Penanganan COVID-19 Bakal Maksimal dari Kolaborasi Pemerintah-Epidemiolog
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kolaborasi antara epidemiolog dengan pemerintah dalam menyusun kebijakan pencegahan kasus COVID-19 diyakini bakal berdampak positif. Kerja sama pemerintah dengan stakeholder lainnya pun dinilai perlu.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar, M Yahya Zaini mendukung setiap ikhtiar untuk memperbaiki penanganan COVID-19, termasuk keterlibatan epidemiolog. "Keterlibatan epidemiolog dalam merumuskan kebijakan penanganan COVID-19 merupakan langkah maju dan membawa optimisme," ujar Yahya kepada wartawan, Rabu (3/2/2021). Baca juga: Ilmuwan: Varian COVID Berbahaya Berikutnya Dikhawatirkan Sudah Ada di Luar Sana
Yahya menilai selain epidemiolog, sebaiknya pemerintah juga melibatkan organisasi profesi kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyusun kebijakan. Selain aspek keilmuwan, organisasi profesi punya sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam penanganan COVID-19 di berbagai fasilitas kesehatan.
Dia mengatakan pelibatan epidemiolog jangan hanya sebatas dalam penyusunan kebijakan. Mereka harus hadir dalam pelaksanaan dan pengawasan. Supaya kebijakan yang sudah disusun benar-benar bisa dilaksanakan, dipantau, serta dievaluasi.
"Guna mencari solusi jika ada masalah di lapangan. Contoh, apakah pelaksanaan testing dan tracing sesuai secara epidemologi atau tidak," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, keterlibatan dan partisipasi semua pihak, para ahli, organisasi profesi, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting dalam penanganan pandemi ini. Semua pihak bisa ambil bagian dalam setip usaha mengurangi penyebaran COVID-19, sesuai kemampuan masing-masing.
"Misalnya dalam sosialisasi dan edukasi gerakan 3 M dan vaksinasi, peran tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting," katanya.
Dia mengungkapkan hasil survei menunjukkan bahwa masih ada sekitar 30% masyarakat yang menolak divaksin. Dirinya menduga itu karena sosialisasi dan edukasi belum berjalan optimal.
"Bagaimana meyakinkan warga masyarakat supaya mau divaksin? Tokoh masyarakat dan tokoh agama harus dilibatkan. Terutama di lapisan masyarakat bawah. Apalagi untuk menangkal atau mengimbangi berita-berita hoaks di media sosial," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lalu mengatakan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sudah berjalan sejak bulan lalu tidak efektif menahan laju penambahan kasus positif COVID-19. Jokowi menilai mobilitas masyarakat masih tinggi sehingga di beberapa provinsi kasus COVID-19 tetap naik. Baca juga: Satgas Libatkan TNI/Polri Dalam Pembentukan Posko COVID-19 Tingkat Desa
Kemudian, Presiden Jokowi meminta Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengajak epidemiolog merancang kebijakan penanganan COVID-19. Juru Bicara Luhut Panjaitan, Jodi Mahardi mengatakan pertemuan Luhut dengan epidemiolog akan dilakukan dalam waktu dekat.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar, M Yahya Zaini mendukung setiap ikhtiar untuk memperbaiki penanganan COVID-19, termasuk keterlibatan epidemiolog. "Keterlibatan epidemiolog dalam merumuskan kebijakan penanganan COVID-19 merupakan langkah maju dan membawa optimisme," ujar Yahya kepada wartawan, Rabu (3/2/2021). Baca juga: Ilmuwan: Varian COVID Berbahaya Berikutnya Dikhawatirkan Sudah Ada di Luar Sana
Yahya menilai selain epidemiolog, sebaiknya pemerintah juga melibatkan organisasi profesi kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyusun kebijakan. Selain aspek keilmuwan, organisasi profesi punya sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam penanganan COVID-19 di berbagai fasilitas kesehatan.
Dia mengatakan pelibatan epidemiolog jangan hanya sebatas dalam penyusunan kebijakan. Mereka harus hadir dalam pelaksanaan dan pengawasan. Supaya kebijakan yang sudah disusun benar-benar bisa dilaksanakan, dipantau, serta dievaluasi.
"Guna mencari solusi jika ada masalah di lapangan. Contoh, apakah pelaksanaan testing dan tracing sesuai secara epidemologi atau tidak," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, keterlibatan dan partisipasi semua pihak, para ahli, organisasi profesi, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting dalam penanganan pandemi ini. Semua pihak bisa ambil bagian dalam setip usaha mengurangi penyebaran COVID-19, sesuai kemampuan masing-masing.
"Misalnya dalam sosialisasi dan edukasi gerakan 3 M dan vaksinasi, peran tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting," katanya.
Dia mengungkapkan hasil survei menunjukkan bahwa masih ada sekitar 30% masyarakat yang menolak divaksin. Dirinya menduga itu karena sosialisasi dan edukasi belum berjalan optimal.
"Bagaimana meyakinkan warga masyarakat supaya mau divaksin? Tokoh masyarakat dan tokoh agama harus dilibatkan. Terutama di lapisan masyarakat bawah. Apalagi untuk menangkal atau mengimbangi berita-berita hoaks di media sosial," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lalu mengatakan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sudah berjalan sejak bulan lalu tidak efektif menahan laju penambahan kasus positif COVID-19. Jokowi menilai mobilitas masyarakat masih tinggi sehingga di beberapa provinsi kasus COVID-19 tetap naik. Baca juga: Satgas Libatkan TNI/Polri Dalam Pembentukan Posko COVID-19 Tingkat Desa
Kemudian, Presiden Jokowi meminta Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengajak epidemiolog merancang kebijakan penanganan COVID-19. Juru Bicara Luhut Panjaitan, Jodi Mahardi mengatakan pertemuan Luhut dengan epidemiolog akan dilakukan dalam waktu dekat.
(kri)