Pengamat: UU ITE untuk Koridor Ekonomi Digital, Bukan buat Membungkan Suara Kritis

Selasa, 16 Februari 2021 - 00:30 WIB
loading...
Pengamat: UU ITE untuk Koridor Ekonomi Digital, Bukan buat Membungkan Suara Kritis
Foto: Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi bersuara soal polemik Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) . Semestinya polri bisa menyaring laporan-laporan yang menggunakan UU ITE sebagai dasar hukumnya.

“Bisa saja (Polri mengendalikan upaya kriminalisasi pasal UU ITE), kuncinya memang di Kepolisian. Kalau bisa di filter mana yang bisa menggunakan UU ITE dan mana yang tidak bisa diproses, tentu ini terobosan di bawah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo,” ujar Heru saat dihubungi, Senin (15/2/2021).



Pakar teknologi informasi (TI) ini mencontohkan, penggunaan Pasal 28 Ayat 1 untuk hoaks. Semestinya kepolisian tidak memprosesnya jika merupakan hoaks terkait politik atau kritik dan fakta. Sebab, Pasal 28 Ayat 1 UU ITE untuk kabar bohong yang menyangkut e-commerce dan merugikan konsumen.

“Begitu juga hate speech yang ada di Pasal 28 ayat 2. Ini yang diproses adalah ujaran kebencian yang benar-benar ada niat jahat menyebarkan kebencian terkait suku, agama, ras dan antargolongan,” jelasnya.



Ia melihat tren penggunaan pasal dalam UU ITE ini mengalami perubahan. Tadinya, bagi yang mengkritik kebijakan akan dijerat menggunakan Pasal 27 Ayat 3, dan sekarang beralih menggunakan Pasal 28 Ayat 1 atau 2, dimana pelaku bisa langsung ditahan.

“Sebab kalau pasal 27 Ayat 3 kan harus yang merasa difitnah atau dicemarkan langsung, yang melapor langsung,” terangnya.

Karena itu, Heru ingin melihat seberapa jauh janji Kapolri mengenai pasal karet UU ITE ini bisa direalisasikan. Kalau memang UU ITE masih dimaknai berbeda sesuai semangat kala UU tersebut dibuat, maka sudah semestinya UU ITE direvisi total.



“Kalau tetap pasal UU ITE dimaknai berbeda, mau tidak mau UU ini direvisi total,” tegas Heru.

Heru menekankan bahwa seharusnya UU ini memang untuk koridor ekonomi digital, bukan membungkan suara anak bangsa yang kritis atau berbeda pendapat satu dengan lainnya. Terlebih, korban UU ITE sudah banyak, karena tidak diimbangi juga dengan literasi yang baik.

“Literasi yang dilakukan bahkan hanya menghasilkan buzzer baru yang memanaskan suasana dan tim siber yang bertugas melaporkan kasus yang dianggap atau dengan dalih pencemaran nama, hoaks atau ujaran kebencian,” tandas Heru.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1334 seconds (0.1#10.140)