Digitalisasi Demokrasi
loading...
A
A
A
Kebebasan berpendapat dan berbicara serta berekspresi, perlindungan hukum dan HAM hingga proses transisi dan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan diatur konstitusional yang berlandaskan pada prinsip dasar demokrasi.
Seiring perkembangan itu, peningkatan kualitas demokrasi prosedural juga perlu mendapat perhatian lebih. Bagaimana kemudian seluruh stakeholder mampu mendesain demokrasi prosedural agar lebih efisien, hamat biaya dan lebih akuntable serta transparan.
Mengatur agar aspirasi masyarakat lebih terakomodasi langsung, tanpa sekat pembatas. Masyarakat tidak perlu lagi melakukan demonstarasi di jalan hanya untuk merespons nasib mereka. Begitu juga lembaga legislasi harus lebih transparan dalam membuat regulasi. Tidak tertutup oleh dinding parlemen sehingga terkesan sarat kepentingan politik saja.
Berkaca dari sejumlah negara kawasan Asia, seperti Taiwan yang sudah lebih dewasa dalam mengelolah demokrasi digital. Taiwan dirasa bisa menjadi contoh bagaimana digital dapat dimanfaatkan sebagai alat utama pendukung demokratisasi.
Di Taiwan barang kali tidak akan lagi ditemukan aksi demonstrasi besar hingga perusakan fasilitas umum pasca penerapan digitalisasi di parlemen. Pasca gerakan sunflower 2014, publik Taiwan dengan mudah dapat menyampaikan aspirasi mereka secara langsung melalui teknologi audia visual. Kemajuan digital memudahkan pengontrolan terhadap produk UU hingga mengakses data pribadi anggota parlemen.
Di level eksekutif, Taiwan juga tak kalah cemerlang. Tata kelola birokrasi pemerintahan yang efisien membuat pelayanan terhadap masyarakat semakin mudah dan hemat biaya. Mengadopsi digital goverment menjadikan pelayanan tak lagi berbelit-belit alias satu pintu. Sehingga akuntabilitas dan transparansi menjadi hal lumrah dalam sistem ini.
Bukan hal yang mudah dan singkat memang untuk mereformasi sistem di Taiwan. Mereka memerlukan puluhan tahun untuk merancang digitalisasi berbagai aspek kenegaraan termasuk birokrasi yang efisien. Bukan karena disebabkan COVID-19, melainkan keinginan seluruh stakeholder bersama kehendak rakyat.
Di Tanah Air, COVID-19 dirasa menjadi momentum bagi semua pihak untuk mendorong proses digitalisasi ini. Bukan ebatas pada tahapan pemilu seperti e-voting atau e-rekap, tetapi di berbagai lintas aspek berdemokrasi.
RUU Pemilu dan Digitalisasi
Revisi UU Pemilu masih menjadi perdebatan panas setiap kali menjelang momentum politik elektoral tiba. Sayangnya, perdebatan alot tidak terjadi pada masalah krusial yang mestinya segera dituntaskan.
Persoalan yang kerap mengalami perdebatan masih seputar hal yang sama, seperti permasalahan Parlementary Threshold, Presidential Threshold dan sekelumit tindak kecurangan dalam pemilu.
Seiring perkembangan itu, peningkatan kualitas demokrasi prosedural juga perlu mendapat perhatian lebih. Bagaimana kemudian seluruh stakeholder mampu mendesain demokrasi prosedural agar lebih efisien, hamat biaya dan lebih akuntable serta transparan.
Mengatur agar aspirasi masyarakat lebih terakomodasi langsung, tanpa sekat pembatas. Masyarakat tidak perlu lagi melakukan demonstarasi di jalan hanya untuk merespons nasib mereka. Begitu juga lembaga legislasi harus lebih transparan dalam membuat regulasi. Tidak tertutup oleh dinding parlemen sehingga terkesan sarat kepentingan politik saja.
Berkaca dari sejumlah negara kawasan Asia, seperti Taiwan yang sudah lebih dewasa dalam mengelolah demokrasi digital. Taiwan dirasa bisa menjadi contoh bagaimana digital dapat dimanfaatkan sebagai alat utama pendukung demokratisasi.
Di Taiwan barang kali tidak akan lagi ditemukan aksi demonstrasi besar hingga perusakan fasilitas umum pasca penerapan digitalisasi di parlemen. Pasca gerakan sunflower 2014, publik Taiwan dengan mudah dapat menyampaikan aspirasi mereka secara langsung melalui teknologi audia visual. Kemajuan digital memudahkan pengontrolan terhadap produk UU hingga mengakses data pribadi anggota parlemen.
Di level eksekutif, Taiwan juga tak kalah cemerlang. Tata kelola birokrasi pemerintahan yang efisien membuat pelayanan terhadap masyarakat semakin mudah dan hemat biaya. Mengadopsi digital goverment menjadikan pelayanan tak lagi berbelit-belit alias satu pintu. Sehingga akuntabilitas dan transparansi menjadi hal lumrah dalam sistem ini.
Bukan hal yang mudah dan singkat memang untuk mereformasi sistem di Taiwan. Mereka memerlukan puluhan tahun untuk merancang digitalisasi berbagai aspek kenegaraan termasuk birokrasi yang efisien. Bukan karena disebabkan COVID-19, melainkan keinginan seluruh stakeholder bersama kehendak rakyat.
Di Tanah Air, COVID-19 dirasa menjadi momentum bagi semua pihak untuk mendorong proses digitalisasi ini. Bukan ebatas pada tahapan pemilu seperti e-voting atau e-rekap, tetapi di berbagai lintas aspek berdemokrasi.
RUU Pemilu dan Digitalisasi
Revisi UU Pemilu masih menjadi perdebatan panas setiap kali menjelang momentum politik elektoral tiba. Sayangnya, perdebatan alot tidak terjadi pada masalah krusial yang mestinya segera dituntaskan.
Persoalan yang kerap mengalami perdebatan masih seputar hal yang sama, seperti permasalahan Parlementary Threshold, Presidential Threshold dan sekelumit tindak kecurangan dalam pemilu.