Perempuan Benteng Hadapi Krisis Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat ketahanan keluarga rentan goyah. Pemicunya antara lain kondisi perekonomian yang menurun dan bertambahnya beban pekerjaan di rumah. Pada kondisi seperti ini, perempuan memiliki kemampuan dalam membantu keluarga melewati masa sulit.
Perempuan dinilai lebih tangguh dan berpengalaman dibandingkan laki-laki karena terbiasa menghadapi situasi krisis dalam rumah tangga. Kemampuan ini bisa menjadi modal utama keluarga ketika harus bertahan di masa sulit akibat pandemi seperti saat ini. Tidak hanya mampu bertahan, perempuan bahkan juga mampu berdaya membantu ekonomi agar tetap bergerak.
Keyakinan tersebut antara lain disampaikan Ketua Asosiasi Studi Wanita, Gender dan Anak Indonesia (SWGI) Emy Susanti lewat penelitiannya baru-baru ini. Menurut Emy, secara sosiologis pandemi Covid-19 ini masuk kategori bencana, yakni bencana sosial. Dalam menyikapi krisis seperti ini perempuan sudah memiliki mekanisme di dalam dirinya, yakni kemampuan dalam membangun jaringan sosial.
“Jaringan sosial inilah yang membangun ketahanan atau resiliensi perempuan, di waktu apa saja, tak terkecuali di situasi pandemi ini.Itu modal sosial perempuan, memperkuat hubungan dengan tetangga, keluarga, semua diperkuat,” ujar peneliti gender yang juga dosen FISIP Universitas Airlangga Surabaya ini kepada KORAN SINDO, Sabtu (6/3).
Kelebihan lain yang dipunyai perempuan adalah dalam bertindak prioritasnya bukan pada pribadi, tapi keluarga dan kehidupan masyarakat secara lebih luas. Hasil penelitian SWGI, kata dia, menunjukkan bahwa perempuan mengelola uang dialokasikan untuk keluarga dan anak-anaknya.
"Beda dengan lelaki, orientasi hidupnya tidak terlalu ke sana, misalnya tidak mikir apa makanan tambahan anak dan lain-lain,” ujarnya.
Dengan temuannya tersebut, dia menilai dalam situasi pandemi, penting kiranya mendorong perempuan terlibat dalam perekonomian, terutama membantu mereka yang bekerja di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), dari 64 juta UMKM di Tanah Air, 60% di antaranya dikelola perempuan.
Emy menambahkan, secara teori, ekonomi makro akan bertahan dengan baik kalau ditopang ekonomi mikro, termasuk sektor informal. “Nah, justru dari dulu sektor informal ini sejarahnya banyak dikerjakan oleh kaum perempuan,” ujarnya.
Dia menuturkan, untuk bisa berbuat banyak di masa sulit ini, perempuan hanya perlu dukungan sosial, terutama pemerintah, diharapkan memberi support system. Perlu peraturan-peraturan yang menguntungkan perempuan. Termasuk juga institusi atau kelembagaan-kelembagaan harus mendukung perempuan.
Berkaitan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day pada hari ini, 8 Maret 2021, Emy mengajak semua pihak untuk berefleksi. Bagi perempuan, kata dia, perlu merefleksi apa yang sudah dikerjakan, dan apa yang bisa dilakukan di masa sulit ini. “Untuk pihak lain, kami imbau berilah dukungan kepada perempuan,” tandasnya.
Pemberdayaan lewat UMKM
Peneliti Indef Mirah Midadan mengakui kontribusi perempuan di masa pandemi ini sebenarnya sudah terlihat dan bermanfaat dalam membantu ketahanan keluarga di masa sulit. Dia antara lain mencontohkan aktivitas ibu rumah tangga yang memanfaatkan skill-nya dalam memasak dengan berjualan kue atau makanan rumahan secara daring. Inisiatif seperti itu diakui mampu membantu ketahanan keluarga yang goyah karena pandemi.
“Di sinilah peran perempuan sangat dibutuhkan untuk dapat berkontribusi ‘menambal’ kekosongan dengan seluruh skill dan kreativitas yang dimilikinya,” ujarnya saat dihubungi Sabtu, (6/3) .
Mirah menyebut perempuan sebagai makhluk yang serba bisa sehingga terbiasa melakukan beberapa aktivitas secara bersamaan (multitasking). Dengan modal tersebut, kata dia, setiap perempuan Indonesia mempunyai banyak potensi dalam dirinya yang dapat dikembangkan.
Meski perempuan memiliki banyak beban di masa pandemi, namun situasi sulit itu bisa dilihat sebagai peluang untuk dapat mengeksplorasi dirinya terlibat dalam pemberdayaan perempuan khususnya penyelamatan perekonomian.
“Tidak perlu terlalu jauh menghitung peran perempuan untuk ekonomi nasional. Dengan perempuan diberdayakan untuk dapat menjaga ketahanan keluarganya, itu sudah sangat baik di tengah ketidakpastian saat ini,” katanya.
Untuk membangkitkan UMKM yang digerakkan oleh perempuan, Mirah berharap ada bimbingan, edukasi, sharing pengalaman soal pengelolaan bisnis yang baik dan buruk sehingga mereka dapat menghindari usaha dari pelaku UMKM, khususnya perempuan, kolaps. Selain itu, setelah dibimbing juga perlu terus dipantau perkembangannya.
Pemberdayaan UMKM, menurut dia, sangat bisa dilakukan oleh perguruan tinggi, atau melalui program CSR perusahaan, atau bahkan kerja sama dengan organisasi luar negeri yang berfokus pada isu women empowerment dan gender equality. ”Jadi tidak melulu harus menunggu pemerintah untuk turun tangan langsung,” katanya.
Adapun program pemerintah untuk pemberdayaan perempuan yang diakui cukup baik adalah Kartu Prakerja. Namun dia mengingatkan bahwa efektivitasnya hanya akan terjadi jika model pelatihan yang diambil dapat langsung diterapkan untuk membantu perempuan survive di tengah pandemi.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Agustina Erni mengatakan, umumnya perempuan mengalami beban ganda sata pandemi. Tidak hanya mengurus keluarga, mengajari anak belajar, tetapi juga ikut membantu mencari nafkah.
Ironisnya, beban juga ditambah lagi dengan kekerasan yang acapkali dialami perempuan dan anak. Hal itu diketahui berdasarkan laporan aduan yang masuk ke kementerian. Menurut Erni, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu yang kompleks dan multisektoral.
“Memang ini kondisi miris yang terjadi. Namun, tidak bisa dilihat kekerasan itu terjadi dari kelompok tertentu seperti berdasarkan strata ekonomi keluarga. Bisa jadi ada yang lapor karena mungkin tahu akses informasi tempat pengaduan, tapi bisa jadi juga ada yang enggak berani,” terang Erni, kemarin.
Menurut dia, ketahanan keluarga tidak dilihat dari aspek perempuan saja. Kaum lelaki juga harus ikut memahami kondisi tersebut lantaran mereka juga kemungkinan memiliki masalah yang dialami karena pandemi. Lantaran itu, pihaknya berupaya mendorong perlunya membangun komunikasi di dalam keluarga.
“Ada namanya teori social ecological framework. Intinya, menyelesaikan masalah perempuan dan anak itu tidak akan selesai jika yang dibantu hanya mereka saja. Begitu perempuan dan anak diberdayakan, jangan lupa keluarganya juga. Ada suami, mertua, orang tua,” terangnya.
Pandemi tidak dimungkiri telah memukul ekonomi secara global, termasuk para pelaku UMKM di kalangan perempuan. Lantaran itu, Kementerian PPPA menggandeng kementerian/lembaga, perusahaan swasta, kedutaan besar, komunitas, lembaga swadaya masyarakat dengan memberikan pelatihan peningkatan kapasitas bagi para perempuan di beberapa daerah, terutama pelaku usaha yang terdampak. Salah satunya yakni pelatihan mengembangkan usaha melalui digital.
Beban Nakes Perempuan
Salah satu profesi yang sangat mengandalkan jasa perempuan di masa pandemi ini adalah tenaga kesehatan (nakes) khususnya perawat. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo beberapa waktu lalu menyebut jumlah perawat perempuan di Indonesia mencapai 70%.
Data Kementerian Kesehatan 2019 menunjukkan jumlah nakes mulai dokter, perawat, dan bidan yang ada di fasilitas kesehatan didominasi perempuan. Sebanyak 509.578 (78%) dari total 652.468 dari perawat, bidan, dokter umum, dokter gigi, dan spesialis merupakan perempuan. Persentase data ini juga memberikan gambaran yang sama terhadap jumlah nakes yang bertugas menangani Covid-19.
Beban nakes perempuan makin berlipat di masa pandemi karena selain mengurus rumah tangga, mendampingi anak belajar, juga harus berhadapan dengan pasien yang meningkatkan risiko dirinya tertular virus.
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indoensia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, tenaga medis dan nakes perempuan memiliki peran ganda selama pandemi virus korona, karena harus menangani pasien dan mengedukasi lingkungan sekitar.
“Para nakes perempuan juga mempunyai tanggung jawab di rumah, artinya juga memberikan risiko pada keluarga. Banyak kondisi dilematis yang dialami para nakes perempuan antara pekerjaan dan keluarga,” ujarnya, kemarin.
Dalam kondisi sulit ini, kata Adib, perhatian dan dukungan mental menjadi hal yang sangat dibutuhkan tenaga medis dan nakes. Para tenaga medis dan nakes sudah berjibaku selama satu tahun pandemi sehingga mulai kelelahan fisik dan mental.
“Tapi karena menjalankan kewajiban profesi dan tanggung jawab kepada negara dan rakyat maka mereka tetap bekerja melayani masyarakat,” ujarnya.
Dia mengapresiasi perhatian negara yang sudah memberikan insentif dan santunan kepada nakes. hal tersebut diakui bisa mamcu semangat untuk terus bekerja menjalankan tugas.
Perempuan dinilai lebih tangguh dan berpengalaman dibandingkan laki-laki karena terbiasa menghadapi situasi krisis dalam rumah tangga. Kemampuan ini bisa menjadi modal utama keluarga ketika harus bertahan di masa sulit akibat pandemi seperti saat ini. Tidak hanya mampu bertahan, perempuan bahkan juga mampu berdaya membantu ekonomi agar tetap bergerak.
Keyakinan tersebut antara lain disampaikan Ketua Asosiasi Studi Wanita, Gender dan Anak Indonesia (SWGI) Emy Susanti lewat penelitiannya baru-baru ini. Menurut Emy, secara sosiologis pandemi Covid-19 ini masuk kategori bencana, yakni bencana sosial. Dalam menyikapi krisis seperti ini perempuan sudah memiliki mekanisme di dalam dirinya, yakni kemampuan dalam membangun jaringan sosial.
Baca Juga
“Jaringan sosial inilah yang membangun ketahanan atau resiliensi perempuan, di waktu apa saja, tak terkecuali di situasi pandemi ini.Itu modal sosial perempuan, memperkuat hubungan dengan tetangga, keluarga, semua diperkuat,” ujar peneliti gender yang juga dosen FISIP Universitas Airlangga Surabaya ini kepada KORAN SINDO, Sabtu (6/3).
Kelebihan lain yang dipunyai perempuan adalah dalam bertindak prioritasnya bukan pada pribadi, tapi keluarga dan kehidupan masyarakat secara lebih luas. Hasil penelitian SWGI, kata dia, menunjukkan bahwa perempuan mengelola uang dialokasikan untuk keluarga dan anak-anaknya.
"Beda dengan lelaki, orientasi hidupnya tidak terlalu ke sana, misalnya tidak mikir apa makanan tambahan anak dan lain-lain,” ujarnya.
Baca Juga
Dengan temuannya tersebut, dia menilai dalam situasi pandemi, penting kiranya mendorong perempuan terlibat dalam perekonomian, terutama membantu mereka yang bekerja di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), dari 64 juta UMKM di Tanah Air, 60% di antaranya dikelola perempuan.
Emy menambahkan, secara teori, ekonomi makro akan bertahan dengan baik kalau ditopang ekonomi mikro, termasuk sektor informal. “Nah, justru dari dulu sektor informal ini sejarahnya banyak dikerjakan oleh kaum perempuan,” ujarnya.
Dia menuturkan, untuk bisa berbuat banyak di masa sulit ini, perempuan hanya perlu dukungan sosial, terutama pemerintah, diharapkan memberi support system. Perlu peraturan-peraturan yang menguntungkan perempuan. Termasuk juga institusi atau kelembagaan-kelembagaan harus mendukung perempuan.
Berkaitan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day pada hari ini, 8 Maret 2021, Emy mengajak semua pihak untuk berefleksi. Bagi perempuan, kata dia, perlu merefleksi apa yang sudah dikerjakan, dan apa yang bisa dilakukan di masa sulit ini. “Untuk pihak lain, kami imbau berilah dukungan kepada perempuan,” tandasnya.
Pemberdayaan lewat UMKM
Peneliti Indef Mirah Midadan mengakui kontribusi perempuan di masa pandemi ini sebenarnya sudah terlihat dan bermanfaat dalam membantu ketahanan keluarga di masa sulit. Dia antara lain mencontohkan aktivitas ibu rumah tangga yang memanfaatkan skill-nya dalam memasak dengan berjualan kue atau makanan rumahan secara daring. Inisiatif seperti itu diakui mampu membantu ketahanan keluarga yang goyah karena pandemi.
“Di sinilah peran perempuan sangat dibutuhkan untuk dapat berkontribusi ‘menambal’ kekosongan dengan seluruh skill dan kreativitas yang dimilikinya,” ujarnya saat dihubungi Sabtu, (6/3) .
Mirah menyebut perempuan sebagai makhluk yang serba bisa sehingga terbiasa melakukan beberapa aktivitas secara bersamaan (multitasking). Dengan modal tersebut, kata dia, setiap perempuan Indonesia mempunyai banyak potensi dalam dirinya yang dapat dikembangkan.
Meski perempuan memiliki banyak beban di masa pandemi, namun situasi sulit itu bisa dilihat sebagai peluang untuk dapat mengeksplorasi dirinya terlibat dalam pemberdayaan perempuan khususnya penyelamatan perekonomian.
“Tidak perlu terlalu jauh menghitung peran perempuan untuk ekonomi nasional. Dengan perempuan diberdayakan untuk dapat menjaga ketahanan keluarganya, itu sudah sangat baik di tengah ketidakpastian saat ini,” katanya.
Untuk membangkitkan UMKM yang digerakkan oleh perempuan, Mirah berharap ada bimbingan, edukasi, sharing pengalaman soal pengelolaan bisnis yang baik dan buruk sehingga mereka dapat menghindari usaha dari pelaku UMKM, khususnya perempuan, kolaps. Selain itu, setelah dibimbing juga perlu terus dipantau perkembangannya.
Pemberdayaan UMKM, menurut dia, sangat bisa dilakukan oleh perguruan tinggi, atau melalui program CSR perusahaan, atau bahkan kerja sama dengan organisasi luar negeri yang berfokus pada isu women empowerment dan gender equality. ”Jadi tidak melulu harus menunggu pemerintah untuk turun tangan langsung,” katanya.
Adapun program pemerintah untuk pemberdayaan perempuan yang diakui cukup baik adalah Kartu Prakerja. Namun dia mengingatkan bahwa efektivitasnya hanya akan terjadi jika model pelatihan yang diambil dapat langsung diterapkan untuk membantu perempuan survive di tengah pandemi.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Agustina Erni mengatakan, umumnya perempuan mengalami beban ganda sata pandemi. Tidak hanya mengurus keluarga, mengajari anak belajar, tetapi juga ikut membantu mencari nafkah.
Ironisnya, beban juga ditambah lagi dengan kekerasan yang acapkali dialami perempuan dan anak. Hal itu diketahui berdasarkan laporan aduan yang masuk ke kementerian. Menurut Erni, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu yang kompleks dan multisektoral.
“Memang ini kondisi miris yang terjadi. Namun, tidak bisa dilihat kekerasan itu terjadi dari kelompok tertentu seperti berdasarkan strata ekonomi keluarga. Bisa jadi ada yang lapor karena mungkin tahu akses informasi tempat pengaduan, tapi bisa jadi juga ada yang enggak berani,” terang Erni, kemarin.
Menurut dia, ketahanan keluarga tidak dilihat dari aspek perempuan saja. Kaum lelaki juga harus ikut memahami kondisi tersebut lantaran mereka juga kemungkinan memiliki masalah yang dialami karena pandemi. Lantaran itu, pihaknya berupaya mendorong perlunya membangun komunikasi di dalam keluarga.
“Ada namanya teori social ecological framework. Intinya, menyelesaikan masalah perempuan dan anak itu tidak akan selesai jika yang dibantu hanya mereka saja. Begitu perempuan dan anak diberdayakan, jangan lupa keluarganya juga. Ada suami, mertua, orang tua,” terangnya.
Pandemi tidak dimungkiri telah memukul ekonomi secara global, termasuk para pelaku UMKM di kalangan perempuan. Lantaran itu, Kementerian PPPA menggandeng kementerian/lembaga, perusahaan swasta, kedutaan besar, komunitas, lembaga swadaya masyarakat dengan memberikan pelatihan peningkatan kapasitas bagi para perempuan di beberapa daerah, terutama pelaku usaha yang terdampak. Salah satunya yakni pelatihan mengembangkan usaha melalui digital.
Beban Nakes Perempuan
Salah satu profesi yang sangat mengandalkan jasa perempuan di masa pandemi ini adalah tenaga kesehatan (nakes) khususnya perawat. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo beberapa waktu lalu menyebut jumlah perawat perempuan di Indonesia mencapai 70%.
Data Kementerian Kesehatan 2019 menunjukkan jumlah nakes mulai dokter, perawat, dan bidan yang ada di fasilitas kesehatan didominasi perempuan. Sebanyak 509.578 (78%) dari total 652.468 dari perawat, bidan, dokter umum, dokter gigi, dan spesialis merupakan perempuan. Persentase data ini juga memberikan gambaran yang sama terhadap jumlah nakes yang bertugas menangani Covid-19.
Beban nakes perempuan makin berlipat di masa pandemi karena selain mengurus rumah tangga, mendampingi anak belajar, juga harus berhadapan dengan pasien yang meningkatkan risiko dirinya tertular virus.
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indoensia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, tenaga medis dan nakes perempuan memiliki peran ganda selama pandemi virus korona, karena harus menangani pasien dan mengedukasi lingkungan sekitar.
“Para nakes perempuan juga mempunyai tanggung jawab di rumah, artinya juga memberikan risiko pada keluarga. Banyak kondisi dilematis yang dialami para nakes perempuan antara pekerjaan dan keluarga,” ujarnya, kemarin.
Dalam kondisi sulit ini, kata Adib, perhatian dan dukungan mental menjadi hal yang sangat dibutuhkan tenaga medis dan nakes. Para tenaga medis dan nakes sudah berjibaku selama satu tahun pandemi sehingga mulai kelelahan fisik dan mental.
“Tapi karena menjalankan kewajiban profesi dan tanggung jawab kepada negara dan rakyat maka mereka tetap bekerja melayani masyarakat,” ujarnya.
Dia mengapresiasi perhatian negara yang sudah memberikan insentif dan santunan kepada nakes. hal tersebut diakui bisa mamcu semangat untuk terus bekerja menjalankan tugas.
(ynt)