Soal Kedaulatan Digital, DPR Sarankan Pemerintah Revisi PP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kedaulatan digital yang diharapkan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) mesti dibarengi dengan pembenahan dari sisi kependudukannya terlebih dahulu. Pasalnya, data kependudukan dianggap jadi elemen penting dalam mewujudkan kedaulatan digital.
"Pada dasarnya kedaulatan digital dimulai dari pengelolaan data digital Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Dukcapil Kemendagri. Perpres 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia sudah menjelaskan itu," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan dalam keterengannya, Kamis (4/3/2021).
Di samping itu, kata dia, Indonesia perlu membangun infrastruktur pendukung terkait sektor digital. "Kelanjutannya tentu pembangunan Pusat Data Nasional, sebuah infrastruktur fisik dan cloud yang akan menjadi tempat penyimpanan dan pengolahan big data atau meta data nasional," katanya.
Farhan menyarankan agar ada stakeholder khusus yang mengatur soal data, agar data terkonsolidasi dengan baik jika infrastrukturnya sudah terbentuk. "Wali penguasa dan pengelola datanya adalah Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan menteri atau lembaga negara teknis yang membutuhkan data tersebut," jelas dia menyarankan.
Dirinya pun mewanti-wanti agar kedaulatan digital dapat terwujud maka perlu didukung dengan perangkat regulasi yang memadai. Sebab, tidak semata didukung soal infrastruktur pendukung semata yang bersifat fisik.
"Tetapi untuk melindungi data pribadi WNI agar tidak dicuri dan disalahgunakan, maka perlu dasar hukum perlindungannya. Maka kita di DPR perlu segera mengesahkan RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi)," katanya.
Maka, menurutnya, bisa dikatakan bahwa Komisi I DPR RI memiliki peran penting perwujudan kedaulatan data yang merupakan inti kedaulatan digital nasional. Adapun soal keberadaan para pemain Over The Top atau OTT (Google, Facebook, Netflix dan lain-lain) di tengah harapan akan kedaulatan digital, dia menilai pemerintah cukup tegas terhadap keberadaan raksasa-raksasa digital dunia itu.
"Mereka kena kewajiban pajak digital yang dikenakan atas dasar economics existence sesuai kewenangan Kemenkeu," tandas mantan presenter dan penyiar radio ini.
Farhan juga menepis jika ada anggapan keberadaan OTT belum diatur secara tegas oleh pemerintah. "Kan sudah diatur di PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik," tuturnya.
Bahkan, kata dia, kedaulatan digital negeri ini akan lebih kokoh jika rancangan Undang-undang soal Perlindungan Data sudah jadi nantinya. "Kalau UU PDP jadi, maka akan ada lembaga yang melakukan tata laksana konten OTT," kata dia.
"Pada dasarnya kedaulatan digital dimulai dari pengelolaan data digital Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Dukcapil Kemendagri. Perpres 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia sudah menjelaskan itu," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan dalam keterengannya, Kamis (4/3/2021).
Di samping itu, kata dia, Indonesia perlu membangun infrastruktur pendukung terkait sektor digital. "Kelanjutannya tentu pembangunan Pusat Data Nasional, sebuah infrastruktur fisik dan cloud yang akan menjadi tempat penyimpanan dan pengolahan big data atau meta data nasional," katanya.
Farhan menyarankan agar ada stakeholder khusus yang mengatur soal data, agar data terkonsolidasi dengan baik jika infrastrukturnya sudah terbentuk. "Wali penguasa dan pengelola datanya adalah Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan menteri atau lembaga negara teknis yang membutuhkan data tersebut," jelas dia menyarankan.
Dirinya pun mewanti-wanti agar kedaulatan digital dapat terwujud maka perlu didukung dengan perangkat regulasi yang memadai. Sebab, tidak semata didukung soal infrastruktur pendukung semata yang bersifat fisik.
"Tetapi untuk melindungi data pribadi WNI agar tidak dicuri dan disalahgunakan, maka perlu dasar hukum perlindungannya. Maka kita di DPR perlu segera mengesahkan RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi)," katanya.
Maka, menurutnya, bisa dikatakan bahwa Komisi I DPR RI memiliki peran penting perwujudan kedaulatan data yang merupakan inti kedaulatan digital nasional. Adapun soal keberadaan para pemain Over The Top atau OTT (Google, Facebook, Netflix dan lain-lain) di tengah harapan akan kedaulatan digital, dia menilai pemerintah cukup tegas terhadap keberadaan raksasa-raksasa digital dunia itu.
"Mereka kena kewajiban pajak digital yang dikenakan atas dasar economics existence sesuai kewenangan Kemenkeu," tandas mantan presenter dan penyiar radio ini.
Farhan juga menepis jika ada anggapan keberadaan OTT belum diatur secara tegas oleh pemerintah. "Kan sudah diatur di PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik," tuturnya.
Bahkan, kata dia, kedaulatan digital negeri ini akan lebih kokoh jika rancangan Undang-undang soal Perlindungan Data sudah jadi nantinya. "Kalau UU PDP jadi, maka akan ada lembaga yang melakukan tata laksana konten OTT," kata dia.