96 Sengketa Pilkada Bisa Masuk Pembuktian, 30 Perkara Tidak Diterima
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan pemeriksaan pendahuluan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP) pada 26-29 Januari lalu. Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif memprediksi akan ada lima putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim.
Ketua Harian Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan putusan pertama, ada 96 perkara yang potensial lanjut ke tahapan persidangan dan pembuktian. Alasannya, perkara tersebut masih dalam tenggat waktu dan yang mengajukan masuk dalam kualifikasi sebagai pemohon.
(Baca: MK Kembali Gelar 35 Sidang Sengketa Pilkada Mulai dari Bengkulu hingga Wakatobi)
“Perkara ini terdiri dari 2 klasifikasi, yakni 25 masuk ambang batas suara dan 71 yang melampaui ambang batas. Mengingat PMK 06/2020 telah menghapus ambang batas permohonan sebagai syarat formil, maka perkara tersebut mestinya diperiksa pada pokok atau paling tidak diputus di akhir persidangan,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (9/2/2021).
Ihsan mengungkapkan ada 30 perkara yang kemungkinan diputuskan tidak dapat diterima karena pengajuannya sudah melewati batas waktu. Ada 4 perkara yang potensial dikeluarkan ketetapan karena permohonan dicabut. Perkara itu terkait dengan pemilihan bupati Nias, Bengkulu Selatan, Sigi, dan pemilihan walikota Bandar Lampung.
(Baca: Adili Sengketa Pilkada, MK Diharap Tidak Jadi Mahkamah Kalkulator)
“Terdapat 2 perkara yang potensial diputus gugur karena pemohon atau kuasanya tidak menghadiri pemeriksaan pendahuluan. Itu terjadi pada Pilwalkot Medan dan Pilbup Memberamo Raya,” tuturnya.
Kode Inisiatif menyebut akan ada 4 perkara yang tidak diperiksa. Perkara itu ditarik sebelum diregister di MK sehingga tidak ikut dalam pemeriksaan pendahuluan. Empat perkara itu, meliputi, Pilwalkot Magelang, serta Pilbup Kepulauan Aru, Memberamo Raya, dan Pegunungan Bintang.
Ketua Harian Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan putusan pertama, ada 96 perkara yang potensial lanjut ke tahapan persidangan dan pembuktian. Alasannya, perkara tersebut masih dalam tenggat waktu dan yang mengajukan masuk dalam kualifikasi sebagai pemohon.
(Baca: MK Kembali Gelar 35 Sidang Sengketa Pilkada Mulai dari Bengkulu hingga Wakatobi)
“Perkara ini terdiri dari 2 klasifikasi, yakni 25 masuk ambang batas suara dan 71 yang melampaui ambang batas. Mengingat PMK 06/2020 telah menghapus ambang batas permohonan sebagai syarat formil, maka perkara tersebut mestinya diperiksa pada pokok atau paling tidak diputus di akhir persidangan,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (9/2/2021).
Ihsan mengungkapkan ada 30 perkara yang kemungkinan diputuskan tidak dapat diterima karena pengajuannya sudah melewati batas waktu. Ada 4 perkara yang potensial dikeluarkan ketetapan karena permohonan dicabut. Perkara itu terkait dengan pemilihan bupati Nias, Bengkulu Selatan, Sigi, dan pemilihan walikota Bandar Lampung.
(Baca: Adili Sengketa Pilkada, MK Diharap Tidak Jadi Mahkamah Kalkulator)
“Terdapat 2 perkara yang potensial diputus gugur karena pemohon atau kuasanya tidak menghadiri pemeriksaan pendahuluan. Itu terjadi pada Pilwalkot Medan dan Pilbup Memberamo Raya,” tuturnya.
Kode Inisiatif menyebut akan ada 4 perkara yang tidak diperiksa. Perkara itu ditarik sebelum diregister di MK sehingga tidak ikut dalam pemeriksaan pendahuluan. Empat perkara itu, meliputi, Pilwalkot Magelang, serta Pilbup Kepulauan Aru, Memberamo Raya, dan Pegunungan Bintang.
(muh)