Indonesia Kembangkan Teknologi Deteksi Tsunami Akibat Erupsi Gunung Api
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) , Dwikorita Karnawati mengatakan saat ini Indonesia melalui BMKG, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), juga negara-negara maju lainnya sedang mengembangkan teknologi deteksi dini tsunami yang diakibatkan bukan oleh gempa bumi, salah satunya adalah akibat erupsi gunung api.
Dwikorita mengatakan teknologi deteksi dini yang dimiliki oleh Indonesia 90% hanya mampu mendeteksi tsunami akibat gempa bumi. “Saat ini masih ada yang kurang. Saat ini sistem peringatan dini belum mampu mendeteksi saya katakan 90%. Karena 10% itu saya katakan adalah tsunami yang diakibatkan bukan oleh gempa bumi,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2021 secara virtual, Jumat (5/3/2021).
Oleh karena itu, Dwikorita mengatakan saat ini pihaknya bersama BPPT dan kerja sama dengan sejumlah negara maju sedang mengembangkan deteksi tsunami yang diakibatkan bukan oleh gempa bumi. “Sehingga, kita perlu meningkatkan teknologi lagi ini bersama BPPT dan kerjasama dengan beberapa negara maju. Teknologi yang bisa mendeteksi tsunami yang tidak diakibatkan gempa bumi,” katanya.
Dwikorita mengatakan tsunami yang bukan diakibatkan oleh gempa bumi salah satunya di Selat Sunda. Tsunami yang terjadi diakibatkan oleh erupsi gunung api. “Misalnya Selat Sunda, itu tidak bisa dideteksi karena tidak diakibatkan gempa bumi. Nah, sekarang BPPT sedang melakukan eksperimen deteksi tsunami akibat erupsi gunung api,” kata Dwikorita.
Selain itu, Dwikorita juga mengatakan tsunami yang terjadi di Palu juga bukan diakibatkan oleh gempa bumi, namun diakibatkan oleh likuifaksi atau akibat longsor di bawah laut. “Selain itu seperti di Palu, itu tsunami akibat longsor bawah laut. Itu tidak bisa dideteksi oleh sistem yang saya katakan tadi. Nah ini sistemnya sedang dibangun oleh BPPT. Nah itu kelemahan dari sisi teknis yang saat ini sedang diupayakan untuk dilengkapi,” ungkap Dwikorita.
Dwikorita mengatakan teknologi deteksi dini yang dimiliki oleh Indonesia 90% hanya mampu mendeteksi tsunami akibat gempa bumi. “Saat ini masih ada yang kurang. Saat ini sistem peringatan dini belum mampu mendeteksi saya katakan 90%. Karena 10% itu saya katakan adalah tsunami yang diakibatkan bukan oleh gempa bumi,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2021 secara virtual, Jumat (5/3/2021).
Oleh karena itu, Dwikorita mengatakan saat ini pihaknya bersama BPPT dan kerja sama dengan sejumlah negara maju sedang mengembangkan deteksi tsunami yang diakibatkan bukan oleh gempa bumi. “Sehingga, kita perlu meningkatkan teknologi lagi ini bersama BPPT dan kerjasama dengan beberapa negara maju. Teknologi yang bisa mendeteksi tsunami yang tidak diakibatkan gempa bumi,” katanya.
Dwikorita mengatakan tsunami yang bukan diakibatkan oleh gempa bumi salah satunya di Selat Sunda. Tsunami yang terjadi diakibatkan oleh erupsi gunung api. “Misalnya Selat Sunda, itu tidak bisa dideteksi karena tidak diakibatkan gempa bumi. Nah, sekarang BPPT sedang melakukan eksperimen deteksi tsunami akibat erupsi gunung api,” kata Dwikorita.
Selain itu, Dwikorita juga mengatakan tsunami yang terjadi di Palu juga bukan diakibatkan oleh gempa bumi, namun diakibatkan oleh likuifaksi atau akibat longsor di bawah laut. “Selain itu seperti di Palu, itu tsunami akibat longsor bawah laut. Itu tidak bisa dideteksi oleh sistem yang saya katakan tadi. Nah ini sistemnya sedang dibangun oleh BPPT. Nah itu kelemahan dari sisi teknis yang saat ini sedang diupayakan untuk dilengkapi,” ungkap Dwikorita.
(cip)