begitu kuat, namun tidak terdeteksi waktunya begitu dekat dengan isu kudeta yang ramai dibicarakan. Isu kudeta yang juga dikaitkan dengan pertemuan Moeldoko dengan beberapa tokoh partai yang kemudian dipecat oleh ketua umum hasil Kongres Jakarta.
Dengan suara bergetar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyatakan kemarahan dan kekecewaannya, terutama terhadap ketua umum terpilih di KLB itu, Moeldoko . SBY bahkan harus mengulik kembali kisah lama Moeldoko saat SBY memberi kepercayan atas beberapa jabatan Moeldoko. Kekecewaan itu tidak mengubah posititioning sebagai ketua umum terpilih di KLB Partai Demokrat.
Kepemimpinan yang Lemah
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum dalam Kongres ke V Partai Demokrat di JCC Senayan pada 14 Maret 2020 dengan dukungan 93% suara dari DPD maupun DPC. AHY adalah pemimpin kelima di partai berlambang Mercy itu.
Ia seharusnya memimpin Partai Demokrat dari 2020 sampai dengan 2025. Sebelumnya ada Subur Budhisantoso (2001-2005), Hadi Utomo (2005-2010), Anas Urbaningrum (2010-2013) dan SBY (2013-2020).
Belum setahun AHY memimpin, prahara di partai yang dipimpinnya tiba-tiba meruak. AHY melakukan konferensi pers tentang kepemimpinannya yang tengah digoyang. Tak tanggung tanggung, AHY mengumumkan keterlibatan orang dekat Presiden Jokowi, yakni Moeldoko yang notabene adalah Kepala Staf Presiden. AHY bahkan harus berkirim surat ke istana , namun tidak direspons.
Pascakonferensi pers yang dilakukan AHY , tokoh-tokoh senior partai merespons dengan melakukan konperensi pers juga, dugaan pertemuan tersembunyi yang oleh Moeldoko dikatakan sekadar “ngopi bareng,” ternyata disikapi tokoh senior partai lebih dari sekedar ngopi. Mereka ingin mendukung dan mengusung Moeldoko utk menggantikan AHY. Partaipun makin beriak, beberapa tokoh senior dipecat secara tidak hormat dari partai.
Pemecatan itupun berdampak hukum. Marzuki Ali melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan terhadap Partai Demokrat . Di sela-sela gugatan, KLB pun berlangsung. Marzuki Ali ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pembina di KLB itu.
Hasil KLB itupun membunyikan genderang perang antara kepemimpinan di Partai Demokrat hasil Kongres Jakarta dengan hasil KLB Sumut. Tokoh dari kedua versi kepemimpinan berdebat di media sosial dan media mainstream. Ada hal lain yang bisa dibaca, bahwa ada pola relasi dalam kepemiminan yang lemah, AHY adalah figur utama dibalik kepemimpinan yang lemah itu.
Dosen Kounikasi Politik Universitas Nasional
Presidium Asosiasi Ilmuwan Komunikasi Politik Indonesia (AIKPI)
Dan Dewan Pakar ISKI
AKHIRNYA Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat benar benar dilaksanakan. Mereka memilih Sumatera Utara sebagai tempat berkongres. Hasil KLB kemudian mengukuhkan Moeldoko sebagai ketua umum, sungguh sebuah anti klimak yang tidak diduga, bahwa KLB Partai Demokrat bisa digelar secepat itu.
Sinyalemen beberapa tokoh pendiri partai akan menggelar kongres memang begitu kuat, namun tidak terdeteksi waktunya begitu dekat dengan isu kudeta yang ramai dibicarakan. Isu kudeta yang juga dikaitkan dengan pertemuan Moeldoko dengan beberapa tokoh partai yang kemudian dipecat oleh ketua umum hasil Kongres Jakarta.
Dengan suara bergetar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyatakan kemarahan dan kekecewaannya, terutama terhadap ketua umum terpilih di KLB itu, Moeldoko . SBY bahkan harus mengulik kembali kisah lama Moeldoko saat SBY memberi kepercayan atas beberapa jabatan Moeldoko. Kekecewaan itu tidak mengubah posititioning sebagai ketua umum terpilih di KLB Partai Demokrat.
Kepemimpinan yang Lemah
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum dalam Kongres ke V Partai Demokrat di JCC Senayan pada 14 Maret 2020 dengan dukungan 93% suara dari DPD maupun DPC. AHY adalah pemimpin kelima di partai berlambang Mercy itu.
Ia seharusnya memimpin Partai Demokrat dari 2020 sampai dengan 2025. Sebelumnya ada Subur Budhisantoso (2001-2005), Hadi Utomo (2005-2010), Anas Urbaningrum (2010-2013) dan SBY (2013-2020).
Belum setahun AHY memimpin, prahara di partai yang dipimpinnya tiba-tiba meruak. AHY melakukan konferensi pers tentang kepemimpinannya yang tengah digoyang. Tak tanggung tanggung, AHY mengumumkan keterlibatan orang dekat Presiden Jokowi, yakni Moeldoko yang notabene adalah Kepala Staf Presiden. AHY bahkan harus berkirim surat ke istana , namun tidak direspons.
Pascakonferensi pers yang dilakukan AHY , tokoh-tokoh senior partai merespons dengan melakukan konperensi pers juga, dugaan pertemuan tersembunyi yang oleh Moeldoko dikatakan sekadar “ngopi bareng,” ternyata disikapi tokoh senior partai lebih dari sekedar ngopi. Mereka ingin mendukung dan mengusung Moeldoko utk menggantikan AHY. Partaipun makin beriak, beberapa tokoh senior dipecat secara tidak hormat dari partai.
Pemecatan itupun berdampak hukum. Marzuki Ali melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan terhadap Partai Demokrat . Di sela-sela gugatan, KLB pun berlangsung. Marzuki Ali ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pembina di KLB itu.
Hasil KLB itupun membunyikan genderang perang antara kepemimpinan di Partai Demokrat hasil Kongres Jakarta dengan hasil KLB Sumut. Tokoh dari kedua versi kepemimpinan berdebat di media sosial dan media mainstream. Ada hal lain yang bisa dibaca, bahwa ada pola relasi dalam kepemiminan yang lemah, AHY adalah figur utama dibalik kepemimpinan yang lemah itu.