Kolaborasi dan Pembiayaan Kunci Keberhasilan Riset

Senin, 15 Februari 2021 - 05:20 WIB
loading...
Kolaborasi dan Pembiayaan...
Indonesia memiliki hewan dan tumbuhan laut yang bisa dimanfaatkan untuk kesehatan, termasuk penguat sistem imun. (Ilustrasi: SINDONews/Win Cahyono)
A A A
JAKARTA - Riset yang dilakukan Kustiariyah Tarman, dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) dengan memanfaatkan biota laut sudah sepatutnya diapresiasi. Apalagi riset ini menemukan formula yang tepat dalam menjaga daya imun tubuh di masa pandemi.

Paling nyata apresiasi diberikan pemerintah kepada Kustiariyah yakni berupa bantuan pembiayaan melalui skema yang dimungkinkan untuk multiyears dengan pertanggungjawaban mudah. Artinya, mulai tahun ini peneliti IPB tersebut tidak perlu mempertanggungjawabkan anggaran. Kini dia dapat lebih fokus melakukan penelitian tersebut.

)

Setiap tahun ada 20.000 dosen yang diberi anggaran penelitian. Selain itu, anggaran untuk riset didatangkan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan dana abadi pendidikan dan juga dana abadi riset. Pihak swasta juga banyak tertarik untuk melakukan penelitian bersama perguruan tinggi karena mereka akan mendapatkan tax redemption atau insentif dari anggaran bidang yang dikeluarkan. Strategi lain dari pemerintah yakni dengan melakukan kerja sama atau konsorsium.

"Kami juga mendorong agar peneliti melakukan riset dengan bekerja sama antarlembaga dan antardisiplin ilmu. Tidak melakukannya sendiri karena kami berkeyakinan dan sudah kami buktikan di masa-masa pandemi ini penelitian yang bekerja sama atau lintas disiplin dan institusi menghasilkan produk yang lebih bagus dan lebih bermanfaat. Sangat qualified dibandingkan dengan riset sendiri-sendiri," ulas Prof Dim, panggilan Muhammad Dimyati.

)

Prof Dim mencontohkan GeNoSe C19, alat pendeteksi virus korona melalui embusan napas hasil kerja sama antara Fakultas MIPA, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Industri UGM menghasilkan alat yang manfaatnya lebih baik dan kualitasnya pun tidak diragukan, juga cepat. Tak lupa Prof Dim mengingatkan, jika ingin dibiayai negara, para peneliti perlu mencantumkan nama industri yang akan diajak melakukan penelitian pada saat pengajuan proposal. Tujuannya agar semua jelas dan peneliti mendapat kekayaan intelektual yang dilesensikan atau royalti.

Misalnya dari awal sudah jelas akan dilakukan riset selama dua tahun dengan biaya Rp500 juta, nanti industri share Rp100 juta, dan si peneliti akan memproduksi hasil yang diteliti itu. Selama ini kelemahan yang terjadi, peneliti Indonesia masih sangat individual. Akibatnya, jika seseorang melakukan penelitian, itu hanya berujung di publikasi. Jika dipublikasikan bagus, barulah ada pihak yang merespons untuk mengajak penelitian bersama. "Namun, jika publikasinya biasa saja, sudah, berhenti pada publikasi saja. Yang terjadi pada tahun berikutnya ganti judul lagi dan seterusnya. Seperti itu saja selama ini," ungkap guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Belajar dari pengalaman-pengalaman itu, kini dibuat skema penelitian yang mengajak kerja sama pihak industri, dan hasilnya pun sangat signifikan. Hasil riset penelitian itu dibuktikan pada saat pandemi, dengan hadirnya sejumlah konsorsium untuk menghasilkan produk-produk yang bisa mendukung pencegahan Covid-19. Ini mendapatkan respons cepat dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. “Sudah puluhan ribu hasil penelitian pada masa pandemi ini sampai ke masyarakat. Peneliti pun akan mendapatkan royalti yang relatif banyak. Seperti temuan GeNoSe C19, itu luar biasa. Saya mendengar bulan lalu saja sudah diproduksi 3.000 alat. Kalau satu alat saja Rp60 juta, sudah bisa dihitung akan menghasilkan berapa. Kebutuhan alat itu ke depannya masih banyak lagi. Itu sebagai gambaran peneliti bisa mendapat royalti yang lumayan nilainya," tutur Dimyati.

Gunakan Produk Kesehatan Buatan Anak Bangsa
Temuan alat tes buatan anak negeri diharapkan ke depannya juga mampu diikuti berbagai temuan alat kesehatan lain. Adapun rencana jangka panjang pemerintah untuk mewujudkan kemandirian di bidang teknologi kesehatan dan farmasi ini adalah dengan memasukkan temuan ini dalam PRN. Selanjutnya memetakan alat apa yang sedang dibutuhkan sehingga peneliti dapat bertindak cepat untuk melakukan riset. Misalnya saat pandemi sekarang semua membutuhkan ventilator, itu akan menjadi salah satu produk kesehatan yang jadi perhatian.

Namun, Prof Dim mengingatkan bangsa Indonesia untuk membuatkeberpihakan terhadap produk-produk asli Indonesia. Jika ada barang yang sama di pasaran, mulai kini dapat memilih produk lokal. Jika produsen lokal mampu memproduksi dan sudah ada di pasaran berarti kualitasnya sama dengan produk buatan luar negeri. Apalagi sudah ada tahapan yang sama saat diuji oleh Kementerian Kesehatan untuk alat kesehatan dan izin edar oleh BPOM untuk obat atau suplemen. "Masyarakat harus percaya dengan buatan anak bangsa sehingga lama-lama kita bisa mengganti alat kesehatan, bahkan obat dan suplemen, impor dengan produk-produk yang dihasilkan para peneliti Indonesia," ucapnya.

)

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam, mengatakan, selama pandemi Covid-19, direktoratnya mengatur ulang anggaran untuk mendukung penelitian dan pengembangan serta penanganan Covid-19. Termasuk pengembangan obat-obatan herbal atau biota laut, imun booster, dan peralatan kesehatan. Pemerintah juga membagikan dana penelitian terhadap perguruan tinggi di Tanah Air.

Nizam menjelaskan, sejak Maret 2020 Ditjen Dikti meminta perguruan tinggi mengatur ulang fokus riset pada upaya penanganan Covid-19. Selama kurang dari enam bulan, lebih dari 1.600 invensi dan inovasi dihasilkan, dari masker, face shield, imun booster, rapid test, PCR, biosafety level-3 mobile lab, robot ners, drone surveylance, ventilator, GeNoSe C19, hingga Vaksin Merah Putih. “Melalui anggaran BOPTN dan APBN, kami mendorong perguruan tinggi berinovasi dan berkontribusi dalam mengatasi wabah ini. Banyak yang sukses mengembangkan inovasi hingga diproduksi dan digunakan secara massal. Ventilator UI, UGM, ITB, ITS, dan Gunadharma, misalnya, digunakan di ambulans dan ICU banyak rumah sakit,” ungkap Nizam. ananda nararya/muh shamil/helmi syarif
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1725 seconds (0.1#10.140)