Masyarakat Harus Bijak Dalam Menggunakan Sosial Media

Selasa, 09 Februari 2021 - 19:48 WIB
loading...
Masyarakat Harus Bijak...
Rofian Akbar (Foto: Istimewa)
A A A
Rofian Akbar
Entrepreneur & Pemerhati Sosial

PADA 6 Februari lalu, Kwik Kian Gie menuliskan tweet seperti ini: "Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi di-odal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam. Tidak sekali pun ada masalah."

Tentu saja cuitan mantan politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu tidak harus dipahami bahwa situasi di era Orde Baru lebih baik dalam mengungkapkan pendapat. Cuitan mantan polisi gaek itu merupakan satire untuk era sekarang ini, dimana sosial media (sosmed) sangat berkembang dan informasi bisa sangat begitu luas tanpa adanya proses verifikasi. Bahkan, para ahli seolah tenggelam dan tertutupi di tengah pendapat publik yang sangat massif pada berbagai isu.

Kwik Kian Gie pasti sangat memahami bahwa kebebasan berpendapat sekarang ini jauh lebih baik daripada Orde Baru. Di era Orde Baru, mahasiswa hanya boleh lakukan kegiatan yang bersifat akademis, tidak boleh diskusi politik. Sekarang bebas diskusi. Di era Orde Baru orang ’’non pribumi’’ susah masuk politik, tidak bisa jadi tentara dan aparatur sipil negara (ASN).

Dulu banyak buku dilarang, sekarang bebas saja. Dulu, tidak boleh kritik pemerintah sekarang boleh-boleh saja. Kwik menyampaikan itu untuk menyinggung soal rentannya masyarakat melakukan perundungan karena perbedaan pendapat atau karena tidak suka. Karena saat ini medianya sudah sangat mudah diakses. Setiap orang bisa mengakses semua isu, dan ikut berpendapat meski hidup terpencil di desa sekalipun.

Dan di era sekarang tiba-tiba seseorang bisa jatuh dan tertelanjangi hanya karena publik tidak menyukainya. Bukan soal benar atau salah, tapi "pengadilan" publik lewat sosmed menjadi begitu mengerikan. Bahkan bisa merusak reputasi seseorang, dan juga merusak hubungan satu pihak dengan pihak lain. Bahkan bisa juga antar-negara.

Tokoh sekaliber Kwik Kian Gie yang sudah menghadapi pengalaman represi begitu hebat di era Orde Baru ternyata begitu khawatir dan takutnya menghadapi situasi sekarang. Dan, akhirnya para ahli bisa saja berpikir ulang untuk mengoreksi demi kebaikan karena khawatir serang publik di sosmed. Sosmed menjadikan setiap orang mudah menyalurkan pendapat. Tidak peduli pendapatnya itu tidak bermuatan adab, etika dan ilmu sekalipun. Mengerikan.

Perilaku Netizen Malaysia
Fenomena itu ternyata terjadi di negeri tetangga. Seperti kita ketahui, minggu lalu, Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yassin melakukan kunjungan bilateral ke Indonesia. Kunjungan ini menjadi suatu penyegaran yang diperlukan dalam mengawali hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada 2021.

Kunjungan resmi ini merupakan yang pertama dilakukan oleh PM Muhyiddin sejak dilantik pada 2020 dan ini juga merupakan kunjungan yang pertama dilakukan di level kepala negara ASEAN sejak munculnya pandemi Covid-19.

Pemerintah Indonesia menyambut kedatangan delegasi Malaysia dengan karpet merah dan 19 tembakan kehormatan. Sambutan yang meriah ini, yang tentu saja sejalan dengan norma baru dan protokol kesehatan Covid-19, menunjukkan pentingnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia.

Kunjungan tersebut mengirimkan sinyal kuat bahwa meskipun terdapat peningkatan kasus positif Covid-19, baik di Malaysia dan di Indonesia, pemimpin kedua negara bertekad untuk terus maju dengan semangat dan sikap yang sangat positif. Malaysia tampak menaruh kepercayaan tinggi terhadap kemampuan Indonesia menangani pandemi, terutama dalam hal program vaksinasi.

Terlebih lagi, bagi pengamat diplomasi internasional, kehangatan hubungan Indonesia dan Malaysia seringkali terlihat melalui gerak-gerik dan kedekatan antara kepala negara daripada secara lisan. Presiden Jokowi yang kini memasuki masa jabatan keduanya sebagai presiden, terlihat sangat tenang dan percaya diri menerima PM Muhyiddin yang baru kurang dari setahun menjabat sebagai Kepala Pemerintah Malaysia. Meskipun demikian, PM Muhyiddin tidak asing dengan politik Malaysia dan pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia sebelum dipecat oleh mantan Perdana Menteri Najib Razak di puncak skandal 1MDB pada 2015.

Sudah umum diketahui bahwa Presiden Jokowi sangat menghormati pendahulu Muhyiddin, yakni Tun Dr Mahathir Mohammad, namun sambutan besar yang diberikan kepada Muhyiddin Jumat lalu menunjukkan bahwa kedekatan hubungan antara kedua negara ini melampaui kepribadian, dan dibangun di atas dasar yang kokoh.

Hubungan antara negara tetangga, seperti Indonesia dan Malaysia, tidak selalu mulus, namun, sikap Malaysia baru-baru ini dengan jelas menunjukkan bahwa mereka telah menaruh masa-masa ketegangan itu di belakang dan bahwa Malaysia merupakan sekutu yang dapat diandalkan Indonesia selama masa-masa sulit.

PM Muhyiddin bahkan menyebut hubungan dengan Indonesia sebagai hubungan yang strategis dan ini menunjukkan bahwa Malaysia mendukung kepemimpinan Indonesia di tingkat kawasan. Lebih lanjut, Pemerintah Malaysia juga menghormati janji dalam hubungan kedua negara - bahwa ketika ada kepemimpinan baru di Indonesia atau Malaysia, kunjungan luar negeri pertama akan dilakukan ke negara masing-masing.

Apa yang didiskusikan selama pertemuan empat mata di Istana Negara tentunya sangat konstruktif karena kedua pemimpin terlihat tersenyum sepanjang pertemuan hari itu. Saling bertukar pengalaman penanganan Covid-19, perlindungan jutaan TKA Indonesia di Malaysia, kerja sama penanggulangan diskriminasi sawit, dan masalah perbatasan, menjadi isu utama yang dibicarakan kedua pemimpin tersebut.

Hal ini diharapkan dapat membuka jalan bagi koordinasi dan kepemimpinan yang lebih baik antara kedua negara dalam memperjuangkan agenda bersama di platform internasional seperti ASEAN. Namun, terlepas dari kesuksesan besar dari kunjungan bilateral tersebut, terdapat satu insiden yang meninggalkan bekas hitam kecil pada perjalanan singkat ini.

Warga pengguna internet (warganet) Malaysia atau yang biasa disebut netizen, sempat meninggalkan komentar tak sedap di akun media sosial Istana Negara dan Presiden Jokowi untuk ’’menyerang’’ PM Muhyiddin. Politik domestik seharusnya dibiarkan di ruang domestik dan tindakan para warganet Malaysia melukiskan gambaran buruk tentang sikap dan perilaku tak terpuji beberapa warga Malaysia.

Meskipun media sosial terbuka untuk semua, menyalahgunakan akun media sosial pemimpin negara lain dengan "jahil" memang tindakan memalukan dan berdampak buruk pada citra warga Malaysia. Semoga para warga Malaysia yang tidak puas ini belajar menyimpan kata-kata kasar terkait politik domestik di dalam negeri saja dan tidak mengekspornya ke luar negeri.

Secara keseluruhan, Presiden Jokowi mampu menunjukkan bahwa terlepas dari semua tantangan dengan pandemi Covid-19, Indonesia adalah negara yang dihormati di ASEAN dan pada akhirnya, tidak ada yang lebih menyejukkan daripada dukungan dari negara tetangga terdekat dan tercinta, Malaysia.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1113 seconds (0.1#10.140)