IPK Indonesia 2020 Anjlok, Indikator Pemberantasan Korupsi Alami Kemunduran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penurunan skor Indeks Persepsi Korusi (IPK) Indonesia pada 2020 menjadi 37 dari skor 40 pada 2019 menunjukkan politik hukum pemerintahan jauh dari penguatan pemberantasan korupsi .
Koordinator Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husodo menyatakan, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang baru saja dilansir Transparency International (TII) menjelaskan nasib pemberantasan korupsi di Indonesia yang tidak menentu. Bahkan menurut ICW, kata Adnan, nasib pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran.
Melansir data Transparency International, tahun lalu skor Indonesia 40 dan malah anjlok ke skor 37 pada 2020. Sementara itu peringkat global Indonesia dari 85 dunia pada 2019 kembali turun menjadi 102 pada 2020.
"Data TI (Transparency International) ini menjelaskan bahwa politik hukum pemerintah semakin menjauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi," kata Adnan dalam siaran persnya, Sabtu (30/1/2021).
Dia memaparkan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sebenarnya Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Praktis hanya 2013 dan 2017 yang stagnan di skor 32 dan 37, sedangkan sisanya selalu mengalami kenaikan.
"Untuk itu, merosotnya skor CPI 2020 Indonesia semestinya menjadi koreksi keras bagi kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah yang selama ini diambil justru memperlemah agenda pemberantasan korupsi," ujarnya.
"Skor IPK (Indonesia) 2020 juga dengan sendirinya membantah seluruh klaim pemerintah yang menarasikan penguatan KPK dan pemberantasan korupsi," kata Adnan.
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan, pangkal persoalan utama pemberantasan korupsi di Indonesia yang terjadi belakangan ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan pemerintah pada sepanjang 2019 lalu. Saat itu, pemerintah dan DPR ngotot merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK). Padahal, sedari awal, ujar Kurnia, masyarakat sudah mengingatkan bahwa kebijakan tersebut keliru dan berpotensi besar melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
"Bahkan tak hanya itu, organisasi internasional seperti Koalisi United Nation Convention Against Corruption turut mengkritik langkah pemerintah. Namun, seruan penolakan itu diabaikan begitu saja," ungkap Kurnia.
Ia membeberkan, respons masyarakat atas kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah dapat dipotret juga pada survei berbagai lembaga pada satu tahun terakhir. Hasil survei tersebut, kata Kurnia, menjelaskan adanya penurunan kepercayaan publik pada agenda pemberantasan korupsi. Namun sayangnya sinyal itu tidak dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan oleh pemerintah.
"Tak heran jika masyarakat global pun memberikan respons negatif atas keputusan-keputusan buruk Pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi yang salah kaprah di periode 2 tahun terakhir," ucapnya.
Koordinator Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husodo menyatakan, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang baru saja dilansir Transparency International (TII) menjelaskan nasib pemberantasan korupsi di Indonesia yang tidak menentu. Bahkan menurut ICW, kata Adnan, nasib pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran.
Melansir data Transparency International, tahun lalu skor Indonesia 40 dan malah anjlok ke skor 37 pada 2020. Sementara itu peringkat global Indonesia dari 85 dunia pada 2019 kembali turun menjadi 102 pada 2020.
"Data TI (Transparency International) ini menjelaskan bahwa politik hukum pemerintah semakin menjauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi," kata Adnan dalam siaran persnya, Sabtu (30/1/2021).
Dia memaparkan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sebenarnya Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Praktis hanya 2013 dan 2017 yang stagnan di skor 32 dan 37, sedangkan sisanya selalu mengalami kenaikan.
"Untuk itu, merosotnya skor CPI 2020 Indonesia semestinya menjadi koreksi keras bagi kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah yang selama ini diambil justru memperlemah agenda pemberantasan korupsi," ujarnya.
"Skor IPK (Indonesia) 2020 juga dengan sendirinya membantah seluruh klaim pemerintah yang menarasikan penguatan KPK dan pemberantasan korupsi," kata Adnan.
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan, pangkal persoalan utama pemberantasan korupsi di Indonesia yang terjadi belakangan ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan pemerintah pada sepanjang 2019 lalu. Saat itu, pemerintah dan DPR ngotot merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK). Padahal, sedari awal, ujar Kurnia, masyarakat sudah mengingatkan bahwa kebijakan tersebut keliru dan berpotensi besar melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
"Bahkan tak hanya itu, organisasi internasional seperti Koalisi United Nation Convention Against Corruption turut mengkritik langkah pemerintah. Namun, seruan penolakan itu diabaikan begitu saja," ungkap Kurnia.
Ia membeberkan, respons masyarakat atas kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah dapat dipotret juga pada survei berbagai lembaga pada satu tahun terakhir. Hasil survei tersebut, kata Kurnia, menjelaskan adanya penurunan kepercayaan publik pada agenda pemberantasan korupsi. Namun sayangnya sinyal itu tidak dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan oleh pemerintah.
"Tak heran jika masyarakat global pun memberikan respons negatif atas keputusan-keputusan buruk Pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi yang salah kaprah di periode 2 tahun terakhir," ucapnya.
(abd)