BKKBN Sebut Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Masih Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ), Hasto Wardoyo mengatakan angka kematian ibu dan bayi ( stunting ) di Indonesia masih tinggi. Di Indonesia sendiri angka kematian ibu dari data tahun 2015 dari Susenas masih cukup tinggi dengan 305 atau 100.000 kelahiran hidup.
"Dan angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup,” ungkap Hasto pada Webinar Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, Kamis (4/2/2021).
Padahal, kata Hasto, kesehatan ibu dan anak menjadi sangat penting. “Kesehatan ibu dan anak termasuk ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ketiga,” ucapnya.
Dan pada tahun 2030, kata Hasto, dunia mendorong tercapainya target penurunan angka kematian ibu harus di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. “Dan angka kematian bayi dan balita proporsi ditafsirkan turun hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hasto mengatakan perbaikan gizi untuk mencegah stunting mendesak untuk dilaksanakan. Terutama pada 1.000 hari kehidupan pertama. “Juga perbaikan gizi upaya perbaikan gizi dengan fokus pada pencegahan stunting. Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi terutama dalam 1.000 hari kehidupan pertama yaitu mulai dari janin hingga balita atau baduta,” katanya.
Apalagi, kata Hasto, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yakni di angka 27,6%. Berdasarkan hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 angka stunting kita masih cukup tinggi sebesar 27,6%. Artinya dari 10 orang balita mendekati 3 di antaranya adalah stunting.
Presiden Joko Widodo, kata Hasto, telah menargetkan pada tahun 2024 angka stuntig harus turun 14%. “Oleh karena itu butuh usaha yang keras terlebih kepada target yang ditetapkan oleh Bapak Presiden, 14% di tahun 2024,” tutupnya.
"Dan angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup,” ungkap Hasto pada Webinar Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, Kamis (4/2/2021).
Padahal, kata Hasto, kesehatan ibu dan anak menjadi sangat penting. “Kesehatan ibu dan anak termasuk ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ketiga,” ucapnya.
Dan pada tahun 2030, kata Hasto, dunia mendorong tercapainya target penurunan angka kematian ibu harus di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. “Dan angka kematian bayi dan balita proporsi ditafsirkan turun hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hasto mengatakan perbaikan gizi untuk mencegah stunting mendesak untuk dilaksanakan. Terutama pada 1.000 hari kehidupan pertama. “Juga perbaikan gizi upaya perbaikan gizi dengan fokus pada pencegahan stunting. Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi terutama dalam 1.000 hari kehidupan pertama yaitu mulai dari janin hingga balita atau baduta,” katanya.
Apalagi, kata Hasto, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yakni di angka 27,6%. Berdasarkan hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 angka stunting kita masih cukup tinggi sebesar 27,6%. Artinya dari 10 orang balita mendekati 3 di antaranya adalah stunting.
Presiden Joko Widodo, kata Hasto, telah menargetkan pada tahun 2024 angka stuntig harus turun 14%. “Oleh karena itu butuh usaha yang keras terlebih kepada target yang ditetapkan oleh Bapak Presiden, 14% di tahun 2024,” tutupnya.
(kri)