Jokowi Didesak Konkretkan Pernyataan soal Revisi UU ITE

Selasa, 16 Februari 2021 - 21:02 WIB
loading...
A A A
"Namun dalam praktik seringkali diabaikan sebab unsur 'penghinaan' masih terdapat di dalam pasal. Pasal ini seharusnya dirumuskan dengan sangat jelas," ucap Dirga.

(Baca: Jokowi Gagas Revisi UU ITE, Muhammadiyah Minta Usulan Segera Diajukan ke DPR)

Sebagaimana komentar umum PBB Nomor 34 merekomendasikan dihapusnya pidana defamasi. Jika tidak memungkinkan, aplikasi diperbolehkan hanya untuk kasus paling serius dengan ancaman bukan pidana penjara.

"Selain itu, pidana penghinaan pun tidak lagi relevan dalam banyak aspek menggunakan hukum pidana, aparat sudah mulai harus mengarahkan delik penghinaan ke ranah perdata yang memang sudah diakomodir misalnya dalam 1372 KUHPerdata (BW)," tekannya.

Contoh lainnya yang harus diperhatikan yakni pasal tentang penyebaran informasi yang menimbulkan penyebaran kebencian berbasis SARA sebagaimana diatur dalam 28 ayat (2) UU ITE. Pasal ini, dianggap Dirga, tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.

"Pasal ini justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah, lebih memprihatinkan pasal ini kerap digunakan untuk membungkam pengkritik Presiden, sesuatu yang oleh Mahkamah Konstitusi dianggap inkonstitusional saat menghapus pasal tentang penghinaan terhadap Presiden," ucapnya.

(Baca: Setuju Revisi UU ITE, PKS: Jangan Hanya Move Politik Kosong)

Laporan yang dihimpun oleh Koalisi Masyarakat Sipil menunjukkan sejak 2016 sampai dengan Februari 2020, ada banyak kasus yang berkaitan dengan pasal 27, 28 dan 29 UU ITE. Kasus itu menunjukkan penghukuman (conviction rate) mencapai 96,8 perkara atau sebanyak 744 perkara dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi mencapai 88 persen atau 676 perkara.

"Laporan terakhir SAFEnet menyimpulkan bahwa jurnalis, aktivis, dan warga kritis paling banyak dikriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet yang cenderung multitafsir dengan tujuan membungkam suara-suara kritis," katanya.

"Sektor perlindungan konsumen, anti korupsi, pro-demokrasi, penyelamatan lingkungan, dan kebebasan informasi menjadi sasaran utama. Revisi UU ITE, khususnya dalam tindak pidana penghinaan dan tindak pidana penyebaran berita bohong, harus dijamin tidak terjadi duplikasi yang menyebabkan tumpang tindih sehingga berakibat bertentangan dengan kepastian hukum. Pasal-pasal tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan dalam RKUHP yang akan dibahas," sambungnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1778 seconds (0.1#10.140)