Kasus Suap Ekspor Benur, KPK Panggil Kepala Badan Riset dan SDM KKP

Senin, 22 Februari 2021 - 10:57 WIB
loading...
Kasus Suap Ekspor Benur,...
Edhy Prabowo. Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) terus mengusut dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur. Hal itu dilakukan dengan memanggil Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementrian Kelautan dan Perikanan RI Sjarief Widjaja.

Sjarief bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. "Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (22/2/2021).

Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang Eksportir Benur untuk Keperluan Istri Edhy Prabowo


Selain memanggil Sjarief, tim penyidik juga lima orang lainnya. Mereka yakni dua orang karyawan swasta Dina Susiana dan Sahridi Yanopi, Dua orang Notaris PPAT Dhody Ananta Rivandi Widjajaatmadja dan Selasih J Rusma, serta seorang mahasiswa M Yunus Yusniani. Kelimanya juga diperiksa untuk tersangka Edhy Prabowo.

Diketahui KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur.

Baca juga: KPK Telisik Penggunaan Uang Suap Benur untuk Modifikasi Mobil Edhy Prabowo


Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP Safri, Stafsus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK Siswadi (SWD), serta Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Sementara, satu tersangka pemberi suap yakni Direktur PT DPP Suharjito (SJT).

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.

Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.

Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.

Baca juga: Dukung Juliari dan Edhy Prabowo Dihukum Mati, Abraham Samad: Agar Beri Efek Jera


Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1983 seconds (0.1#10.140)