Suharjito, Penyuap Edhy Prabowo Segera Diadili
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito. Suharjito pun akan segera diadili di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
(Baca juga: Periksa Edhy Prabowo, KPK Selisik Pemberian Izin Budidaya Benih Bening Lobster)
Suharjito merupakan penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur
"Hari ini (4/2/2021) JPU KPK melimpahkan berkas perkara Terdakwa Suharjito selaku pemilik PT DPPP (PT Dua Putera Perkasa Pratama) ke PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (4/2/2021).
Ali mengungkapkan penahanan Suharjito selanjutnya menjadi kewenangan hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. (Baca juga: Edhy Prabowo Akui Dirinya Suka Minum Wine dan Beli dari Kocek Sendiri)
"Saat ini JPU masih menunggu penetapan penunjukkan Majelis Hakim dan juga penetapan jadwal persidangan dengan agenda awal pembacaan surat dakwaan," jelas Ali.
Adapun, Jaksa bakal mendakwa Suharjito dengan dua dakwaan. Pertama, Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan Kedua, Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Baca juga: KPK Tidak Tutup Kemungkinan Jerat Edhy Prabowo dengan Pasal Pencucian Uang)
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Baca juga: Periksa Edhy Prabowo, KPK Selisik Pemberian Izin Budidaya Benih Bening Lobster)
Suharjito merupakan penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur
"Hari ini (4/2/2021) JPU KPK melimpahkan berkas perkara Terdakwa Suharjito selaku pemilik PT DPPP (PT Dua Putera Perkasa Pratama) ke PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (4/2/2021).
Ali mengungkapkan penahanan Suharjito selanjutnya menjadi kewenangan hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. (Baca juga: Edhy Prabowo Akui Dirinya Suka Minum Wine dan Beli dari Kocek Sendiri)
"Saat ini JPU masih menunggu penetapan penunjukkan Majelis Hakim dan juga penetapan jadwal persidangan dengan agenda awal pembacaan surat dakwaan," jelas Ali.
Adapun, Jaksa bakal mendakwa Suharjito dengan dua dakwaan. Pertama, Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan Kedua, Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Baca juga: KPK Tidak Tutup Kemungkinan Jerat Edhy Prabowo dengan Pasal Pencucian Uang)
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(maf)