Vaksin Massal dan Sebar Pengetahuan lewat Digital Literacy Talks

Sabtu, 27 Februari 2021 - 15:28 WIB
loading...
Vaksin Massal dan Sebar Pengetahuan lewat Digital Literacy Talks
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Kesehatan dan Dewan Pers melaksanakan vaksinasi Covid-19 bagi awak media. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bertempat di Hall Basket, Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Kesehatan dan Dewan Pers melaksanakan vaksinasi Covid-19 bagi awak media se- Jabodetabek, Jumat 26 Februari 2021.

Vaksinasi hari pertama telah diikuti oleh 1.545 awak media dari target 5.512 awak media selama tiga hari kegiatan.

Selama proses pelaksanaan vaksin masal, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Siberkreasi juga menggelar talkshow dengan mengundang narasumber dari berbagai mitra kerja yang mempunyai keahlian yang sesuai dengan topik diskusi.

Tema yang diangkat, mengacu pada pilar-pilar literasi digital Indonesia; pilar-pilar tersebut diantaranya adalah Digital Skill, Digital Culture, Digital Ethic, Digital Safety, Digital Economy, dan Digital Society.
Salah satu digital literacy talks bertajuk Kekuatan Jurnalisme dalam Sosialisasi Vaksin Covid-19.

Diskusi ini menghadirkan Agus Sudibyo (Dewan Pers Indonesias); Yogi Arief Nugraha (Kompas TV) dan Djaka Susila (SINDOnews) dengan moderator Devie Rahmawati (Vokasi UI).

Dalam diskusi ini terungkap bahwa salah satu tantangan dari menghadirkan informasi yang benar dan tepat adalah maraknya serbuan berita hoaks yang memang diproduksi dengan sangat cepat, karena tidak memerlukan verifikasi sebagaimana halnya jurnalisme, yang memang melalui proses verifikasi yang panjang.

Jurnalisme dalam prosesnya pasti memastikan bahwa informasi yang diproduksi menggunakan nara sumber yang kredibel bukan yang hanya kontroversial, jurnalisme yang akurat bukan hanya cepat, mengedepankan kualitas bukan kuantitas. Walau terungkap juga, ada “rezim traffic” yang mendorong jurnalis kadang terjebak dalam godaan untuk memenangkan kompetisi bisnis semata, bukan mencerdaskan pembaca.

Para pembicara meyakini bahwa konten media sosial yang banyak dibanjiri berita hoaks tidak akan selama menjadi santapan informasi yang disukai publik. Popularitas berbeda dengan akseptabilitas. Media sosial memang popular, namun bukan berarti diterima (aksep) oleh publik. Media sosial merupakan “frenemy”, friend (teman) sekaligus enemy (musuh) bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial menyediakan banyak informasi yang baik sekaligus yang tidak bertanggung jawab di sisi lain.

Kedua perwakilan media menunjukkan bahwa tren di media masing-masing justru tetap memiliki pembaca yang setia dengan hasil tulisan yang mendalam. Angka pertumbuhan pembaca yang menghendaki slow journalism justru meningkat. Hasil diskusi ini menghadirkan optimisme bahwa “virus infodemik” yang juga sangat menggangu proses penerimaan vaksinasi Covid-19, tidak akan selamanya menguasai publik, ketika jurnalisme dan awak media terus belajar untuk mengembangkan konten informasi yang beragam (diversity), mendalam dan cermat, maka kita tetap bisa memiliki kehidupan berbangsa yang sehat.

Diskusi lainnya bertajuk Imunisasi dalam Kacamata Sosial, Budaya, dan Demografi Indonesia: Peluang & Tantangan. Digital literacy talks ini menghadirkan Nadia Wiweko (Kemenkes); Rizky Ika Syafitri (UNICEF Indonesia); Ari Soegeng Wahyuniarti (BAKTI, Kemenkominfo); Moderator, Devie Rahmawati (Vokasi UI).

Diskusi ini mengungkapkan bahwa penolakan sebagian masyarakat untuk divaksin disebabkan sedikitnya tiga alasan, yaitu keamanan, efektifitas vaksin, disusul alasan kultural seperti keyakinan tertentu. Untuk itu dibutuhkan strategi komunikasi yang sistematis dan efektif seperti pilihan produksi materi komunikasi, sebaiknya dapat diterima dan dipahami oleh penerima sasaran program komunikasi.

Bila diperlukan, informasi dapat diberikan dalam bahasa daerah. Saluran komunikasi yang digunakan juga harus disesuaikan dengan medium yang menjadi media utama yang digunakan oleh masyarakat. Tidak promosi Kesehatan misalnya menggunakan sosial media secara masif. Sebagian justru akan efektif ketika menggunakan suara dari para tokoh yang dipercaya oleh publik, salah satunya para dokter.

Itulah mengapa, dokter dan tenaga Kesehatan menjadi salah satu target dari sosialisasi kebijakan vaksin. Karena penelitian menunjukkan bahwa keyakinan dan keinginan untuk vaksin di kalangan nakes, tidak 100%.

Berita hoaks memang menjadi tantangan besar, mengingat studi menunjukkan dalam waktu 5 menit, berita hoaks dapat menyebar hingga 10 lapisan lingkaran pertemanan. Sedangkan, verifikasi sebuah berita, yang misalnya dilakukan dalam dua jam proses komunikasi, belum tentu menyentuh hingga 10 lapisan. Berita hoaks untuk isu vaksin saja jumlah sekitar 1.300 informasi hoaks, dimana setiap hari diperkirakan muncul 5 hoaks.

Oleh karenanya, strategi tangkal hoaks ini yang pertama ialah dengan melakukan proses inokulasi (vaksinasi) publik dari infodemik (sebutan untuk hoaks). Yang kedua ialah dengan terus menurunkan kredibilitas berita-berita hoaks tersebut.
Diskusi juga mengungkapkan, antara pengetahuan dan perilaku publik tidak selalu berbanding lurus. Publik yang tahu, belum tentu dapat dipastikan bahwa perilakunya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh mereka.

Terdapat tiga upaya dalam upaya memastikan sebuah kebijakan publik dapat diserap oleh publik yaitu enforcement, engineering, dan education. Pendekatan pertama (enforcement) memang menyandarkan pada kekuatan aturan. Dampaknya, publik berpeluang mengikuti kebijakan ketika aturan tersebut berlaku atau adanya penegak aturan di sekitar publik.

Sedangkan pendekatan rekayasa (engineering) dilakukan dengan menyiapkan situasi dan kondisi secara sistematis sesuai dengan keinginan pengambil kebijakan. Contohnya ialah bagaimana hadirnya tempat – tempat cuci tangan; tanda silang di kursi-kursi yang tidak diperkenankan untuk ditempati sebagai implementasi imbauan menjaga jarak.

Pendekatan terakhir dengan pendidikan (education), memang pendekatan yang membutuhkan waktu paling lama dalam proses pelaksanaannya. Namun, sekali berhasil, maka dampak nya terhadap perilaku publik akan lebih Panjang. Hal ini menyangkut telah terpatrinya kebijakan di dalam benak dan mental publik.

Diskusi ini mengingatkan publik bahwa vaksin telah banyak menuai keberhasilan selama puluhan tahun terhadap penyakit yang menyerang manusia, sebut saja polio, yang sudah membebaskan penduduk dunia dari pandemi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk meragukan keampuhan virus dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1983 seconds (0.1#10.140)