Stunting Ancaman Nyata di Tengah Peluang Bonus Demografi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus stunting atau kekerdilan pada bayi di Indonesia cukup tinggi, mencapai kisaran 27,6%. Artinya dari sekitar 5 juta bayi lahir setiap tahun, hampir 1,2 juta bayi mengalami stunting.
Seperti apakah ciri-ciri bayi stunting? Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan masyarakat harus mengetahui definisi stunting.
"Tidak semua orang pendek itu stunting atau tidak semua balita pendek itu stunting, tetapi balita, bayi yang stunting, itu memang pendek," katanya, Rabu (17/2/2021).
Menurut dia, stunting adalah terganggunya pertumbuhan bayi, baik secara fisik maupun perkembangan intelektualnya. Hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama karena asupan nutrisi dan gizi yang kurang.
"Kedua, karena penyakit yang kadang-kadang bayi atau balita mengalami sakit berulang kali," katanya.
Dia menjelaskan, bayi stunting memiliki gejala ukuran tubuh pendek, disertai dengan keterlambatan perkembangan dan kecerdasannya. "Ada ukuran-ukurannya. Misalnya, responsnya bayi mungkin kalau anak satu tahun seharusnya sudah bisa apa, tapi ini belum bisa. Respons-respons terhadap lingkungan seperti apa, ini bisa diukur dan itu ada indikatornya," katanya.
Menurut Hasto, impian bangsa ini yang memiliki jumlah penduduk besar, lebih dari 260 juta jiwa adalah memiliki sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas. Faktanya, kasus bayi stunting masih cukup tinggi mencapai 27,6%.
"Oleh karena itu inilah pentingnya penduduk kita harus berkualitas dan harus tidak stunting. Kita paham bonus demografi itu puncaknya antara 2020-2035 nanti ketika pas puncak bonus demografi, kita harus punya SDM unggul sehingga generasi emas kita untuk tahun 2045 itu bisa tercapai, tetapi bersamaan dengan itu stunting kita tinggi," katanya.
Karena itu, lanjut dia, hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama dan diperlukan kerja keras untuk menurunkan kasus stunting.
Seperti apakah ciri-ciri bayi stunting? Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan masyarakat harus mengetahui definisi stunting.
"Tidak semua orang pendek itu stunting atau tidak semua balita pendek itu stunting, tetapi balita, bayi yang stunting, itu memang pendek," katanya, Rabu (17/2/2021).
Menurut dia, stunting adalah terganggunya pertumbuhan bayi, baik secara fisik maupun perkembangan intelektualnya. Hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama karena asupan nutrisi dan gizi yang kurang.
"Kedua, karena penyakit yang kadang-kadang bayi atau balita mengalami sakit berulang kali," katanya.
Dia menjelaskan, bayi stunting memiliki gejala ukuran tubuh pendek, disertai dengan keterlambatan perkembangan dan kecerdasannya. "Ada ukuran-ukurannya. Misalnya, responsnya bayi mungkin kalau anak satu tahun seharusnya sudah bisa apa, tapi ini belum bisa. Respons-respons terhadap lingkungan seperti apa, ini bisa diukur dan itu ada indikatornya," katanya.
Menurut Hasto, impian bangsa ini yang memiliki jumlah penduduk besar, lebih dari 260 juta jiwa adalah memiliki sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas. Faktanya, kasus bayi stunting masih cukup tinggi mencapai 27,6%.
"Oleh karena itu inilah pentingnya penduduk kita harus berkualitas dan harus tidak stunting. Kita paham bonus demografi itu puncaknya antara 2020-2035 nanti ketika pas puncak bonus demografi, kita harus punya SDM unggul sehingga generasi emas kita untuk tahun 2045 itu bisa tercapai, tetapi bersamaan dengan itu stunting kita tinggi," katanya.
Karena itu, lanjut dia, hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama dan diperlukan kerja keras untuk menurunkan kasus stunting.
(dam)