Inilah Kisah Para Pejuang Kehidupan dari Atas Roda
loading...
A
A
A
Bila mengingat pekerjaan serabutan yang dijalani sebelumnya, Benedi (47) tak pernah menyangka bisa berangkat umrah ke Tanah Suci. Setelah menjadi mitra pengemudi transportasi online, berangkat ke Tanah Suci bukan lagi mimpi.
Untuk mencapai sukses, orang harus menjalani proses panjang yang melelahkan. Tidak mudah memang, namun jika dijalani dengan tekad keras dan kerja cerdas, keberhasilan bukan tak mungkin dapat digenggam.
Ini sudah dibuktikan oleh Benedi. Laki-laki paruh baya kelahiran Bojonegoro, 28 Desember ini tak pernah ciut nyalinya menghadapi proses panjang yang seringkali pahit getir untuk berusaha mengubah nasib.
Semula Benedi bekerja sebagai kuli bangunan serabutan. Bagi orang-orang yang pernah bekerja serabutan, mendapat pekerjaan tetap untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sudah sangat patut untuk disyukuri.
Bahkan Benedi rela bekerja di tempat-tempat yang berbeda. “Karena kerja serabutan, ya kadang nguli, kadang pasang atap galvalum atau bangunan pom bensin. Sering di luar kota dan luar pulau, ikut orang borongan. Jadi setiap bulan pindah-pindah tempat,” ujarnya.
Semua Benedi dijalani dengan ikhlas. Meski harus jauh dari istri dan anak-anaknya, yang terpenting hasil keringatnya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga pada 2017 lalu, seorang teman dari Jakarta berbagi informasi pada Benedi.
“Waktu itu setelah pulang dari luar kota, ada informasi dari teman kalau dia bekerja jadi mitra pengemudi GrabCar dengan hasil yang lumayan.Tapi waktu itu saya belum terpikir, karena saya tidak bisa nyetir dan tidak punya mobil,” tuturnya.
Setelah berdiskusi dengan keluarga, rupanya bak gayung bersambut, semua keluarga Benedi mendukung. Tak mau menunggu lama, Benedi terus menggali informasi tentang bagaimana kondisi pekerjaan sebagai mitra pengemudi aplikasi daring, sembari mengikuti kursus menyetir selama dua pekan.
Benedi pun mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai syarat mutlak untuk menjadi mitra pengemudi. “Dari keluarga juga inisiatif untuk memberi uang muka (DP) mobil untuk saya. Akhirnya saya daftar ke Koperasi Grab di Malang,” ujarnya.
Rezeki Benedi mengalir di kota Apel ini, banyak pelanggan dari mahasiswa hingga keluarga berwisata domestik dengan jarak yang berdekatan. Dalam sehari, Benedi mampu mendapatkan pemasukan sebesar ratusan hingga jutaan rupiah. Benedi bekerja tanpa mengenal lelah, dari Subuh hingga waktu Subuh kembali, dijalaninya tanpa mengenal lelah.
Benedi memberi target pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan 30 trip dalam satu hari. “Karena sebenarnya target saya itu 1 bulan. Kalau sebelum akhir bulan tetapi sudah memenuhi target bulanan, saya akan mengambil libur 4 hari untuk pulang ke desa menengok keluarga,“ kata Benedi.
Berangkat Umrah
Dengan prestasi itu tak heran kakek seorang cucu ini mampu menjadi Pemenang Raja Gacor Nasional dengan penghasilan tertinggi. Bahkan Benedi juga mendapat apresiasi dari Grab sebagai pemenang impian umrah dalam program Liga Mitra Nasional, di mana pemenangnya akan mendapatkan kesempatan ibadah umroh gratis atau liburan ke Turki bersama pasangannya.
“Alhamdulillah, saya sudah berangkat umroh dengan istri saya tahun 2019 kemarin. Saya benar-benar tidak menyangka, selain kehidupan keluarga saya semakin baik saya juga mendapat kesempatan ini,” tuturnya bahagia.
Sebagai salah satu mitra Grab yang bisa dibilang jempolan, Benedi tidak hanya menguasai khatam jalanan, tapi juga disiplin, jujur, dan punya rekam jejak yang bagus dalam melayani pengguna GrabCar.
Ada pengalaman berkesan bagi Benedi, yaitu saat mengantarkan penumpang ke rumah sakit dan bertemu di kemudian hari dalam keadaan yang jauh lebih baik, membuat Benedi merasa sangat gembira. Benedi juga pernah mendapat penumpang dari Thailand yang ingin berkunjung ke Kampung Pare di Kediri.
Walaupun tidak bisa bahasa Thailand, Benedi tidak kehabisan akal, ia menggunakan Google Translate untuk berkomunikasi. “Untung juga ada fitur GrabChat di aplikasi, yang benar-benar membantu saya berkomunikasi dengan lebih mudah dengan orang asing,” katanya.
Kegigihan Benedi, ditambah semangat dan kejelian melihat peluang, membuatnya sukses mengubah nasib dari seorang kuli kasar menjadi driver jempolan. Kini, Benedi sudah mulai mempersiapkan jaminan masa tuanya. Penghasilan sebagai mitra GrabCar yang dikumpulkan, ia gunakan untuk membeli bibit-bibit tanaman di desa sebagai persiapannya ketika sudah berusia lanjut.
“Karena hasil dari Grab ini juga bisa saya gunakan sebagai modal usaha lain nanti saat saya sudah memutuskan untuk pulang dan menetap di desa,” tutupnya.
Perempuan tangguh
Proses panjang yang dijalani Benedi juga dialami Ika Dewi Sulistiani. Perempuan kelahiran Surabaya, 15 April ini mulanya bekerja sebagai tim administrasi cadangan di sebuah perusahaan. Dia dikontrak selama satu tahun untuk menggantikan karyawan yang sedang cuti melahirkan. “Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujarnya.
Namun setelah sampai di penghujung kontraknya, Dewi mulai khawatir karena belum mendapatkan pekerjaan lain. Nasib baik berpihak kepadanya saat Dewi melihat lowongan pekerjaan di media sosial.
“Saat itu kebetulan ada lowongan Grab. Katanya dibutuhkan mitra pengemudi perempuan dan laki-laki. Persyaratannya bisa saya penuhi, akhirnya saya coba untuk mendaftar di hari libur. Saya sempat minder karena ternyata pendaftar perempuan hanya saya sendiri.
Tapi meskipun saya minder saya tetap duduk di situ,” paparnya. Melihat Dewi yang tak kunjung maju untuk memberikan berkasnya, menurutnya membuat karyawan Grab menghampirinya dan menanyakan, memastikan ia benar ingin menjadi mitra pengemudi Grab.
“Setelah saya jawab iya, akhirnya saya disarankan untuk training online terlebih dahulu. Kemudian besoknya kembali ke kantor untuk tanda tangan kontrak dan pengambilan atribut,” ujarnya.
Menurut Dewi, meski pekerjaannya terkesan sepele, wara-wiri di jalan raya, tetapi ia berprinsip untuk menjaga lisan dan menjaga diri. “Saya menanamkan ke diri sendiri, walaupun pekerjaan ini fleksibel, tetapi kita tidak boleh mencari uang sesuka hati saja. Harus tetap kerja keras,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Dewi memiliki target yang harus dicapai oleh dirinya sendiri. Demikian juga ketika sedang kurang sehat, selagi tidak sakit parah, Dewi akan tetap bekerja untuk menafkahi anaknya.
Namun demikian, Dewi tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu. Dewi tetap membagi waktunya untuk bersama anaknya. Dewi juga selalu mengusahakan kondisi pekerjaannya tidak mempengaruhi kondisi rumahnya. “Kadang kan di jalan kita bisa bad mood karena satu dan lain hal. Tetapi kalau sudah pulang ke rumah, harus hilang semua bad mood itu. Orangtua melihat kita tersenyum kadang sudah lega,” ujarnya.
Menurut Dewi, menjadi mitra pengemudi GrabBike memiliki banyak manfaat dan keuntungan. Salah satunya adalah yang Dewi lakoni. Ia bisa bekerja menjadi driver sambil berjualan. Dewi membuat jadwal untuk dirinya sendiri, selama hari Senin sampai Jumat, ia bekerja full menjadi mitra pengemudi Grab. Sedangkan di hari Sabtu ia ambil libur yang biasanya digunakan untuk istirahat. Sedangkan di hari Minggu, ia digunakan untuk berjualan.
“Dari awal memang sudah berencana kalau ada sisa uang penghasilan nge-Grab bakal dijadikan modal usaha. Saya juga berpikir, usia seseorang itu semakin lama semakin tua. Saya tidak bisa selamanya menjadi driver karena tenaga saya pasti menurun nantinya.
Tapi saya senang sekali di usia 31 tahun ini saya dipertemukan dengan Grab. Saya bisa mencari nafkah untuk anak dan keluarga saya. Pilihan yang tepat untuk saya yang seorang single parent,” pungkasnya.
Benedi dan Dewi membuktikan bahwa semangat #TerusUsaha menjadi kunci untuk bisa terus menjalani kehidupan yang serba menantang.
Untuk mencapai sukses, orang harus menjalani proses panjang yang melelahkan. Tidak mudah memang, namun jika dijalani dengan tekad keras dan kerja cerdas, keberhasilan bukan tak mungkin dapat digenggam.
Ini sudah dibuktikan oleh Benedi. Laki-laki paruh baya kelahiran Bojonegoro, 28 Desember ini tak pernah ciut nyalinya menghadapi proses panjang yang seringkali pahit getir untuk berusaha mengubah nasib.
Semula Benedi bekerja sebagai kuli bangunan serabutan. Bagi orang-orang yang pernah bekerja serabutan, mendapat pekerjaan tetap untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sudah sangat patut untuk disyukuri.
Bahkan Benedi rela bekerja di tempat-tempat yang berbeda. “Karena kerja serabutan, ya kadang nguli, kadang pasang atap galvalum atau bangunan pom bensin. Sering di luar kota dan luar pulau, ikut orang borongan. Jadi setiap bulan pindah-pindah tempat,” ujarnya.
Semua Benedi dijalani dengan ikhlas. Meski harus jauh dari istri dan anak-anaknya, yang terpenting hasil keringatnya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga pada 2017 lalu, seorang teman dari Jakarta berbagi informasi pada Benedi.
“Waktu itu setelah pulang dari luar kota, ada informasi dari teman kalau dia bekerja jadi mitra pengemudi GrabCar dengan hasil yang lumayan.Tapi waktu itu saya belum terpikir, karena saya tidak bisa nyetir dan tidak punya mobil,” tuturnya.
Setelah berdiskusi dengan keluarga, rupanya bak gayung bersambut, semua keluarga Benedi mendukung. Tak mau menunggu lama, Benedi terus menggali informasi tentang bagaimana kondisi pekerjaan sebagai mitra pengemudi aplikasi daring, sembari mengikuti kursus menyetir selama dua pekan.
Benedi pun mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai syarat mutlak untuk menjadi mitra pengemudi. “Dari keluarga juga inisiatif untuk memberi uang muka (DP) mobil untuk saya. Akhirnya saya daftar ke Koperasi Grab di Malang,” ujarnya.
Rezeki Benedi mengalir di kota Apel ini, banyak pelanggan dari mahasiswa hingga keluarga berwisata domestik dengan jarak yang berdekatan. Dalam sehari, Benedi mampu mendapatkan pemasukan sebesar ratusan hingga jutaan rupiah. Benedi bekerja tanpa mengenal lelah, dari Subuh hingga waktu Subuh kembali, dijalaninya tanpa mengenal lelah.
Benedi memberi target pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan 30 trip dalam satu hari. “Karena sebenarnya target saya itu 1 bulan. Kalau sebelum akhir bulan tetapi sudah memenuhi target bulanan, saya akan mengambil libur 4 hari untuk pulang ke desa menengok keluarga,“ kata Benedi.
Berangkat Umrah
Dengan prestasi itu tak heran kakek seorang cucu ini mampu menjadi Pemenang Raja Gacor Nasional dengan penghasilan tertinggi. Bahkan Benedi juga mendapat apresiasi dari Grab sebagai pemenang impian umrah dalam program Liga Mitra Nasional, di mana pemenangnya akan mendapatkan kesempatan ibadah umroh gratis atau liburan ke Turki bersama pasangannya.
“Alhamdulillah, saya sudah berangkat umroh dengan istri saya tahun 2019 kemarin. Saya benar-benar tidak menyangka, selain kehidupan keluarga saya semakin baik saya juga mendapat kesempatan ini,” tuturnya bahagia.
Sebagai salah satu mitra Grab yang bisa dibilang jempolan, Benedi tidak hanya menguasai khatam jalanan, tapi juga disiplin, jujur, dan punya rekam jejak yang bagus dalam melayani pengguna GrabCar.
Ada pengalaman berkesan bagi Benedi, yaitu saat mengantarkan penumpang ke rumah sakit dan bertemu di kemudian hari dalam keadaan yang jauh lebih baik, membuat Benedi merasa sangat gembira. Benedi juga pernah mendapat penumpang dari Thailand yang ingin berkunjung ke Kampung Pare di Kediri.
Walaupun tidak bisa bahasa Thailand, Benedi tidak kehabisan akal, ia menggunakan Google Translate untuk berkomunikasi. “Untung juga ada fitur GrabChat di aplikasi, yang benar-benar membantu saya berkomunikasi dengan lebih mudah dengan orang asing,” katanya.
Kegigihan Benedi, ditambah semangat dan kejelian melihat peluang, membuatnya sukses mengubah nasib dari seorang kuli kasar menjadi driver jempolan. Kini, Benedi sudah mulai mempersiapkan jaminan masa tuanya. Penghasilan sebagai mitra GrabCar yang dikumpulkan, ia gunakan untuk membeli bibit-bibit tanaman di desa sebagai persiapannya ketika sudah berusia lanjut.
“Karena hasil dari Grab ini juga bisa saya gunakan sebagai modal usaha lain nanti saat saya sudah memutuskan untuk pulang dan menetap di desa,” tutupnya.
Perempuan tangguh
Proses panjang yang dijalani Benedi juga dialami Ika Dewi Sulistiani. Perempuan kelahiran Surabaya, 15 April ini mulanya bekerja sebagai tim administrasi cadangan di sebuah perusahaan. Dia dikontrak selama satu tahun untuk menggantikan karyawan yang sedang cuti melahirkan. “Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujarnya.
Namun setelah sampai di penghujung kontraknya, Dewi mulai khawatir karena belum mendapatkan pekerjaan lain. Nasib baik berpihak kepadanya saat Dewi melihat lowongan pekerjaan di media sosial.
“Saat itu kebetulan ada lowongan Grab. Katanya dibutuhkan mitra pengemudi perempuan dan laki-laki. Persyaratannya bisa saya penuhi, akhirnya saya coba untuk mendaftar di hari libur. Saya sempat minder karena ternyata pendaftar perempuan hanya saya sendiri.
Tapi meskipun saya minder saya tetap duduk di situ,” paparnya. Melihat Dewi yang tak kunjung maju untuk memberikan berkasnya, menurutnya membuat karyawan Grab menghampirinya dan menanyakan, memastikan ia benar ingin menjadi mitra pengemudi Grab.
“Setelah saya jawab iya, akhirnya saya disarankan untuk training online terlebih dahulu. Kemudian besoknya kembali ke kantor untuk tanda tangan kontrak dan pengambilan atribut,” ujarnya.
Menurut Dewi, meski pekerjaannya terkesan sepele, wara-wiri di jalan raya, tetapi ia berprinsip untuk menjaga lisan dan menjaga diri. “Saya menanamkan ke diri sendiri, walaupun pekerjaan ini fleksibel, tetapi kita tidak boleh mencari uang sesuka hati saja. Harus tetap kerja keras,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Dewi memiliki target yang harus dicapai oleh dirinya sendiri. Demikian juga ketika sedang kurang sehat, selagi tidak sakit parah, Dewi akan tetap bekerja untuk menafkahi anaknya.
Namun demikian, Dewi tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu. Dewi tetap membagi waktunya untuk bersama anaknya. Dewi juga selalu mengusahakan kondisi pekerjaannya tidak mempengaruhi kondisi rumahnya. “Kadang kan di jalan kita bisa bad mood karena satu dan lain hal. Tetapi kalau sudah pulang ke rumah, harus hilang semua bad mood itu. Orangtua melihat kita tersenyum kadang sudah lega,” ujarnya.
Menurut Dewi, menjadi mitra pengemudi GrabBike memiliki banyak manfaat dan keuntungan. Salah satunya adalah yang Dewi lakoni. Ia bisa bekerja menjadi driver sambil berjualan. Dewi membuat jadwal untuk dirinya sendiri, selama hari Senin sampai Jumat, ia bekerja full menjadi mitra pengemudi Grab. Sedangkan di hari Sabtu ia ambil libur yang biasanya digunakan untuk istirahat. Sedangkan di hari Minggu, ia digunakan untuk berjualan.
“Dari awal memang sudah berencana kalau ada sisa uang penghasilan nge-Grab bakal dijadikan modal usaha. Saya juga berpikir, usia seseorang itu semakin lama semakin tua. Saya tidak bisa selamanya menjadi driver karena tenaga saya pasti menurun nantinya.
Tapi saya senang sekali di usia 31 tahun ini saya dipertemukan dengan Grab. Saya bisa mencari nafkah untuk anak dan keluarga saya. Pilihan yang tepat untuk saya yang seorang single parent,” pungkasnya.
Benedi dan Dewi membuktikan bahwa semangat #TerusUsaha menjadi kunci untuk bisa terus menjalani kehidupan yang serba menantang.
(ars)